Irzha bersama Mahadewa mengeluarkan EP (Extended Player), atau bisa disebut mini album berisi empat lagu tentang Cinta Sendiri. Membuatku serasa ditemani melewati fase hidup yang naik turun ini, dengan soundtrack khusus.
Lagu-lagunya terus kuputar dari pagi sampai malam. Lalu pada acara showcase untuk EP tersebut, aku bahkan rela meminta tolong dan membayar waktu juga jasa Kak Ifah-Sosmed Specialist Arseri, untuk datang merekamkan penampilan Irzha, karena aku nggak mungkin bisa nonton langsung.
Bila juga sampai menghadiahiku kaos custom bertuliskan 'Ceweknya Irzha' untuk melengkapi puluhan kaos merchandise Irzha dan Mahadewa yang sering kubeli akhir-akhir ini.
"Awas ya sampai berani pakai itu buat keluar, atau posting di sosmed." Komentar sinis Bang Sabda saat melihat kaos itu tentu bukan dalam konteks posesifnya seorang pria ke wanita. Tapi murni tanggung jawab manajer ke talent, dia memang lebih berusaha hati-hati lagi dalam menjagaku.
Setelah kasus skandal foto di bar yang dulu ramai 'digoreng' media, lalu kasusku baru-baru ini, yang dilecehkan langsung di atas panggung, membuat Bang Sabda benar-benar selektif memilih job dan makin ketat mengawasi gerak-gerikku, termasuk interaksiku di luar kerja dan bagaimana caraku bersosial media.
"Jangan sampe karier kamu rusuh sama berita-berita gosip atau berita-berita negatif Ta. Nggak keren sama sekali kan? Mending bikin branding yang elegan, jadi pemberitaan tentang kamu cuma tentang dua hal. Satu, soal karya. Dua, soal prestasi." Ini ceramah yang terus menerus kudengar dari Bang Sabda hampir setiap hari.
Teman-temanku yang lain penasaran apa yang membuatku begitu bertahan dengan semua aturan Bang Sabda. No party, No alkohol, No free sex. Itu baru yang mendasar, masih banyak hal remeh lain yang nggak bisa kulakukan dengan bebas karena nasehat Bang Sabda, salah satunya tentang fangirling Irzha.
Tapi aku tetap selalu membela Bang Sabda kalau ada yang mengatainya. Seperti malam ini, saat aku diculik teman-temanku dari Kosan untuk ikut mereka kumpul. Miska mengolok semua nasihat dan aturan Bang Sabda yang dinilainya kolot dan sok suci. "Itu bukan aturan Bang Sabda, itu kan aturan agama," belaku.
"Yaelah Ta, anaknya Kyai yang harusnya paham aturan agama dan ngejalanin dengan baik aja, semalem habis ngelonin Gue di Bali."
"Ya itu urusan personal dia, udah Mis Lo nggak usah ngeracunin Titah sama prinsip hidup Lo deh." Albi ikut kesal dan menghentikan ocehan Miska sejak tadi.
"Eh mulut Lo udah kayak orang bener aja Bi. Lo aja masih sering teler dan nyosor cewek sembarangan kalau lagi dugem."
"Bisa nggak sih nggak berantem?" tegur Bila.
"Eh sumpah, Gue curiga sama cowok-cowok yang duduk di meja ujung itu deh. Apa wartawan ya?" Ivone tiba-tiba berbisik gelisah.
"Sama Vone, mampus lah kalau sampai aku kepotret sama Justin." Gina yang datang bersama Justin-pemain Timnas sepakbola Indonesia U-23 yang sedang jadi gebetannya, ikut merasa panik.
Aku juga jadi takut, kalau sampai ada fotoku lagi yang muncul di berita gosip dengan narasi negatif seperti 'Penyanyi berjilbab inisial TC ketahuan sedang open table lagi di sebuah bar elit di kawasan Jakarta Selatan.' Padahal aku sama sekali nggak menyentuh minuman-minuman alkohol yang dipesan teman-temanku. Aku dan Bila cuma minum soda dingin yang diberi irisan lemon.
"Gue sama Titah ke toilet dulu ya. Habis itu langsung balik." Bila menarik tanganku untuk segera beranjak.
"Yaudah, bubar aja deh ya. Daripada rame lagi ntar di akun gosip Lambe Turah." Miska pun memanggil pelayan dan membayar tagihan malam ini.
Aku bersama Bila sembunyi cukup lama di toilet, menunggu Mas Iyan serta Bang Sabda menjemput kami. "Bil, mati aku."
"Nggak papa, Bang Sabda nggak mungkin marah segitunya Ta." Bila berusaha menenangkan, tapi aku sudah punya prediksi dan keyakinan yang berbeda. Laki-laki itu pasti akan marah.
***
Bang Sabda memang marah, dan kali ini dia sengaja melakukannya sesuai caraku. Dia terus membisu sejak menjemputku semalam sampai keesokan harinya.
Selama ini sebagai pelaku silent treatment aku selalu merasa puas saat mendiamkan orang lain, tapi ternyata begitu di posisi korban rasanya cukup tersiksa.
Selepas mengisi taping acara Tonight Show, kami harusnya berpisah dan pulang dengan mobil masing-masing. Tapi aku menahan Bang Sabda yang hendak masuk mobilnya. "Bang, maaf."
Dia bergerak melewatiku begitu saja tangannya langsung membuka pintu mobil. Membuatku segera berlari ke sisi samping untuk buru-buru masuk ke kursi penumpang. "Maaf, jangan diemin aku lagi ya. Bukankah silent treatment itu kekanakan?"
"Kamu sadar dan tetep ngelakuin itu untuk bikin orang ngerasa bersalah kan? sekarang itu yang aku pengen. Aku pengen kamu ngerasa bersalah karena semalem, dan bisa lebih punya tanggung jawab lagi ke depannya." Akhirnya dia mau berbicara, meski nggak menatapku sama sekali.
"Aku udah tahu kok, aku nyesel dan janji nggak ngulangin lagi."
"Nggak usah berlebihan pakai janji-janji. Udah sana turun, aku mau balik."
"Mobilku kayaknya udah waktunya diservis deh Bang. Besok aku bawa ke bengkel, terus tolong jemput aku ya Bang."
"Naik Gocar kan bisa, biasanya juga gitu."
Sabda yang merajuk.
Sabda yang ingin dimengerti.Aku tersenyum tenang, "Yaudah kalau gitu, aku minta jemput Irzha aja deh." Dia pasti nggak tahan untuk nggak berkomentar setelah mendengar kalimatku.
Ini pancingan yang pasti akan berhasil.
"Kayak punya nomernya dan ngerasa akrab aja. Halu."
Kan, dia pasti terpancing.
"Punya lah. Aku juga punya nomer Kak Ubay, manajernya Irzha. Aku ini bukan fans sembarangan ya. Langkahku itu lebih terdepan di banding cegil-cegil Irzha di luar sana. Kalau aku mau, udah pasti aku bisa kerja bareng dia, atau apapun itu yang lebih dari sekedar hubungan fans sama idola."
"Bodo amat."
"Bang Sabda selama ini yang nggak becus nyariin aku job sepanggung sama Irzha. Percuma aku bayar mahal Bang Sabda selama ini."
Allahu akbar, sepertinya aku udah berlebihan dan kelewatan. Mampus!
Dia melirik kesal, "TURUN!"
"Maaf, aku nggak maksud ngomong gitu. Bercanda Bang, beneran maaaaafffffff bangeeetttttt." Aku berkata sungguh-sungguh, menarik-narik lengannya memaksa mencium tangannya.
"Kamu suka sama Irzha?"
Tapi lebih suka kamu Sabda!
Tapi kamu nggak pernah peduli soal perasaanku.Kubuka mataku yang sedari tadi terpejam ketakutan, pelan-pelan aku juga membisikkan kata. "Iya." Kupikir lebih baik berpura-pura menyukai Irzha daripada terus menerus keras kepala menyukai Bang Sabda.
"Yaudah, nanti aku usahain cariin jobnya. Tapi nggak usah berharap berlebihan, nanti kecewa."
"Besok jemput ya pokoknya." Kembali kutegaskan permintaanku yang akan jadi penanda bahwa kami sudah berdamai.
"Ya, di bengkel biasanya kan?"
Aku mengangguk lalu keluar dari mobilnya. Dia membunyikan klakson sekali sebelum berlalu pergi. Meninggalkanku yang masih mematung.
Aku ternyata masih bodoh di depan Sabda, sampai kapan harus terus bodoh?
***
Masih Tim Sabda, dan beri alasannya. 😶😒🤨😏😐😑😎😴🤯
Masih Tim Titah, dan beri alasannya. 😘😚🥰😍😉☺️😔😱😰

KAMU SEDANG MEMBACA
SABDA TITAH (selesai)
ChickLitAku, Titah Cinta. Panggung demi panggung adalah duniaku, penuh tantangan yang harus kuhadapi tanpa ragu. Sebagai penyanyi aku terbiasa berdiri dengan penuh keberanian dan kepercayaan diri di bawah sorot lampu. Aku juga terlatih menghadapi banyak tat...