"Ada makanan di belakang dari Tante." Bang Sabda membuatku menunggu hampir satu jam di bengkel, dan nggak langsung meminta maaf.
Dasar!
"Aku nunggu sejam loh, nggak ngerasa bersalah?" Kutanyakan itu dengan nada menusuk begitu masuk mobilnya.
"Ya maaf, aku bikin kamu nunggu lama. Udah gitu nggak langsung bilang maaf, malah nawarin makanan duluan."
Aku tersenyum dalam hati, rasanya seperti berhasil menjinakkan seekor serigala, membuat Bang Sabda menurut padaku adalah sebuah pencapaian.
"Kapan balik ke Depok emangnya?" Aku meraih tas totebag supermarket yang berisi kotak plastik bening. Dari luar sudah kelihatan nasi dengan potongan daging ayam berwarna kecokelatan.
"Tante sama Papa kemaren malem mampir Kosan. Sorry itu makanannya angetan, masih enak nggak?"
Aku menghirup aroma ayam yang ternyata dimasak saus mentega, masih wangi menggiurkan, "Enak banget lah masakannya Tante. Bang Sabda udah makan?"
"Buat kamu aja, aku nggak laper."
"Makan, ntar nyesel." Aku menyodorkan sesendok nasi ke arahnya yang sedang fokus menyetir.
"Nggak, aku nggak suka dipaksa dan disuapin ya. Risih, kayak bocah aja."
Aku udah kebal sama penolakan ini Bang, nggak sekesel dulu. Cuma sekarang jadi penasaran, Bang Sabda kalau sama pacar apa sedingin ini?
Masa nggak pernah ngelakuin hal sepele yang romantis? ah tapi standar romantis tiap orang kan beda-beda ya.
Aku akhirnya asik menghabiskan nasi bekal itu sendirian. "Bang, gimana job sama Irzha? udah diaturin?"
"Baru kemaren ya kamu request. Aku belum kontak Ubay lah." Koneksi kerjasama antara manajer memang hebat, tapi agak mustahil juga kalau aku memaksa Bang Sabda mencarikanku event sepanggung dengan Irzha dalam satu malam. Ini memang akal-akalanku untuk memancingnya marah.
Gila dan aneh sih, akhir-akhir ini kok Bang Sabda makin ganteng dan keren ya kalau lagi marah.
"Secepetnya ya Bang."
"Ngebet amat, cinta yang buru-buru dan berlebihan itu nggak baik. Biasanya sih nggak longlasting."
Kalau dia merasa bisa menyentil egoku dengan berkata sesinis itu, kupastikan balasan kalimatku juga akan menyentil egonya. "Kalau nggak bisa sih nggak papa Bang."
"Lo lama-lama ngelunjak nggak tahu diri ya. Dari kemaren nyindir Gue seolah nggak becus kerja."
Aku tertawa penuh kemenangan. "Emosian banget sih, kayak baru tahu aja kelakuanku."
Dia menarik pipi kananku cukup kuat. "Sakiiiittt." Kubalas dengan meninju lengannya beberapa kali.
Setelah makan, aku menghabiskan waktu dengan scrolling media sosial. Membalas beberapa pesan DM dan komentar-komentar.
Jariku lalu tiba-tiba terhenti saat baru mulai menggeser perlahan story-story yang diunggah temanku. Bila berfoto dengan Irzha dalam pose saling memandang, masing-masing juga memegang botol parfum. Aku tahu ini cuma job endorsment, tapi aku iri setengah mati.
"BANG LIHAT DEH, BILA DAPET JOB SAMA IRZHA. AAAAAAA MAUUUUUU."
Bang Sabda melirik kesal karena aku bereaksi heboh untuk sesuatu yang menurutnya kurang penting. "Yaudah, sabar. Ntar aku usahain."
"Kamu kalah langkah dari Mas Iyan."
Bang Sabda tiba-tiba menekan klakson cukup kencang karena ada seorang pengendara motor yang memotong laju mobil. Dia juga menambahkan makian kasar. "ANJING!"

KAMU SEDANG MEMBACA
SABDA TITAH (selesai)
ChickLitAku, Titah Cinta. Panggung demi panggung adalah duniaku, penuh tantangan yang harus kuhadapi tanpa ragu. Sebagai penyanyi aku terbiasa berdiri dengan penuh keberanian dan kepercayaan diri di bawah sorot lampu. Aku juga terlatih menghadapi banyak tat...