Panggung kecil di taman belakang kantor Arseri ternyata lebih mengintimidasi daripada panggung terakhirku berbulan-bulan lalu di Kasablanka Hall, saat aku mengisi job nyanyi untuk event salah satu perusahaan swasta.
Wajar jika kali ini aku tegang, karena tanpa persiapan apapun aku tiba-tiba ditodong oleh Kak Anggia dan Mas Gavin-produser musik Arseri yang akan menanganiku, untuk unjuk diri di depan para direksi Arserimusik serta talent-talent lain yang lebih senior dariku. Aku harus menyanyikan lagu Kak Kaga yang baru rilis dengan interpretasi atau versiku sendiri.
Mampus, kalau ada fals atau suaraku geter. Bisa habis karier yang bahkan belum kumulai.
Lagu terbaru dari Kak Kaga untungnya sudah sempat beberapa kali kudengarkan. Musiknya yang up-beat itu cocok untuk membangunkan mood di pagi hari. Liriknya juga simple hingga bisa kuingat cepat dengan sendirinya.
Tapi masalahnya, karakter lagu ini terlalu melekat ke suara Kak Kaga. Aku harus obrak abrik nadanya biar jadi versiku sendiri. Aku berpikir keras di dua puluh menit sebelum naik panggung.
Harus kuapakan lagu ini, ayo Ta pakai otakmu!
Akhirnya aku ambil ide nekat dengan mengubah lagu up-beat itu ke arah ballad, dan hanya meminta iringan keyboard saja. Keyboardist Arseri untungnya jago, ia langsung bisa menyesuaikan lagu sesuai permintaanku. Memainkan dengan ketukan tempo lebih lambat.
Saat di atas panggung dan intro lagu mulai mengalun, aku masih sibuk memikirkan improvisasi nada dan penghayatan lagu supaya penampilanku kali ini memukau semua orang yang hadir.
Makna dari lirik lagu ini sebenarnya cukup sedih, tentang cinta sendiri. Cinta bertepuk sebelah tangan. Walau aku belum pernah punya pengalaman merasakannya, aku akan coba membayangkan kesedihan lain untuk masuk ke dalam lagunya.
Bayangin sedihnya nggak punya uang, nggak ada job, nggak ada temen, nggak ada keluarga. Betapa sendirinya hidupmu selama ini Ta. Akan jadi kesedihan sempurna kalau karier yang kamu perjuangkan selama ini juga gagal.
Aku mulai bernyanyi, bagian verse orang-orang terkejut dan masih mencerna. Mataku fokus melihat Kak Kaga yang tampak terpukau.
Oke, paling tidak aku akan dapat tepuk tangan keras dari pemilik lagu ini.
Masuk pre-chorus, orang-orang tampaknya suka dan antusias dengan penampilanku. Yang tadinya masih sibuk mengobrol, jadi diam menontonku.
Waduh, i got the spotlight. Semua orang nonton dan dengerin aku. Harus improve gimana nih? Chorus dibikin gimana ya?
Mampus lupa lirik, isi pakai improvisasi aja. Duh, berlebihan nggak ya?
Nanti di akhir perlu ditutup pakai highnote nggak ya?
Ah, nggak usah deh kalau terlalu banyak teknik rasanya jadi berkurang.Begitu musik berhenti, aku yang masih di atas panggung bisa melihat semua orang yang menyaksikanku bertepuk tangan penuh semangat dan tersenyum lebar. Terutama Kak Kaga, lelaki itu bahkan berteriak. "One more song, one more song."
Aku membungkuk berterimakasih ke penonton dan turun panggung dengan kelegaan luar biasa. Bila, Ivone, Albi, Miska, Gina, talent-talent Arserimusik yang seumuran denganku, dan baru kukenal akrab beberapa hari ini (kecuali Bila tentu saja), semuanya berdiri menyambutku.
Aku duduk lagi menempati kursiku di antara mereka semua dan menerima banyak pujian. Hatiku lega dan senang luar biasa sampai air mataku meluap haru.
"Titah, the next idol."
"Our diva."
"Our Princess."
"Our Sweetheart."
"My Queen."
![](https://img.wattpad.com/cover/374108152-288-k457550.jpg)
KAMU SEDANG MEMBACA
SABDA TITAH (selesai)
Literatura FemininaAku, Titah Cinta. Panggung demi panggung adalah duniaku, penuh tantangan yang harus kuhadapi tanpa ragu. Sebagai penyanyi aku terbiasa berdiri dengan penuh keberanian dan kepercayaan diri di bawah sorot lampu. Aku juga terlatih menghadapi banyak tat...