10.

1.6K 59 9
                                    

Karena tak ada yang spesial dikala jam kerja itu, latar waktu dipercepat sampai jam pulang. Ah, saat semua sudah absen pulang, lagi-lagi menyisakan kami berdua di dalam kantornya. Saat itu, kami berdua tengah mendesain surat undangan pernikahan kami bersama-sama. Gadis itu duduk di pangkuanku, seraya fokus mengerjakan setiap inci desainnya. Lincah jemari dan tangannya bergerak, mouse dan keyboard saling bersahutan.

"Kayak gini bagus gak sih?"

"Mm.. Font-nya ganti, ga cocok pake Times New Roman. Pake yang kayak halus kasar gitu font-nya, Lynn"

"Oh, oke sayang"

Memilih dan mengganti font, sekarang tulisan nama kami berdua sudah tampak menarik.

"Eh btw, kamu tadi udah nelpon papa mama kamu sayang?", tanyaku, berbarengan dengan mendekap dan meletakkan kepalaku pada pundaknya.

"Udah sayang.."

"Katanya gimana?"

"Approve"

"Ha? Approve? Padahal mereka aja belum pernah lihat aku loh yang"

"Siapa bilang? Kamu inget ga waktu papa mama kamu ketemu sama papa mama aku di sekitaran Surabaya? Kalo ga salah tadi kata papa aku, papa kenal banget sama papa kamu. Soalnya tadi aku screenshot foto profil WhatsApp kamu, terus aku kirim ke papa. Alhasil, papa tau. Kata papa, papa kamu itu dulunya temen SMA dia. Yah, begitulah. Hehehe", beber Delynn.

"Sekarang mereka mungkin lagi telponan atau bahkan videocall-an..", imbuhnya.

Wah, entah apakah berkat mata biru nan mujur ini, semua urusanku seolah-olah dipermudah? Entah kebetulan atau memang asli kenyataan.

"Hari pertama, lagi haluin malam pertama kita"

"Apasihh, ahahahahaha. Kecepetan kamu mikirnya sayangggg. Hahaha"

Kemudian dengan sedikit ubahan lagi, hasil akhirnya tampak seperti model surat undangan pernikahan sungguhan.

"Nih. Keren ya, ayy?"

"Iya.."

Berlanjut, aku memindahkan kepalaku ke pundak kanannya.

"Delynn..", panggilku.

"Iya sayanggg?"

"I love you, Delynn"

Gadis itu hanya tersenyum dan mengusap pipiku.

"I love you too, honey.."

"Tapi sebentar, deh..", karena ada yang ia rasa janggal saat mengusap pipiku, ia merasa hangat pada area yang disentuh.

"Ayy, kamu demam?"

"Hm?"

"Gausah pura-pura budeg. Kamu demam, ya?"

"Entah.."

"Kok entah? Badan kamu, pipi kamu hangat iniiii"

"Hangat doang, gapapa"

"Gapapa gimana?! Kamu itu lagi sakittt sayangggg! Ayo pulang!", menyimpan file dan lekas pulang dengan mematikan laptopnya lalu membawanya, segera ia bergegas untuk membawaku pulang setelah lampu ruangan kantor dan pendingin udara dimatikan.

"Tapi kan- aku cuma hangat doang ayy"

"Gaada cerita tapi-tapian! Ayo pulang!"

...

Malam itu, aku merasa semakin tak enak badan. Rasa hangat yang menjalar ini juga membuatku mulai lemas dan sedikit pusing.

"Ya ampun, kamu mah sakit ga ngomong-ngomong sayang.."

Lullaby: My Pervert BossTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang