I'm So Sorry

80 3 0
                                    

Huaah aku mengucek mata.

"Jam setengah 7 nih? Berenang ah!" aku pun membangunkan teman-temanku.

"Woy bangun! Berenang yuk"

"Ahh males" Hanisya langsung menyahut, begitu juga dengan yang lain. Mereka malah menarik selimut kembali.

Akhirnya aku duduk di teras kamar hotel sambil menikmati udara sejuk di pagi hari dan memandangi kolam renang yang indah disana. Aku tidak menyadari bahwa 2 kamar ke kiri ada Azam juga sedang duduk diteras. Tidak sengaja aku melihat dirinya yang sedang bermuka bantal. Ah, so cute.

Azam pun berteriak "Sel!!!"

Aku juga berteriak, semoga tidak membangunkan yang lain, "Apa, Zam?"

"Mau berenang?"

"Yakali berdua doang?"

"Enggak kok, nih sama Paang juga"

"Yakali gua cewek sendiri"

"Ajak temen lo lah" akhirnya dengan paksa aku membangunkan salah seorang temanku yang kelihatannya sedang bermimpi indah, Hanisya.

"SYA! BODAT! BANGUN KEK LO"

"Heh.. hmm.. hoaam" seraya Hanisya mengucek-ucek matanya.

"Apasih, Sel? Lagi mimpi enak juga, tega lo" gerutu Hanisya.

"Eh diajakin berenang sama Azam. YUK!"

"Hah? yaudah deh yuk" aku pun menghubungi Azam untuk segera ke kolam renang.

Setelah siap semua, aku dan Hanisya pun turun ke kolam renang. Sudah ada Azam, Paang, Jawir, dan anak cowok yang lain.

***

"Zam, dingin gaak?"

"Engga, Sel. Nyemplung aja" aku pun memberanikan diri masuk kedalam kolam dan...byur! dingin sekali.

"Brrr.... katanya enggak, orang dingin gini"

"Lama-lama anget kok, Sel"

"Hhhmm iya jugasih" benar juga kata Azam.

Tiba-tiba Hanisya dengann rusuhnya berteriak "Pacaran molo! Pacaran molo! Gak liat lo jones segede gue disini, heh?"

"Gak juga sih, Sya! Gua masih senasib sama lu" aku juga tidak mau kalah dengan Hanisya.

"Tapi bentar lagi kan lo taken Sya, hehe" Hanisya yang meledekku pun langsung nyengir gak jelas dan kabur. Emang dasar bodat!

***

Setelah beberapa menit berenang-berenang tidak jelas, tiba-tiba Azam mengajakku berenang ke sisi samping kolam. Lalu aku dan Azam duduk bersebalahan. Tak ada percakapan, akhirnya aku membuka pembicaraan.

"Zam, mau nanya boleh?"

"Ya boleh lah"

"Enak gak sih pacaran tuh?"

"Enak enak aja. Kenapa? Mau?"

Aku tersontak kaget mendengar pertanyaan Azam. Alhasil aku salah tingkah. "Yaa mau sih. Tapi sampe hari gini gue gak pernah tuh ngerasain yang namanya pacaran"

Seketika Azam terdiam. Aku juga terdiam. Percakapan terasa beku, dan aku mulai kedinginan. Beberapa menit, aku kaget ketika ia menarik tanganku, menatap mataku tajam. Aku tatap matanya kembali, walaupun aku tidak kuat menatap mata Azam yang kelewat indah.

"Sel, maybe its too fast but, i can't lie with my feeling"

Aku tahu kemana arah pembicaraan ini. Hatiku berdegup kencang, sangat kencang. Rasanya aku ingin pipis dikolam renang saat itu juga.

"I love you" ucap Azam dengan nada tulus yang belum pernah kudengar sebelumnya. Tolong katakan kepadaku bahwa pipiku merona. Siapa saja tolong tampar aku agar aku tersadar dari mimpi. 

"I don't know what i suppose to say, Zam" 

"I really love you, Sel. I always care about you is just because i love you" matanya masih menatap mataku. Seperti mimpi tapi ini bukan mimpi.

"You always make me feel special and confidence. Dan gue selalu nyaman ada di deket lo, Sel" begitu yang diucapkan Azam. Walaupun terdengar sederhana tapi terkesan romantis. Aku hanya tersenyum mendengar semua ucapan Azam. Rasanya, dunia hanya ada aku dan Azam, tidak ada yang lain.

"Granadia Sellia" Azam mengucap namaku dengan tepat dan....sexy.

"Yes"

"Would you be my girl?" sungguh, aku tidak dapat berkata apa apa. Lidahku serasa membisu, mataku melotot, nafasku tidak beraturan. 

Terlintas, aku mengingat sahabatku sendiri yang juga menyukai Azam. Aku ingat bagaimana kata-katanya ketika ia sangat menyukai Azam. Aku ingat bagaimana sahabatku menangis ketika Azam dekat dengan cewek lain. Aku ingat sekali ekspresinya ketika ia sangat galau karena Azam. 

Melihat Azam dekat dengan perempuan lain saja ia nangis sesenggukan, apalagi ia mendengar ketika Azam pacaran denganku. 

"Zam....gu-gue" jawabku terbata-bata.

Azam menunggu jawabanku. Ia sangat menantikan jawaban yes dariku. Aku pun menarik nafas dalam dan berbicara

"Gue juga sayang sama lo, Zam. Sayang banget. Tapi apa daya? Disisi lain gue gak mau nyakitin hati sahabat gue sendiri" berat rasanya mengucapkan kalimat ini.

"Maksud lo? Ada orang yang suka juga sama gue?" wajah Azam terlihat hancur, kecewa, ingin menangis, dan marah.

Belum sempat aku menjawab tiba-tiba.........

"Sel.... terima aja" kudengar seseorang berbicara dibelakangku dengan nada seperti orang yang ingin menangis.

Aku menengok kebelakang. Aku melihat wajahnya, terutama matanya. Ya, rasanya ia tidak kuat melihat kejadian ini. Ia ingin menangis, tangisnya akan pecah dalam hitungan detik. Hanisya yang melihat kejadian ini langsung menghampiri orang itu dan mengajaknya pergi dari kolam renang. Namun orang itu mengelak.

"Sel.....tega ya lo sama sahabat sendiri" lalu akhirnya dia langsung pergi meninggalkan kolam renang dengan air wajah super sedih. Aku baru melihat ia sesedih ini.

Azam yang melihat kejadian ini memancarkan wajah yang tidak penuh ketidakmengertian. Sumpah, aku telah membuat bencana. Aku tidak tahu harus berbuat apa. Disisi lain aku ingin sekali menerima Azam, tapi disisi lain aku tidak mau menghancurkan persahabatanku. Someone, please help me.

"Tania? Dia yang lo maksud, Sel? But..... how?" aku sudah membocorkan rahasia Tania. Rahasianya jelas-jelas terbongkar di depan Azam.

Aku terdiam ditepi kolam. Hanisya menyusul sahabatku ke kamar. Azam masih berada di sampingku. Semua terasa gelap, semua terasa berawan. Langit cerah di Bali saat ini aku anggap seperti hujan deras. Dunia seperti akan kiamat. Jujur, aku tidak tahu harus mengatakan apalagi. Semua terlihat jelas, sahabatku melihat kejadian ini dengan jelas. Yang membuatnya menangis mungkin karena hatinya tersayat-sayat ketika mendengarkan perkataan Azam kepadaku.

Tania, sahabatku. Aku telah menyakiti hatimu dan juga perasaanmu. Aku merasa aku telah makan teman. Harusnya aku tidak melakukan ini.

Would you be my girl?

Kata-kata itu harusnya terdengar di telinga Tania. Kata-kata itu harusnya untuk Tania. Kebahagiaan yang kupunya kini harusnya untuk Tania. Aku memang egois, aku memang tidak tahu diri. Rasanya aku ingin ditelan bumi di bagian yang paling dalam. Rasanya aku ingin menghilang begitu saja.


Would You Be My Girl?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang