She Understand

70 2 0
                                    

Keesokan sorenya, aku berada di tepi pantai. Hanya menghirup udara sore hari karena dadaku semakin sesak. Lalu menendang pasir dengan penuh perasaan bersalah. Melihat kebahagiaan orang lain rasanya aku menjadi iri, melihat mereka yang berada di pantai ini bersama pasangannya. 

Karena aku, Cyber akan hancur sebentar lagi. Aku terus manyun, aku telah menghancurkan liburan Tania berkeping-keping. Kalau Azam, aku tidak tahu dia masih ingin bicara padaku atau tidak karena kejadian kemarin, Azam bertanya ke Hanisya yang sebenarnya. Setelah Azam mengerti, wajah Azam tampak muram, begitulah yang dikatakan Hanisya kepadaku. 

Tiba-tiba seseorang mendekat padaku. Aku sudah tahu itu Azam, dan aku tidak menggubris kehadirannya. Ia menyahut namaku, namun yang terdengar hanyalah suara kepedihan. Aku tidak mau bertemu dengannya lagi, demi Tania. 

"Sel!" mendengar itu, aku langsung menjauh. "Tunggu!" Azam berhasil menghentikan langkahku. 

"Zam, no" ucapku yang ingin mengeluarkan air mata. Lalu aku melepaskan cengkeraman tangan Azam.

"So it's all about Tania?" Azam menatapku yang tidak berani menatap wajahnya. Aku terdiam. 

Azam mencoba meraih tanganku namun aku tolak. Tak lama, Azam memelukku dengan erat. Merasakan hangat tubuhnya membuat aku menangis semakin menjadi. Aku sesenggukan, tidak tahu harus bilang apa ke Azam. 

"Jadi begini kelakuan sahabat gue yang nusuk dari belakang" tiba-tiba mereka mendengar seseorang berbicara lantang. 

Aku melepaskan pelukan Azam. 

Tania. Kemarin malam matanya sembap, sekarang makin sembap. Hatinya sekarang hancur berkeping-keping. Melihatku dan Azam berpelukan tadi, hidung Tania memerah. 

Tanpa berbicara banyak, aku tidak bergerak kemana-mana. Semua saraf yang ada ditubuhku serasa mati. 

"Tan.... i don't mean to" ucapku ditengah tangis. 

"Cukup, Sel! Lo ngapain dengerin curhat gue tentang Azam tapi ujung-ujungnya lo malah ngambil Azam. Kenapa lo gak bilang dari awal kalo lo juga suka sama dia? Kalo lo bilang dari awal, gue bisa ngalah......" Tania berhenti sebentar, menyeka air matanya. Lalu ia meneruskan, "Ngalah demi lo, Sel. Gue gak mau lo tersiksa sama perasaan lo sendiri. Gue gak mau persahabatan kita hancur cuma gara-gara satu orang cowok" 

"Tania!" Azam berteriak dengan lantangnya, membuat Tania tersentak. "Jadi lo sayang sama gue?" tanya Azam dengan wajah yang menginterograsi. 

Aku tidak berkata apa-apa dan juga tidak menyangka kalau Azam akan berkata seperti itu. Tania menatap mata Azam dengan tajam. Tania dan Azam menjadi saling tatap-tatapan, tatapan yang mematikan. Why did you say that, Zam? ucapku dalam hati. 

Tania sendiri sudah siap untuk berterus terang. Ia sudah mengumpulkan semua tekadnya berbicara kepadaku dan Azam. Semua ini maunya Tania, ia sadar kalau cemburu bisa menghancurkan semuanya. Dan cowok bukanlah segalanya, masih banyak cowok diluar sana yang bisa Tania idamkan. 

"Iya, Zam. Gue sayang sama lo!" ucap Tania dengan berani. Aku yang mendengarnya langsung melotot dan menganga seolah tidak percaya Tania akan seberani itu mengatakan yang sejujurnya. 

"Tapi gue tau lo gak sayang sama gue, melainkan sama sahabat gue" Azam terdiam. Aku makin mewek dan semakin bersalah

"Udah, gak apa-apa kok kalo kalian mau jadian.... gue rela" volume Tania merendah. Kaki Tania tidak kuat menopang tubuhnya lagi, namun ia berusaha tetap bangkit.  

Azam terheran-heran, sedangkan aku tidak sabar ingin memeluk sahabatku ini karena ketulusannya membiarkanku bersama dengan Azam.

"Sel, gue gak marah kok lo mau jadian sama Azam. Gue malah seneng, gue seneng banget. Jangan sia-siain cowok yang udah sayang sama lo" ucap Tania yang ikhlas mengucapkan itu dari hati.  

"Tan.... lo serius?" 

Tania hanya mengangguk sebagai jawaban diiringi dengan senyum tulus. Kemudian aku berlari menuju Tania, aku langsung memeluk Tania dengan erat. 

"Tania, thanks" lalu aku menangis kejer. 

"No problem" balas Tania sambil mengusap punggungku dengan lembut. 

Kemudian Tania melepaskan pelukanku. Ia mengucapkan kata-kata terakhirnya dari semua masalah ini. "Look at me, Sel!" tatapan aku luruskan ke pandangannya. "Sekarang, lo terima Azam dan jadi pasangan paling bahagia yang pernah gue liat!" kemudian Tania tersenyum. Aku hanya mengangguk terharu mendengar perkataan itu. 

Semua keadaan menjadi ramai, teman sekelas ingin melihat kejadian ini. Hanisya merekam kejadian ini. Para turis pun juga menyaksikan kejadian yang tak akan diulang lagi. 

"Now, Azam" Tania melangkah ke arah Azam. Tania mengeluarkan seusatu dari kantung celananya. Azam hanya diam memperhatikan gerak Tania. 

"Give this to my bestfriend" Tania memberikan sebuah kotak kecil dan membukanya. Isinya cincin. Cincin itu Tania beli saat membeli souvenir di GWK. "Gue beli ini karena gue udah tahu kalo Grasel suka sama lo, dan lo berencana bakal nembak dia. Jadi, ambil ini. Jangan bilang-bilang dari gue ya!" Tania ketawa kecil. 

Azam mengambilnya lalu menyembunyikannya sambil berjalan menuju ke arahku. Aku melihat tingkah laku Azam semakin aneh, yang aku bisa lakukan hanyalah diam. Azam mengambil kedua tanganku dan berlutut. Semua orang yang menyaksikan berteriak. 

"Granadia Sellia, would you be my girl?" ucap Azam dengan tingkah yang romantis. Kotak cincin itu ia buka dan aku sangat kaget. Semua penonton menyoraki aksi ini.  

Sebelum berucap, aku menatap Tania terlebih dahulu seolah mengatakan 'Tan, yakin?'. Tanpa rasa ragu, Tania menangguk seolah mengatakan 'Yakin, Sel'. Lalu aku tersenyum dan kembali menatap Azam.  

"Hhm sorry, Zam. Gue gabisa" ucapku.

Would You Be My Girl?Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang