Senjata cantik kesayangan si Tuan Muda

15 1 0
                                    

Revan menatap 'Senjata'nya yang sedang memukuli beberapa polisi yang mencoba merebut teman temannya.

"Cahya!" Tatapan dingin dari si 'Senjata' membuat Revan yakin ada yang salah pada demo hari ini.

Biasanya ia hanya memukul para aparat mundur, tidak sampai beberapa dari mereka tumbang di bawah kakinya.

Mata merah menyalanya yang tajam dan semakin dingin itu tak membuat Revan takut, ia justru bangga karena sang terkasih yang walaupun seorang 'Senjata' masih memilih kebenaran.

"Libérez-les, Cahya!!" (Lepaskan mereka) Cahya langsung menjatuhkan tubuh aparat itu, tubuh itu langsung terjatuh tanpa adanya kekuatan lagi untuk bangun.

"Sini" Cahya berjalan dengan perlahan, mendekati sang Tuan sebelum kemudian duduk bersimpuh.

Tangan berdarahnya meraih almameter Revan, Revan mengambil kedua tangan kasar itu kemudian membersihkan darah yang menempel di jari jari halus Cahya.

"Boleh Revan cium?"

"Saya milik Anda. Tuan Muda"

Revan memegang kedua sisi wajah yang penuh cipratan darah itu, menatapnya dalam sebelum kemudian mendekatkan wajah keduanya.

Melihat sang Tuan menutup mata, Cahya melakukan yang sama. Para aparat yang melihat langsung mengangkat pentung yang lumayan panjang.

Tanpa banyak suara, tendangan memutar dari Cahya langsung membuat pentungan itu terlempar dan polisi itu terjatuh dengan kepala berdarah.

Revan menyeringai dibalik penyatuan mereka, cukup lama berciuman dan Revan yang pertama memutus tautannya.

Bibir bagian bawah Revan terlihat berdarah, sedangkan Cahya masih sibuk dengan darah Revan di bibirnya.

"Hajar mereka Sayang"

Cahya langsung menyerang aparat barisan depan hingga barisan tengah dan belakang yang tersisa. Wajah datar masih terus ada menunjukkan wujudnya di wajah Cahya.

Selama Cahya mengalahkan aparat, Revan mengambil kembali teman temannya yang sudah ditarik untuk 'diamankan' 15 orang terhitung ia selamat kan.

Sisa 3. Ia menatap wajah Cahya yang sekarang sudah berubah menjadi sumringah. Tangan dan kakinya dengan lihai memukuli dan menendang semua aparat itu.

Seluruh aparat sudah tumbang, Cahya mendekati Revan yang masih menarik brankar pesakitan.

"Andi perlu jahitan di mata! Cepat!" Beberapa mobil ambulans berisi 19 pemuda yang terluka itu pergi ke rumah sakit terdekat.

"Tuan" Revan tersenyum "makasih Sayang" kecupan Revan beri di pelipis si 'Senjata' "sudah kewajiban saya Tuan" Revan tersenyum "Zefran! Bantuin! Ada yang kena gas air mata!" Beberapa orang datang ke barisan medis.

"Sini kak" Revan membopong beberapa orang yang terkena gas air mata lalu diberikan pada Zefran. "Cahya, Sayang. Jangan biarin aparat itu mendekati kita." Cahya mengangguk.

Revan menggigit lidahnya lalu mencium Cahya, jakun Cahya naik turun menelan darah Revan. "Baik Tuan" Cahya berbalik badan, melindungi Revan yang mengobati mahasiswa/mahasiswi yang terkena gas air mata.

Cahya menatap aparat yang semakin brutal, tapi ia senang. Berada di samping Revan semakin membuatnya bersemangat, jika mereka semakin brutal, Cahya juga akan melakukan hal yang sama.

Cahya merasakan ada bahaya, tatapannya meliar, menatap sekitarnya yang dipenuhi aparat di bawah kakinya.

Revan menyadari jika Cahya diam saja, ia melirik sebentar sebelum kembali fokus untuk mengobati orang orang yang luka.

Kumpulan oneshot ritsutturu Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang