Perbekalan

63 6 2
                                    

Perban, plester luka, cairan alkohol, beberapa obat, dan juga kain kassa, satu persatu mulai tersusun rapi pada sebuah tas berukuran sedang yang dipegang oleh Lee Chan. Sebenarnya, keberuntungan yang dimiliki oleh Seungkwan dan Minghao bisa dikategorikan sebagai yang paling baik sejauh ini. Lihat saja. Bagaimana bisa mereka asal memilih ruangan dan menemukan Lee Chan di tengah urgensi yang mereka bawa? Lee Chan adalah tuan rumah di ruang kesehatan ini. Itu artinya, Chan paham betul setiap sisi ruangannya. Begitu juga dia tau apa saja yang harus dia bawa untuk berjaga-jaga.

"Sejak kapan kalian menyadari para monster itu? Lagian, kalian yakin mereka bukan anak teather yang lagi latihan?"

Suara Chan yang tiba-tiba membelah keheningan, membuat semua pasang mata di dalam ruangan menoleh pada sang adam. Seungkwan hanya menoleh sebentar, kemudian kembali sibuk membongkar lemari kayu di pojok ruangan.Sejak tadi, dia sibuk mencari kain dan memotongnya memanjang dengan gunting. Setelah itu, kain itu dililitkan pada siku dan lututnya sendiri.

"Beberapa saat sebelum gue masuk kesini," ujar Seungkwan terdengar acuh.

Seungkwan menyelesaikan seluruh guntingannya pada kain. Kain yang sudah digunting itu kemudian dilemparkan pada ketiga kawannya yang berdiri tidak terlalu jauh darinya. Memang terlihat lebih santai, tapi tentu tetap waspada menanggapi pertanyaan Lee Chan padanya tadi.

"Gue tau kalian pasti merasa pemikiran gue tentang zombie dan game kedengeran konyol. Cuma lo semua bisa denger sendiri di luar sana gimana, kan?," ujar Seungkwan.

Chan, Umji, dan Minghao menerima kain yang diberikan oleh Seungkwan dan dengan serta merta ketiganya menatap Seungkwan dengan tatapan penuh tanda tanya.

"Lo percaya soal zombie itu ada, kwan?," Chan kembali menimpali.

Seungkwan kembali bergerak. Dia beralih pada lemari yang lain dan membukanya. Disana, dia mengambil sebuah botol kosong. Alih-alih ingin menepis pertanyaan Chan, justru suara lain seolah menjawab pertanyaan itu secara otomatis.

"AAAAAAAAAA"

"AAAAAAAAAAAAAAAA"

Semua penghuni ruang kesehatan itu menoleh keluar. Bayangan orang-orang berlari kembali berlalu lalang seperti masih enggan untuk selesai. Seungkwan menoleh lagi ke arah ketiga kawannya. Kali ini, dari raut wajahnya, Seungkwan tidak menutupi rasa ketakutan yang menghinggapinya. Namun terlepas dari itu, bag pahlawan di serial drama lokal, Seungkwan berusaha menahannya.

"Liat, kan? Kalian mau mati? Gue engga, makasih."

Umji sedikit tersentak. Kalau boleh jujur, dia sungguh tidak mengerti apa yang sedari tadi semua orang bicarakan. Tapi mendengar kata "mati", sepertinya tak perlu juga dia tau apa yang terjadi jika opsi yang mereka punya ada kematian di salah satunya. Gadis itu kemudian dengan cepat melilitkan kain yang diberikan Seungkwan tadi di sikunya sendiri.

Ketiga temannya yang lain langsung mengalihkan pandangan ke arah Umji. Dan dengan spontannya mereka semua ikut melakukan persiapan yang sama dengan yang dilakukan gadis satu-satunya itu disana.

Minghao mendekat pada Seungkwan. Kedua sahabat itu saling berpandangan.

"Apa rencana lo, Kwan?," begitu tanya Hao.





























Bagaimana nasib yang lain?





























Mari kita bergeser sebentar. Di belahan dunia yang lain, Seungcheol dan Hoshi secara terengah-engah terus berlari beriringan. Sebenarnya ini bukan sesuatu yang mereka rencanakan, namun sejak di depan kelas Jeonghan dan Jun tadi, Hoshi terus berlari menjauh. Karena situasinya mulai panik, seluruh siswa dan siswi di kelas Hoshi juga ikut berlarian dan berpencar.

SEVENTEEN : Hide 'n SeekTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang