Bab 5: SMA 45

5 4 0
                                    

Pagi yang cerah menyambut hari di SMA Negeri 45, dengan langit biru tanpa awan dan sinar matahari yang hangat. Setelah malam yang tenang dan tidur nyenyak tanpa ada gangguan roh atau kasus misterius, Arka, Raka, dan Sinta datang ke sekolah dengan semangat yang lebih tinggi. Ini adalah salah satu hari di mana mereka bisa menikmati kehidupan sekolah seperti remaja biasa, tanpa harus khawatir tentang roh gentayangan atau makhluk mistis yang perlu mereka tangani.

SMA 45, meskipun sering dihantui oleh kejadian aneh, tetaplah sebuah sekolah dengan banyak cerita yang menggugah perasaan dan kenangan tak terlupakan. Suasana di sekolah itu dipenuhi dengan tawa dan canda khas anak-anak remaja, dan pagi itu tidak berbeda.

Di koridor kelas, Arka berjalan dengan langkah santai bersama Raka, saling berbicara tentang hal-hal biasa—tentang guru, tugas sekolah, dan sedikit mengenai rencana mereka untuk berburu roh malam ini jika ada laporan baru dari organisasi Phantom Hunter. Namun, untuk saat ini, fokus mereka hanyalah menikmati hari sekolah tanpa tekanan apapun.

“Eh, kalian denger nggak? Hari ini katanya ada murid baru lagi yang masuk,” Raka memulai pembicaraan.

Arka mengangkat alis, sedikit penasaran. “Serius? Baru kemarin si Dina pindah ke sini, sekarang ada lagi?”

“Ya, kabarnya sih anak pindahan dari luar kota. Aku nggak tahu detailnya, tapi biasanya kalau ada murid baru gitu selalu menarik perhatian. Apalagi kalau mereka keren atau—” Raka menghentikan kalimatnya dan tersenyum jahil.

Arka tertawa kecil, memahami maksud Raka. “Kamu selalu aja nyari kesempatan, Ra.”

Saat mereka tiba di kelas, suasana ramai sudah menyelimuti ruangan. Beberapa teman mereka sedang berbicara dengan penuh antusias tentang berbagai topik, dari pertandingan sepak bola kemarin malam hingga acara musik yang baru saja ditayangkan di televisi. Sinta sudah duduk di bangkunya, mengeluarkan buku dari tas dan sesekali ikut tersenyum mendengar percakapan teman-temannya.

“Kalian telat,” kata Sinta ketika Arka dan Raka tiba di bangku mereka.

“Ya, ya, kita nggak telat kok, Sin. Cuma... on-time dengan gaya kita sendiri,” jawab Raka sambil tersenyum lebar.

Sinta hanya menggelengkan kepala, tetapi senyum kecil muncul di bibirnya. “Ada yang aneh nggak tadi malam? Aku tidur nyenyak banget, dan itu jarang banget terjadi.”

“Enggak ada, aku juga tidur seperti bayi. Mungkin roh-roh itu lagi kasih kita istirahat,” jawab Arka, meletakkan tasnya di meja.

Suara bel berbunyi, menandakan dimulainya pelajaran pertama. Guru bahasa Indonesia, Pak Guntur, memasuki kelas dengan senyum yang ramah, seperti biasa. Tidak ada yang menyangka bahwa guru yang tampak tenang dan bijaksana ini sebenarnya adalah seorang Phantom Hunter yang memiliki kekuatan besar, seorang tutor yang bertanggung jawab atas tim mereka.

“Kalian semua siap memulai hari ini dengan semangat?” tanya Pak Guntur, membuka pelajaran dengan pertanyaan retoris yang selalu berhasil mengundang tawa dari murid-muridnya.

“Kita siap, Pak!” jawab murid-murid serentak, meskipun sebagian dari mereka jelas-jelas masih terlihat setengah mengantuk.

Seperti biasa, pelajaran Pak Guntur berjalan dengan suasana yang santai namun penuh makna. Dia pandai memadukan pelajaran bahasa dengan cerita-cerita kehidupan nyata yang sering kali membuat murid-muridnya terinspirasi. Namun, bagi Arka, Raka, dan Sinta, ada sisi lain dari Pak Guntur yang hanya mereka yang tahu: kekuatan misteriusnya dan perannya dalam organisasi Phantom Hunter.

Saat jam istirahat tiba, sekolah dipenuhi dengan kehebohan khas SMA. Siswa-siswa berhamburan ke kantin, beberapa bermain basket di lapangan, dan ada juga yang hanya duduk-duduk santai di koridor. Arka, Raka, dan Sinta biasanya memanfaatkan waktu ini untuk bertukar cerita tentang apa yang mungkin mereka hadapi di malam hari. Namun, kali ini, mereka hanya ingin menikmati istirahat tanpa gangguan.

“Kita ke kantin nggak?” tanya Sinta sambil meregangkan tubuh setelah duduk terlalu lama.

Arka mengangguk. “Ayo, hari ini aku yang traktir kopi. Aku butuh banget caffeine boost setelah semalam tidur terlalu nyenyak,” candanya.

Di kantin, suasana selalu ramai dengan canda tawa siswa. Barisan panjang di depan kasir menunjukkan betapa populernya kantin SMA 45, terutama dengan berbagai pilihan makanan yang lezat. Arka, Raka, dan Sinta mengambil tempat duduk di salah satu meja dekat jendela, menghadap ke lapangan sekolah.

“Kamu lihat itu,” Raka menunjuk ke arah lapangan di mana sekelompok siswa sedang bermain sepak bola dengan penuh semangat. “Kayaknya seru kalau kita ikut main. Kita terlalu banyak duduk di kelas.”

Arka tertawa. “Main sepak bola pas istirahat? Bisa aja, tapi aku nggak mau bau keringat pas pelajaran berikutnya.”

“Kamu aja yang malas,” jawab Raka sambil tersenyum lebar.

Mereka bertiga menikmati kopi mereka sambil sesekali membicarakan hal-hal kecil tentang pelajaran dan rencana untuk nanti malam. Suasana santai itu berubah ketika Sinta merasakan sesuatu yang berbeda.

“Eh, kalian merasa ada sesuatu nggak?” Sinta tiba-tiba berbisik sambil memandangi sekeliling.

Arka dan Raka langsung waspada, meskipun mencoba untuk tidak menunjukkan ekspresi yang mencolok. “Kamu merasa apa, Sin?” tanya Arka.

Sinta mengerutkan kening. “Sepertinya ada sesuatu di sekitar sini... tapi aku nggak bisa pastikan. Mungkin cuma perasaanku.”

Raka mencoba mengabaikannya. “Mungkin kita cuma terlalu terbiasa dengan hal-hal aneh. Coba santai dulu, Sin. Hari ini kita rehat, ingat?”

Sinta mengangguk, meski masih tampak waspada. Mereka melanjutkan percakapan santai mereka, berusaha menikmati waktu istirahat tanpa memikirkan hal-hal yang aneh.

Sore itu, kegiatan sekolah berjalan dengan lancar. Tidak ada gangguan atau peristiwa misterius yang mengganggu ketenangan mereka. Arka, Raka, dan Sinta pun menjalani hari itu seperti siswa SMA biasa, terlibat dalam canda, tawa, dan keseruan khas anak-anak remaja. Namun, di balik semua itu, mereka tahu bahwa malam akan segera tiba, dan siapa yang tahu apa yang akan mereka hadapi ketika matahari terbenam.

Terkadang, SMA 45 memang terasa seperti sekolah biasa dengan segala kehebohannya. Tetapi bagi mereka yang memiliki kemampuan khusus seperti Arka, Raka, dan Sinta, tidak ada hari yang benar-benar biasa. Setiap detik adalah persiapan untuk menghadapi sesuatu yang tidak terduga, sesuatu yang hanya bisa dipahami oleh para Phantom Hunter.

Hari itu mungkin tenang, tapi malam nanti, segalanya bisa berubah.

The Phantom HuntersTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang