1. Di Balik Batang-batang Pinus

8 1 0
                                    

Musim gugur, abad ke-19

"Will, tangkap dia!"

Langit menatap dua jiwa muda yang berlari berdampingan. Daun-daun birch yang menguning bertaruh apakah mereka akan berhasil menangkap apa yang mereka kejar. Hari ini, jalan setapak yang biasa dilalui pejalan kaki atau kereta kuda berubah menjadi arena balap lari bagi mereka.

MBEKKK

Hewan bertanduk pendek melesat bagai kilat dalam badai. Bulu putihnya bersinar dibawah elusan mentari. Dua pasang kakinya dengan lincah menghindari batu-batu yang tergeletak di jalan. Sebagai hewan yang terlahir di peternakan, kebebasan ini telah ia tunggu sepanjang hidup.

"Rosie! Berhenti!"

Tapi si kambing putih telah bertekad bahwa tak ada yang akan bisa menghentikannya. Bahkan oleh tenaga tarik pada seutas tali yang mengalunginya.

DUK

"Aw!"

Kaki yang terantuk batu membuat pegangannya pada kalung si putih terlepas dan tubuhnya pun terhempas. Kini si jiwa muda itu tersungkur di tanah.

MBEKKK

Si putih bersorak, mengumumkan kemenangannya pada pohon-pohon pinus di depan sana. Ia berlari semakin kencang dan sosoknya menghilang di antara batang-batang pohon.

"Will, kau tak apa?" Jiwa muda lainnya datang mendekat. Kakinya menendang batu yang membuat masalah ke pinggir jalan.

"Aku tak apa Seph"

Namun sang kakak tak semudah itu percaya pada adiknya yang meringis menahan sakit. Ia menggulung celana kiri adiknya yang tadi menyapa tanah. Ditemukannya luka lebam kemerahan menghiasi lutut yang lebih muda.

"Kau pulang lah Will, minta Ibu mengobatinya" ia melepaskan kembali gulungan yang dibuatnya.

"Rosie?"

"Biar aku yang mencarinya" Dibantunya yang tadi tersungkur agar dapat kembali berdiri tegak. Si bungsu akhirnya bergerak pelan menyusuri jalan yang tadi ia lesati. Si sulung mentapnya dari belakang dengan khawatir. Ia ingin mengantar adiknya dan memastikannya sampai di rumah tanpa adanya luka tambahan. Namun harus ada yang menyelesaikan hal yang membuat mereka tiba di kaki bukit ini.

"Sekarang, kemana kambing nakal itu pergi?" Ia menghela napas. Ia tak melihat ke arah mana hewan ternaknya itu lari. Ia mengambil sebuah ranting kayu dan membawanya naik bersamanya.

"Rosie!"

"Rosie!"

Ia memanggil-manggil si hewan berkaki empat itu, berharap mendengar jawaban berupa embikan walau hanya sekali.

"Kemana dia pergi?" Gumamnya ketika menemukan dua persimpangan. Ranting yang dibawanya ia taruh dengan tegak di atas tanah. Ketika tangannya sepenuhnya terlepas, terjatuhlah si ranting rapuh. Kini benda itu tergeletak menghadap kiri dan kaki dari orang yang membawanya kemari akhirnya berjalan ke arah yang ia tunjukan.

"Seph!"

"Hai, Ben" ia berlari mendekat ketika melihat temannya berjalan dari arah berlawanan.

"Apa yang sedang kau lakukan di sini?" Tanya si teman bertopi jerami yang dihampirinya.

"Aku sedang mencari Rosie"

"Rosie?" Si topi jerami menaikan satu alisnya, bertanya-tanya siapakah yang sedang kawannya bicarakan.

"Salah satu kambing di peternakan, dia lepas" jelas si penyebut nama.

"Apa kau melihat kambing putih lewat di sekitar sini?" Tambahnya kemudian.

Ketika Rembulan Menutup MentariTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang