⚘. Edelweiss

189 19 3
                                    

Di tengah-tengah rindangnya pohon yang menjulang tinggi langkah kaki itu meninggalkan jejak sepatu di atas bumi yang sedikit basah ulah tangisan langit saat malam tadi. Kabut yang cukup tebal menyelimuti segala penjuru membuat mereka harus ekstra berhati-hati mengambil setiap langkah. Belum lagi tas carrier yang bertengger erat pada punggung masing-masing membuat pergerakan mereka dibuat sedikit sulit karena beban yang tak ringan.

Napasnya terengah menghasilkan asap tipis yang berhembus. Sudah cukup jauh mereka berjalan dari pos pemberhentian terakhir yang sekaligus mereka gunakan sebagai tempat bermalam tadi, sebelum setelahnya memutuskan untuk melanjutkan perjalanan mereka tepat pada pukul lima pagi dengan alasan agar tak ketinggalan momen epik terbitnya sang arunika pagi ini.

Semakin lama langkah mereka kian melambat. Sudah lebih dari 30 menit mereka berjalan dengan beban yang cukup berat di pundak.

Sebenarnya perjalanan sejauh ini belum membuat Jay kelelahan, tubuhnya masih terasa bugar– efek dirinya yang sudah terbiasa dengan kegiatan seperti ini. Entah sudah berapa belas puncak gunung yang sudah ia taklukkan, bahkan dengan medan yang lebih ekstrim dari jalanan yang mereka lalui saat ini.

Tapi untuk seorang awam seperti Jungwon tentunya hal seperti ini menjadi permasalahan penting bagi dirinya. Ini adalah untuk pertama kalinya ia ikut mendaki bersama sang kekasih, jelas saja tingkat daya tahan tubuh nya tak bisa disandingkan. Dan hal itu jelas di disadari oleh sang dominan yang berjalan memimpin di depan. Walaupun posisi nya berada sebagai pembuka jalan, tapi Jay tak pernah sekalipun lengah dalam pantauan nya pada si kekasih kecil yang berjalan mengikuti dibelakang nya. Ia yang terbiasa bergerak lihai, dalam perjalanan mendaki nya kali ini langkah kakinya akan menyesuaikan dengan langkah sang kekasih yang tak segesit dirinya.

Maka dari itu, Jay memutuskan menghentikan langkahnya dan membalikkan badan nya untuk menghadap sang kekasih yang kini ikut berhenti.

Jungwon melihat Jay bingung.

"Udah capek ya?" Tanyanya sembari membetulkan letak kupluk yang dikenakan oleh Jungwon agar lebih rapat. Jay tersenyum tipis kala menatap Jungwon yang terlihat begitu lucu karena tenggelam dalam jaket tebal yang membaluti nya. Bahkan kerah jaket berbulu itu sampai menutupi bagian mulut hingga hidung si manis, belum lagi beanie hat abu-abu dan kupluk tebal dari jaket yang membungkus kepala bulat nya membuat wajah juwita itu kini hanya memperlihatkan mata kucing nya saja.

Tangannya beralih menurunkan kerah jaket yang menutupi bagian bawah wajah sang kekasih agar sirkulasi udara tak lagi terhalang. Walaupun samar karena pencahayaan yang kurang, saat ini Jay bisa melihat hidung mungil juga pipi berisi itu memerah sempurna karena hawa dingin, helaan napas yang keluar dari mulut itu pun menghasilkan asap tipis berhembus saking dinginnya.

Jungwon mengangguk atas pertanyaan yang dilontarkan sebelum berucap, "mau minum." Lantas Jay meraih botol minum yang terdapat pada samping tasnya, ia buka terlebih dahulu penutupnya sebelum ia berikan pada sang kekasih yang masih terengah.

"Masih kuat nggak? Kalo masih mending lanjut aja takutnya telat, kamu kan katanya mau liat sunrise." Jay bertanya sembari menatap yang lebih muda menenggak minumnya.

"Mm. Masih jauh nggak?" Tanya Jungwon, tangannya menyodorkan kembali botol minum yang sudah habis setengahnya.

"Tinggal dikit lagi sampe"

"Ya udah lanjut aja kalo gitu, aku masih kuat kok."

Jay mengangguk, "kalo nggak kuat bilang ya?" Pertanyaan yang tak bosan nya Jay lontarkan pada Jungwon sedari mereka memulai perjalanan. Ia hanya tak mau jika kekasih kecilnya tersebut terlalu memaksa kan perjalan mereka.

Jungwon hanya mengangguk kecil sebagai jawaban, lantas keduanya pun melanjutkan perjalanan mereka menuju puncak yang jaraknya hanya beberapa ratus meter lagi.

Oneshot | JaywonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang