⚘. Orasi (revisi)

312 25 7
                                    

(Diubah scene akhirnya.)

Disclaimer!!
- Cerita ini aku buat karena terinspirasi sama masalah yang sedang terjadi belakangan ini. Dimana negara kita sedang berada di kondisi yang begitu krisis.
- Cerita ini di buat bukan semata-mata untuk menyinggung pihak mana pun (boonk sih). Aku sebagai penulis pure hanya ingin menuangkan ide dan imajinasi ku ke dalam buku ini.
- Semoga juga cerita ini bisa mengedukasi para  pembaca yang awalnya menutup telinga dan mata pada konflik negara yang sedang kita alami menjadi lebih aware sama masalah yang ada. Walaupun kita gak bisa turun langsung untuk menyuarakan, kita bisa bantu dengan naikin berita ini di sosmed.
- Cerita ini gak berhubungan sama oneshot demo
- Karena ini cerita fanfic, tentunya cerita ini di rancang dengan bumbu-bumbu kehaluan hehe

Cash (untuk visualisasi aja agar tidack bingung)
Jagatra - Jay
Juny - Jungwon
Neti - Ni-ki
Jaki - Jake
Seno - Sungchan
Satria - Sunghoon
Mahesa - Heeseung










Gelombang awan hitam menyelimuti atap tak berujung seolah turut menggambarkan suasana terpuruknya para rakyat kecil yang berkumpul di jalanan memperjuangkan hak mereka sebagai pemilik tanah air. Suara mereka menggema saling bertumpang-tindih, berteriak begitu bising bak deburan ombak yang tengah marah di tengah-tengah badai besar. Dalam padatnya lautan manusia, wajah-wajah penuh tekad tampak tak gentar meski harus menghadapi jajaran para aparat dengan perisai dan pentungan nya, berdiri dengan wajah pongah seperti anjing penjaga yang siap menyerang siapa saja yang akan menggangu tuan nya.

Suasana jauh dari kata tenang. Tak ada yang saling mau mengalah. Para aktivis, mahasiswa, bahkan sampai jajaran publik figur turut berada dalam garis aksi, tak ada yang membedakan status karena saat ini mereka berada dalam perasaan yang senasib, dimana mereka sebagai rakyat bangsa digeret paksa kedalam permainan kotor para oknum bangsat demi kepentingan dan kepuasan sendiri.

Di sana, di garis garda terdepan, ia dengan beraninya mengorasikan dengan keras di depan gedung yang digunakan sebagai tempat berlindung para oknum utama.

Jagatra Mahardika, begitulah orang-orang mengenalnya. Ketua BEM dari universitas negeri ternama, yang dengan gagah berani ber-orasi dengan keras mewakili para demonstran.

Suaranya dengan begitu lantang memimpin orasi bersama dengan teman-temannya. Tak peduli dengan konsekuensi yang akan didapat, tak peduli saat tubuh itu di dorong kuat oleh para aparat agar mundur. Yang terpenting disini dia berada untuk membela yang benar.

"Kami disini, berkumpul bukan hanya untuk diam dan patuh begitu saja disaat para bajingan berdasi dengan mudah mengacak-acak tatanan negara hanya untuk mencapai kepuasan pribadi! Kami disini, berkumpul bersama-sama menyuarakan hak kami sebagai rakyat yang meminta keadilan. Negara Indonesia, yang katanya adalah negara demokrasi tapi seolah bisu karena dibungkam paksa oleh yang berkuasa. Kini saat nya kita berdiri tegak, kami tak takut untuk melawan ketidakadilan, negara ini hanya milik kami! Kami rakyat Indonesia akan bersama-sama meneriakkan bahwa perubahan itu berada dalam tangan kami! Bukan dalam genggaman para bajingan bangsat yang hanya bisa menggunakan kekuasaan sebagai tameng!"

Di bawah sana, sang juwita menatap khawatir lelaki yang berstatus sebagai kekasihnya itu. Sedari awal ia sudah mewanti-wanti Jagatra untuk tak terlalu keras, takut-takut jika konsekuensi yang akan di dapat akan semakin berat. Namun ia tak bisa mencegah saat melihat kilatan tajam yang mewakili kemarahan para rakyat kecil pada mata elang itu. Juny tahu, sekeras apapun ia menahan Jagatra, lelaki itu tak akan pernah takut untuk mencari keadilan yang diambil oleh para tikus berdasi.

Suasa semakin ricuh saat dimana para aparat mulai menyerang dengan menembakkan gas air mata ke beberapa penjuru, memprovokasi keadaan. Di susul beberapa dari mereka yang mulai maju untuk menyerang para demonstran. Mulai berlaku kasar dan bertindak seenaknya.

Oneshot | JaywonTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang