Jungwon as Juny
Jay as Jagatra
__"Anying lah, emang embung ngeleh polisi na ge. Geus ribut kie lainna dijien kondusif malah ngapropokator. Emang anjing siah monyet!"
(Anjing lah, emang gak mau ngalah polisi nya juga. Udah ribut gini bukannya dibikin kondusif malah nge-provokator. Emang anjing lu monyet!)Juny hanya terdiam mendengar celotehan pemuda berambut hitam itu. Selain tak mengerti apa yang dicelotehkan, ia juga sudah terlalu lelah untuk menanggapi karena sudah terhitung lebih dari dua jam ia dan kawan-kawannya bergelut dalam keramaian mengorasikan suara mereka.
Dan saat ini, Juny dan kawannya yang bernama Sani itu tengah terdampar di pinggir trotoar karena mereka terpisah dari rombongan. Almamater universitas kepenandaan sudah bertengger di kepala Sani untuk menghalau teriknya matahari di siang bolong kala itu. Sedangkan Juny sendiri memilih abai dengan panas yang membuat pipinya memerah juga membuat rambut yang biasanya halus itu menjadi lepek. Tak ingin berbohong sebenarnya dirinya pun sama tak tahannya dengan sang sinar mentari, maka dari itu, kedua kawan itu sedikit menepi guna menghindar dari panas. Posisi mereka saat ini pun berada hanya beberapa meter dari para demonstran di depan mereka.
Juny mengedarkan pandangannya dengan mata yang sedikit disipitkan, keadaan masih sangat ricuh. Para aparat masih dengan keras menahan ratusan pendemo yang sama kerasnya tak mau kalah terus menyuarakan orasi mereka, mewakili para rakyat kecil yang menjadi korban keegoisan para perampok berdasi.
Bahkan panasnya matahari tak membuat para mahasiswa itu mundur. Semakin terik matahari seolah membuat semangat mereka semakin membara.
"Panas banget anying. Ju gue mau beli es dulu lah, lo tunggu sini ya siapa tau nanti kampus kita lewat. Tapi jangan tinggalin gue nanti."
Juny menganggukkan kepalanya tanpa mengucapkan kata sembari menatap kepergian temannya itu. Karena jika boleh jujur saat ini kepalanya sudah terasa pusing karena panas matahari yang seolah menusuk ubun-ubun nya. Tangannya pun sudah beberapa kali mengusap keringat yang mengalir dari pelipis dan dahi nya.
Namun beberapa menit kemudian setelah Sani pergi, keadaan membuat Juny sedikit panik. Di mana ia dapat melihat gerombolan para demonstran mulai tak beraturan disusul dengan suara teriakan yang semakin ribut.
Juny mengambil ponselnya yang ia letakkan di saku almamater, mencoba untuk menelpon Sani karena ia cukup khawatir.
"Ck! Sani selalu susah di hubungi di keadaan yang mendesak kayak gini!"
Sudah beberapa panggilan ia tekan, bahkan pesan teks juga sudah ia kirimkan, namun tak ada balasan sama sekali dari temannya tersebut.
Juny semakin panik saat banyak para mahasiswa yang tak ia kenali berlarian tak tentu arah di susul dengan semprotan air.
Dengan masih mencoba menghubungi Sani, Juny pun memutuskan untuk mencarinya melewati pinggiran trotoar untuk menghindari dari keributan.
Namun karena suasana semakin ricuh dan para demonstran yang tak terkendali. Tubuh yang tak seberapa besar dengan orang-orang di sekelilingnya itu berhasil terseret oleh kerumunan yang tak beraturan.
Juny mencoba mengeluarkan diri dari kerumunan, namun hal itu sia-sia karena tubuhnya malah terdorong-dorong dan terseret semakin jauh kedalam kerumunan.
"Akh!"
Juny panik setengah mati saat tangannya tersenggol membuat ponsel di tangannya terjatuh. Tak ada kesempatan untuknya menyelamatkan benda persegi itu, Juny tak mau tubuhnya terinjak hanya karena mengambil ponselnya yang sekarang entah sudah berada di mana.
KAMU SEDANG MEMBACA
Oneshot | Jaywon
Fiksi PenggemarJaywon oneshot collection. >>> [ BXB / Boys Love / Jaywon ]