“Guk, guk! Chira ... Chira! Liat sini, dong!”
“Chira makan apa hari ini? Wishkas, ya?”
“Itu makanan kucing, Tolol?”
“Lah, emang Chira apaan? Gajah?”
“Permisi, aku mau lewat.”
“Ambil dulu rotinya.”
Pemuda di meja paling belakang mengalihkan pandangannya dari komik di tangan dengan malas. Menyorot kegaduhan di depan kelas, di mana beberapa anak lelaki bersorak heboh untuk seseorang.
Sutan mendapatkannya. Chira Anjani yang baru saja memasuki kelas dengan pandangan tertunduk juga punggung membungkuk. Sebungkus roti nampak digenggamnya erat sembari ia berjalan menuju bangkunya dengan hampir menangis.
Sudah beberapa kali sejak Sutan rutin melihat pertunjukan memuakkan di mana anak lelaki di sekitarnya merundung seorang gadis yang begitu lemah. Namun, sangat cantik. Sutan menebak gerombolan itu adalah orang-orang yang mungkin pernah ditolak cintanya oleh Chira. Jika tidak, mengapa mereka sekejam itu? Chira diperlakukan layaknya anjing yang akan mengejar ranting yang mereka lempar. Sialnya, Chira benar-benar melakukan itu untuk sebungkus roti. Dengan langkah-langkah pendek dan lucunya. Chira benar-benar seperti Puppy.
Chira Anjani sangat pendiam. Mungkin lebih pendiam dari Sutan yang dapat julukan kulkas bocor. Gadis itu seolah diasingkan. Tak ada yang menegurnya di kelas. Dia bahkan ditertawakan hanya karena namanya. Sutan tidak habis pikir dengan pandangan teman-temannya terhadap Chira. Padahal, nama gadis itu manis sekali.
“Seperti orangnya.”
Mereka bertatapan saat Chira mendaratkan pantat di bangkunya. Bibir gadis itu bergetar. Ia seolah menggigil, padahal cuaca sedang sangat terik. Kalimat minta tolong seolah terkunci di bibirnya. Sutan yang terpukau dengan keindahan netra gadis itu harus berpuas hati dengan hanya melihatnya sekejap karena Chira buru-buru menunduk. Dia ketakutan.
“Kamu ... nggak papa?”
Meja mereka bersebelahan. Gadis itu menoleh dengan terkejut. Ia lantas menatap sekeliling bingung. Seolah mencari tersangka lain yang bisa meyakinkannya bahwa bukan dirinya yang tengah Sutan tanyai. Namun, kala itu hanya ada dia. Saat menerima situasi itu, dia nampak menghela napas pasrah. Melihat reaksinya, Sutan tersenyum.
“Kamu cantik, Chira,” katanya.
Sayang, nampaknya Chira tidak menyukai pujian Sutan. Ia langsung mengabaikan pemuda tampan itu dan bibirnya bertahan mencebik hingga jam pulang sekolah. Karena itu, Sutan tersenyum-senyum sendiri dibuatnya.
Hari ke empat, Sutan mulai jengah.
Entah sejak kapan Chira Anjani menjadi bulan-bulanan teman sekelas, terutama anak lelaki yang begitu pengecut. Serigala-serigala itu mempermainkan seekor kelinci. Sudah begitu tak satu pun yang mau peduli. Chira Anjani mendarat di tempat yang salah. Bidadari secantik itu tidak seharusnya berkumpul bersama preman.
Hari ini ada jam olahraga. Tepat seperti dugaan Sutan, Chira sangat cantik dengan kaos dan celana training biru langit. Ia menguncir rambut panjangnya yang biasanya tergerai dengan jepit rambut lucu sehingga nampaklah lehernya yang jenjang dan bahunya yang lurus pun kecil. Dia sangat cantik bak bunga tulip di taman Belanda. Penampilan Chira sangat mirip idol Korea. Kemarin di nampak seperti gadis polos nan lugu. Hari ini dengan penampilan seperti itu dia nampak seksi. Namun, lagi-lagi tangan-tangan nakal berusaha mengganggunya.
“Sini, gue ajarin.”
“Tolong, jangan sentuh.”
“Apanya yang bisa disentuh? Dada lo rata!”
KAMU SEDANG MEMBACA
ANGEL FROM HELL
Teen Fiction"Aku adalah angin yang sedang mencari jalan menuju kebebasan. Mungkin ... melalui mereka berdua."