Happy reading!!
"Masih belum ada kabar juga? Lo gak mau nyamperin?"
Ares mendongakkan kepalanya menatap satu temannya yang baru saja datang dari arah dapur sambil membawa dua cangkir kopi.
Ares hanya menggeleng lemah. Ia mengalihkan pandangannya ke ponselnya yang menampilkan kontak seseorang yang membuatnya frustasi hampir satu bulan ini.
Mana janjinya yang mengizinkan Ares untuk menemui putrinya? Hanna bahkan tidak bisa di hubungi sejak perempuan itu angkat kaki dari rumah.
Awalnya Ares berpikir kalau Hanna masih butuh waktu. Tapi panggilan dan pesannya tidak di gubris sama sekali sampai sekarang.
Hal itu membuat Ares panik seketika. Ia terus berusaha menghubungi Hanna sampai hari ini, tapi tidak mendapatkan jawaban yang ia inginkan. Ares merindukan putrinya, sekaligus ia merindukan Hanna juga. Ia ingin bertemu dengan mereka berdua.
"Samperin aja, Res. Gue rasa Hanna udah keterlaluan sampai ingkar janji begini." Ujar Danny yang sudah kasihan dengan temannya yang sudah persis seperti mayat hidup.
"Gue gak berani, Dan. Ck! Gue takut Hanna marah."
"Ya, lo mau sampai kapan kayak gini terus? Lo bahkan gak kerja, lo mau perusahaan lo bangkrut?"
Ares mengacak rambutnya frustasi. Rasanya ia ingin mengamuk melampiaskan rasa frustasinya sekarang. Ia sudah sampai di titik tidak tahu lagi harus berbuat apa.
Benar kata Danny, dirinya bahkan sampai tidak pergi kerja. Bagaimana bisa ia fokus kerja kalau isi kepalanya hanya lah Hanna dan Alana, putrinya.
Danny sampai geleng-geleng kepala melihat temannya ini. Jujur ia kasihan sekaligus geram dengan Ares. Ares yang sekarang bukan seperti Ares yang ia kenal. Bahkan laki-laki itu berubah seperti orang linglung setelah di tinggal oleh Hanna.
Benar-benar Ares yang ada di depannya ini adalah Ares terbodoh yang pernah ia kenal. Tidak pernah sekalipun terpikirkan oleh Danny kalau dirinya akan melihat temannya yang jenius luar biasa ini menjadi mati kutu karena perempuan.
"Udah, gue udah gak tahan lagi. Ikut gue sekarang."
Ares menoleh ke arah Danny yang berdiri dari duduknya. Tangan Ares langsung diseret oleh Danny untuk keluar dari rumah.
"Mau kemana?!" Tanya Ares dengan suara panik.
"Lo gak bisa diem aja gini, kita cari tahu Hanna dimana atau sekalian kita samperin aja si Hanna."
Ares langsung menarik tangannya dari cengkraman Danny. Ia menatap tajam ke arah Danny yang ia rasa sudah lancang.
"Gue gak mau! Gue mau nunggu Hanna sampai ngehubungin gue atau sampai angkat telfon gue, gue gak mau ganggu dia!"
"Sampai kapan?! Lo gak sadar dia udah ingkar janji? Kalo dia mau ngehubungin lo, gak akan sampai selama ini lo nunggu. Tiga minggu lo nungguin dia! Lo mau jadi pengecut terus kayak gini?!"
Danny berteriak di depan Ares sampai membuat Ares terdiam. Dirinya sudah pusing karena masalah Hanna, kali ini dia malah di paparkan fakta kalau ia sangat konyol selama tiga minggu ini.
Ares menggelengkan kepalanya lesu. "Lo gak tau ancaman Hanna buat gue apa, Dan."
"Apa emang? Dia gak mau nemuin Alana sama lo? Lo ayah nya Alana, gak mungkin Alana lupa sama lo. Kalo sampai Hanna gak mau nemuin lo sama anak lo, kita bisa rebut Alana dari Hanna."
"Gue gak mungkin ngelakuin itu! Gue tau sesayang apa Hanna sama Alana. Gue gak mungkin mau nyakitin Hanna maupun ngelukain anak gue karena dipisahin dari Mama nya."
KAMU SEDANG MEMBACA
It Was End - Jihoon
Fiksi PenggemarKalau saja malam itu Ares tidak menerima ajakan untuk makan malam dengan kolega nya dan memilih untuk pulang ke rumah menemui istri dan anaknya, mungkin rumah tangganya masih tetap bertahan sekarang. ― 100% fiction, cheating, family issue.