Dia ingin memanggil, ingin mendekat, tapi kakinya terasa berat, seolah-olah diikat oleh rantai tak kasatmata yang mengikatnya ke masa laluSebuah mobil hitam melaju perlahan memasuki halaman kastil yang tua dan angkuh, menebarkan debu yang diam membisu selama bertahun-tahun. Hawa di sekitar terasa berat, seolah napas masa lalu yang terlupakan mulai terbangun kembali.
Langit menggelayut rendah, kelabu pekat mengancam cakrawala. Gemuruh menderu, menggulung-gulung di angkasa, seolah memanggil badai yang tak kunjung turun. Entah kenapa, Elowen merasakan sesuatu yang aneh dalam dirinya. Raganya yang sudah lama menjadi bayangan di antara dunia ini tiba-tiba terasa seolah-olah jantungnya kembali berdetak, mengirimkan aliran kehidupan yang telah lama hilang. Gelisah menyelimuti perasaannya. Dari jendela yang retak, dia melihat beberapa orang turun dari mobil dan melangkah memasuki kastil, membawa serta aroma masa kini yang mencemari aroma keabadian tempat itu."Apakah mereka pemilik baru rumah ini?" Elowen bergumam dalam hatinya, suara batinnya bergetar antara rasa ingin tahu dan kekhawatiran. Dia berjalan perlahan menuju tangga, langkah-langkahnya seperti angin yang berhembus lembut-tak terlihat, tak terdengar, namun ada. Sejak berabad-abad lalu, tidak ada yang bisa melihat keberadaannya, hanya bayangan yang melintas di antara sinar dan bayangan.
"Alaric, lihat! sepertinya itu lampu gantung zaman dulu?!." Suara seorang gadis muda terdengar, suaranya melengking ringan saat menunjuk ke arah langit-langit kastil yang tinggi.
"Sepertinya begitu, terlihat antik" sahut pemuda di sampingnya, mengenakan jaket berbahan polyester berwarna hitam, sibuk mengamati sekeliling ruangan dipenuhi debu dan kenangan tersembunyi.
Elowen berbalik cepat, matanya membelalak mendengar suara pemuda itu. Ada sesuatu dalam suaranya, sesuatu yang tidak asing, sesuatu yang menggetarkan. Dia menatap pemuda itu dengan lebih jelas. Saat pemuda itu berbalik, mata Elowen terbuka lebar, tubuhnya mematung dalam keterkejutannya. Memori lama berputar cepat di benaknya, seperti potongan-potongan gambar yang menari di bawah cahaya redup.
"Tuan Lief?" bisiknya, nyaris tak terdengar. Pandangannya tertuju pada pemuda yang berdiri di sana, begitu mirip dengan seseorang dari masa lalunya. Wajahnya, postur tubuhnya, bahkan cara pemuda itu mengamati sekeliling dengan mata penuh rasa ingin tahu. Semua itu membawanya kembali ke saat-saat yang sudah lama hilang, saat-saat yang menyimpan kebahagiaan dan kesedihan sekaligus.
Namun, pemuda itu tidak bisa melihatnya. Tidak ada yang bisa melihat Elowen, hanya bayangan yang terpantul samar di cermin yang retak. Dia adalah roh yang terjebak antara masa lalu dan sekarang, terperangkap dalam kenangan yang tak bisa dilepaskan. Tapi saat ini, ada sesuatu yang berbeda. Ada sesuatu yang membuat jantungnya yang lama mati tiba-tiba terasa hidup kembali, berdebar dengan gairah yang terlupakan.
Elowen melangkah lebih dekat, ingin memastikan apa yang dilihatnya bukan hanya sekadar ilusi dari rindunya yang mendalam. Pemuda itu menatap langsung ke arahnya, tapi tatapannya menembus, seolah dia tidak ada di sana. "Apa mungkin... kau kembali?" gumam Elowen, suaranya hanyut dalam gemuruh debaran jantungnya yang mengalir kembali dengan kekuatan yang tak terduga.
Elowen mengikuti pemuda itu yang diketahui bernama Alaric ke setiap sudut rumah tua itu, melayang di belakangnya dengan mata yang tidak berhenti menatap penuh rasa tanya. Siapa dia? Mengapa dia begitu mirip Leif? Langkahnya, gerakannya bahkan ekspresi wajahnya, mengingatkannya pada masa-masa dulu. Rasa rindu dan kesedihan membanjiri hatinya, namun juga ada secercah harapan yang ia takuti untuk dirasakan.
Dengan hati-hati, Elowen mendekatinya, tangan transparannya terulur, berusaha menyentuh wajah yang tampak begitu akrab namun juga asing. Namun, ia tidak bisa merasakannya. Tangannya menembus udara kosong, tanpa bisa menyentuh kulit Alaric yang hangat. Air mata jatuh dari mata Elowen, menetes perlahan, meskipun ia tak lagi memiliki tubuh untuk merasakannya.
"Tuan, ini saya. Apa kau bisa melihatku?" bisik Elowen, suaranya gemetar, penuh harap. Tetapi, suaranya hanya bergaung di udara kosong, seperti angin yang melewati ruangan. Alaric tiba-tiba berhenti, alisnya berkerut. Ia merasakan sesuatu. sebuah perasaan aneh, dingin, seolah ada suara lembut yang memanggil namanya. Namun, ia tidak melihat apa pun. Kepalanya menoleh, mencoba mencari asal perasaan aneh itu, namun hanya ada keheningan dan dinding-dinding kosong yang menatapnya kembali.
Rasa penasaran dan ketakutan melintas di wajahnya. Apa ini hanya imajinasi? Atau ada sesuatu di rumah ini yang belum ia ketahui? Elowen hanya bisa berdiri di sana, tak berdaya, berharap dan menunggu, meskipun ia tahu kenyataan yang pahit: bahwa ia tetap tak terlihat, tak terdengar, dan mungkin, selamanya tak terjangkau.
Malam mulai merayap, dan kediaman keluarga Fitz masih dipenuhi kesibukan. Ruang demi ruang ditata, lampu-lampu dipasang oleh Alaric, yang tampak sibuk merangkai cahayanya di sudut-sudut rumah tua itu. Namun, ada sesuatu yang mengganggu pikirannya sejak pertama kali ia melangkahkan kaki ke sini. Seperti ada bayangan yang tak kasat mata, selalu mengikutinya, namun saat ia menoleh, tak ada siapa pun di sana. Sebuah keheningan yang aneh dan dingin, seakan-akan dinding-dinding rumah itu menyimpan rahasia yang abadi.
Alaric mencoba mengabaikan perasaannya, melanjutkan pekerjaannya. Namun, perasaannya benar. Elowen, dalam bentuk yang tak terlihat oleh mata manusia, selalu berada di dekatnya. Matanya yang sayu terus mengawasi Alaric, langkah demi langkahnya tak pernah lepas dari pandangannya. Ia terikat pada sosok pria itu, mencari jawaban atas kebingungannya yang semakin mendalam.
"Kenapa mereka begitu mirip?" Elowen membatin, hatinya bergetar dalam kesedihan dan keingintahuan. Apakah pria ini adalah Lief yang pernah ia kenal, atau hanya bayangan dari masa lalu yang kini hadir dalam wujud lain?
Alaric, yang tengah berdiri di atas kursi untuk memasang lampu di langit-langit, tiba-tiba merasa tubuhnya goyah. Keseimbangannya hilang, dan ia nyaris terjatuh.
"Hati-hati!" teriak Elowen, tapi suaranya lenyap dalam kekosongan udara, tak mampu menembus dimensi Alaric. Namun, entah bagaimana, Alaric terdiam. Tubuhnya membeku di tempat, dan ia merasakan sesuatu yang ganjil. Seperti ada bisikan halus yang memanggilnya. Tangan Alaric refleks meraba leher belakangnya, dan bulu kuduknya berdiri.
"Apa rumah ini berhantu?" gumamnya pelan, merasa kehadiran yang tak terlihat namun begitu nyata. Matanya menyapu ruangan, mencoba mencari jawaban pada bayang-bayang di sekitarnya, tapi yang ia temui hanyalah kekosongan dan keheningan yang tak nyaman.
Namun, Elowen tetap di sana. Ia menatap Alaric dengan intens, mencoba menghubungkan titik-titik yang memisahkan masa lalu dan masa kini.
KAMU SEDANG MEMBACA
Elowen
RomansaElowen, roh wanita yang telah mendiami rumah bergaya Neoclassical selama berabad-abad, adalah pelayan setia seorang pemuda bangsawan bernama Leif. Cintanya pada sang majikan tersembunyi di balik tatapan lembut dan pengabdian tanpa henti. Namun, takd...