Bab 31 - Nyanyian dari Pulau Putih

2 1 0
                                    

Bab 31 - Nyanyian dari Pulau Putih

I hope you enjoyed this story. If you'd like it, you can like, comment, and follow the author.

*****

Seluruh manusia setuju bahwa mereka tidak akan pernah bisa melawan kekuatan alam. Tapi bagi Archer, bila ia tidak dapat melawannya, maka ia akan hidup selamanya dalam penderitaan.

Archer membenci alam sama seperti ia membenci orang yang tidak mau menurutinya. Sayang sekali alam tidak bisa diancam seperti orang-orang. Alam punya kehendaknya sendiri. Archer tahu dia tidak akan pernah bisa mengendalikannya. Tetapi, kalau ia tidak bisa membuat alam menuruti kehendaknya, maka ia akan melawannya.

Begitulah lahirnya menara penangkal hujan. Bangunan yang dilengkapi teknologi amat canggih yang mampu melawan kuasa alam. Namun, ternyata perhitungannya salah. Alam masih jauh lebih kuat. Dan sekarang kota yang dibangunnya dengan jerih payah itu diporak-porandakan oleh bencana alam seperti mainan.

Di ruang kantor Archer, mereka berkumpul. Dari balik dinding kaca, kabut putih tebal menelan kota Neo. Sudah dua jam sejak listrik padam dan membuat ruangan terasa gelap. Deru hujan terus meraung dan mengisi keheningan di antara mereka. Tidak ada yang tertarik untuk berbicara. Semuanya hanyut dalam benaknya masing-masing.

Archer yang berdiri jauh dari mereka, matanya lelah akibat terlalu lama menatap layar gadget. Diliriknya penuh harap ujung layar ponselnya, tidak ada sinyal. Kemungkinan sinyal tidak akan muncul sampai bencana alam ini berhenti. Seketika dilemparkan gadget nya ke atas meja kerjanya yang kosong. Lalu ia menjatuhkan tubuhnya ke kursi putar dan menopang kepala yang terasa berdenyut dengan kedua tangan.

Bersender di dinding kaca, Bonita duduk bersandingan dengan Utan. Gadis itu menyenderkan kepalanya ke lengan Utan yang kekar dan hangat. Bonita memberengut sedih, merasa bersalah telah menyeret hewan-hewan ke kota. Sementara itu, Utan terus memikirkan nasib teman-temannya, berusaha percaya bahwa mereka ada di tempat aman dan terlindung dari amukan alam.

Kid duduk di depan Utan. Lelaki itu bersender di sebuah meja, ditemani Escanor yang duduk di sisinya. Dia bengong menatap badai hujan yang tidak kunjung mereda. Kepalanya seakan ditusuk-tusuk paku kecil. Penduduk kota, para hewan dan robot hewan di luar sana, pasti amat ketakutan dan sedang menjerit meminta pertolongan. Sementara ia ada di sini, berada di tempat aman dan terlindung dari serangan badai. Kid mengepalkan kedua tangannya, kecewa pada dirinya yang tidak dapat berbuat apa pun. Escanor yang bisa memahami perasaannya, seketika menggosok kepala ke tubuhnya, berusaha menghiburnya.

"Apa cuaca di kota memang selalu mengerikan seperti ini?" tanya Utan.
Seketika semua langsung berpaling menatap tajam Utan.

Utan menelan ludah, pasti ia telah menanyakan sesuatu yang salah. "Maafkan aku," katanya dengan penuh menyesal.

"Baru kali ini," ujar Archer dengan nada yang suram. Seketika hewan itu tertegun menatapnya. "Hujan deras selalu melanda kota Neo, tapi biasanya tidak akan bertahan lama. Kalau pun badai hujan, Badan Meteorologi pasti akan memberitahuku sehingga aku dapat memberitahu penduduk kota untuk tetap di rumah. Hari ini aku mendapat informasi akan datang hujan, tapi mereka tidak bilang akan badai hujan disertai angin kencang. Jangan berpikir ini salah mereka, mereka selalu memberi informasi yang akurat."

"Kota Neo sangat luar biasa," ucap Utan, membuat Archer mengerutkan kening. "Kalian bisa memprediksi cuaca dan mengantisipasi adanya bencana."

Sang RosesWhere stories live. Discover now