8 | Kajian

5 0 0
                                    

Matahari sudah mulai merangkak naik. Langit biru berpadu dengan awan tipis itu seolah siap menyambut setiap manusia untuk memulai hari baru. Jalanan terlihat tak seramai biasanya meskipun hari ini adalah hari Ahad. Harinya orang-orang untuk beristirahat.

Sangat berbeda dengan yang dilakukan Aina dan bundanya di hari ini. Sesuai janjinya dengan Rayyan kemarin, Siska bersedia untuk mengisi acara kajian yang dilaksanakan oleh UKMnya Rayyan. Kini mereka berdua telah sampai di serambi Masjid Darussalam. Terlihat beberapa panitia menyambut kedatangan Siska dan juga Aina. Jamaah kajian juga sudah mulai banyak berdatangan, bahkan beberapa dari mereka juga sudah menempati tempat yang telah disediakan, seolah siap menerima setiap materi yang akan disampaikan nantinya.

Aina menempati barisan paling depan. Sebenarnya tadi ia sudah akan duduk di belakang, namun beberapa panitia mengarahkannya untuk duduk di depan bersama beberapa tamu VIP lainnya. Ah, suasana setenang ini, Aina jadi merindukan suasana di ma'hadnya dulu. Salah satu momen yang akan selalu Aina ingat selalu.

Acara dimulai dengan penampilan dari grub al-banjari UKM. Terlihat mereka lelaki bersepuluh sudah duduk di depan dengan rapih, dengan formasi lima vokal di depan dan lima penerbang di belakang. Melihat itu Aina seakan diajak untuk de javu dengan sesuatu di masa lalu.

Allahumma sholli wa sallim 'ala sayyidina Muhammad

.......

Deg. Aina dapat merasakan ada debaran ketika salah satu vokalisnya itu melantunkan suluk sebelum mulai melantunkan syair sholawat. Ah, kenapa aku malah memikirkan dia?

Maula ya sholli wasallim daiman abada

'Ala habibika khoiril kholqi kullihimi.

Blammm... baru dua bait yang vokalis itu lantunkan, namun sudah mampu membangkitkan ingatan yang selama ini selalu berusaha Aina lupakan. Entah mengapa setiap mendengar syair sholawat itu, ingatannya jadi melayang pada sosok munsyid muda yang juga salah satu keluarga kyai di Ma'had Al-Mubarokah, tempat dia menimba ilmu dulu.

Seorang lelaki yang mampu menerbangkan ribuan kupu-kupu di dalam perutnya kala itu. Lelaki itu tak salah. Semua salah dirinya. Dia terlalu melambungkan angan dan harapan tinggi, hingga pada akhirnya ia harus terjatuh pada luka yang sulit ia obati.

Lelaki itu tak banyak tingkah, dia bahkan mungkin tak mengenal dengan jelas siapa itu Aina. Mereka hanya beberapa kali berkomunikasi. Yang pertama ketika Aina dipercaya menjadi salah satu pemateri di acara kajian ma'had dan yang kedua ketika Aina tanpa sengaja melemparkan kayu ke kepalanya.

"Aina, itu musang yang nyuri sendal kita!" teriak Hanifa sembari menunjuk ke arah musang yang di mulutnya terdapat sandal. Hanifa yakin musang itulah dalang di balik hilangnya sandal beberapa hari terakhir.

Sejurus kemudian Aina mengambil sebuah kayu dan melemparkan ke arah musang, namun sialnya kayu itu malah salah sasaran.

"Aww..." terdengar suara orang mengaduh kesakitan.

Hanifa dan Aina saling bertatapan. "Gus Ahmad!" teriak keduanya. Mereka pun segera bergerak menuju ke sumber suara.

Seseorang yang dipanggil Gus Ahmad itu tampak memegangi kepalanya, membuat Hanifa dan Aina ketakutan jika akan dimarahi. Hanifa dan Aina saling dorong tak berani meminta maaf. Akhirnya Aina lah yang harus mengalah.

"Ngapunten Gus, saya nggak sengaja. Tadi mau lempar ke musang yang nyuri sandal, Aina nggak tahu kalau ada njenengan Gus," cicitnya.

"Musang? Nyuri sandal?" tanya Gus Ahmad heran.

Aina mengangguk cepat.

"Yasudah, kalian balik aja sekarang. Nanti saya yang laporan ke Pak Yudi, kok bisa ada musang nyuri sandal," ucap Gus Ahmad seolah tak ingin memperpanjang masalah.

Di Balik mimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang