4 | Oh Namanya Kak Habibi

13 0 0
                                    

Sabtu kemarin adalah hari terakhir Aina menjalankan rangkaian acara OSPEK. Terhitung sudah dua bulan OSPEK dilaksanakan, mulai dari OSPEK universitas, OSPEK fakultas, dan juga OSPEK jurusan. Semua kegiatan itu benar-benar menguras tenaga dan waktu Aina. Tiada hari tanpa keluhan bagi Aina ketika pulang dari kampusnya.

Perkuliahan yang juga berjalan seiring OSPEK membuat Aina mau tidak mau harus membagi pikiran dan waktunya untuk mengerjakan semua tugas yang telah diberikan. Tak jarang Aina merengek kepada Bundanya karena merasa lelah dengan kehidupan awal masa perkuliahan yang seakan dihantam berbagai tugas. Di waktu itulah Lia dan Hazna berperan seperti moodbooster sekaligus alarm bagi Aina. Untung saja mereka bisa berada dalam satu kelas dengannya.

Ini adalah hari pertama Aina berkuliah tanpa dibayang-bayangi dengan kegiatan OSPEK. Tentunya Aina akan bisa belajar lebih fokus lagi. Hari ini hanya ada dua mata kuliah dan jam terakhirnya berakhir di pukul 12.00 tadi.

"Mau langsung pulang?" tanya Lia.

"Nggak tahu."

"Kantin dulu yuk," ajaknya.

"Hemm, boleh deh."

Mereka memilih untuk datang ke kantin saja. Karena ini bersamaan dengan jam istirahat maka tak heran jika meja di sana hampir penuh. Hanya tersisa satu meja saja, itupun di dekat gerombolan laki-laki. Jujur saja Aina sedikit ragu.

"Ayok, aku laper banget," ucap Hazna.

Akhirnya Aina memilih untuk mengekor saja ke mana arah kaki Hazna. Mereka kemudian memesan beberapa makanan dan minuman.

"Jadi gimana, mau ikut tari apa nggak? Kata salah satu senior kemarin pendaftarannya mau ditutup loh. Aku sih udah daftar kemarin," perkataan Hazna menghentikan gerak tangan Aina yang hendak membuka tas untuk mengambil buku.

"Duh gimana ya... Emang harus banget ya lepas kerudung kalo lagi bawain tari tertentu?" tanya Aina bimbang.

"Kamu 'kan tahu sendiri kemarin pas kita tanya emang begitu peraturannya. Kamu bisa kok tetep pake ciput ninja kan sama-sama nutupi leher, terus nanti juga pake manset yang warna kulit aja Ai. "

"Ya sama aja sih kayak lepas kerudung. Entar kerudungnya nggak nutup dada, belum lagi manset yang menyerupai warna kulit, ishhh... nggak bisa aku. Yaudah deh aku nggak jadi ikut," pungkasnya.

Berpakaian seperti yang dikatakan Hazna tadi jelas bukan Aina sekali. Gadis itu bahkan takkan berani keluar kamar jika tidak mengenakan kerudung yang menutup dada ketika saudara yang bukan mahramnya datang ke rumah. Apalagi untuk menari yang mana akan disaksikan banyak pasang mata. Aina sangat paham dirinya takkan cukup mampu untuk melakukan itu karena malu.

Aina selalu teringat perkataan Ayahnya tentang bagaimana ancaman Rasulullah yang tekandung dalam hadis yang bersumber dari Abu Hurairah RA, Rasulullah SAW bersabda:

"Ada dua golongan penghuni Neraka, yang belum pernah aku lihat, yaitu (1) Suatu kaum yang memegang cambuk seperti ekor sapi. Mereka mencambuk manusia dengannya. Dan (2) wanita-wanita yang berpakaian tetapi telanjang, ia berjalan berlenggak-lenggok menggoyangkan (bahu dan punggungnya) dan rambutnya (disasak) seperti punuk unta yang condong. Mereka tidak akan masuk Surga dan tidak akan mencium aroma Surga, padahal sesungguhnya aroma Surga itu tercium sejauh perjalanan sekian dan sekian." (HR. Muslim)

Adapun yang dimaksud dengan berpakaian tetapi telanjang yakni mereka berpakaian tetapi tidak menutupi auratnya, karena pakaian itu ketat dan memperlihatkan lekuk tubuh, atau karena terlalu tipis jadi tidak menutupi auratnya. Ada yang mengatakan juga pakaian terlalu pendek atau menyerupai warna kulit. Wallahu a'lam bishawab.

"Kalau gitu ikut BEM atau HIMA aja Ai, kamu 'kan pinter cocoklah sama mereka-mereka." Hazna mencoba memberikan saran.

Aina yang tadinya menyeruput es teh mendadak terbatuk-batuk. "Ogah, mending jadi mahasiswa kupu-kupu," tolak Aina mentah-mentah.

Di Balik mimpiTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang