Cassie kembali ke meja dengan Leo, hatinya berdebar. Ia masih memikirkan percakapannya dengan keluarganya, yang membuatnya semakin merasa tertekan. Setiap langkah menuju meja terasa berat, seperti ada beban emosional yang mengikat kakinya. Beruntung ada rekan kerja Leo yang menghentikannya untuk berbicara. Namun ia tetap tidak bisa mengabaikan tatapan Leo yang penuh kewaspadaan, yang sepertinya semakin menajam.
Di tengah kekacauan emosional yang melanda, Cassie bertemu dengan seseorang yang tidak pernah ia kira akan muncul kembali di hidupnya—mantan pacarnya, Ryan. Ryan berdiri tidak jauh dari tempatnya, berbicara dengan beberapa tamu dengan penuh percaya diri. Cassie merasa jantungnya berhenti sejenak ketika matanya bertemu dengan mata Ryan. Rasa canggung dan kekhawatiran menyapu dirinya. Dia tidak tahu apakah perasaannya saat ini adalah campuran antara kegembiraan karena bisa bertemu orang yang dikenal atau kekhawatiran yang mendalam tentang bagaimana Ryan akan bereaksi jika mengetahui situasinya.
"Cassandra?" Ryan mendekat dengan senyuman lebar. "Tidak kusangka kita bisa bertemu di sini. Kamu terlihat... berbeda."
Cassie merasakan darahnya mengalir cepat. Dia tahu betul bahwa Ryan masih menyimpan perasaan terhadapnya, meskipun hubungan mereka telah berakhir dengan penuh drama. Ryan adalah seseorang yang obsesif, dan pertemuannya sekarang menambah beban pikirannya. Dia tahu bahwa jika Ryan menyadari situasinya, segala sesuatunya bisa menjadi lebih rumit.
"Ryan," ucap Cassie dengan nada yang berusaha santai. "Kamu di sini juga?"
Ryan mengangguk dan melihat ke arah Leo. "Aku lihat kamu datang bersama seseorang. Apakah semuanya baik-baik saja?"
Cassie merasa hatinya bergejolak. Ia merasa dilema antara keinginan untuk meminta bantuan Ryan dan ketakutan akan konsekuensinya. Ryan bukanlah seseorang yang bisa dipercaya sepenuhnya, tetapi saat ini, dia adalah satu-satunya yang bisa membantunya keluar dari situasi ini.
Cassie melihat ke arah Ryan, berharap menemukan jawaban yang bisa menenangkan keraguannya. Ryan menatapnya dengan mata yang penuh pengertian dan mungkin sedikit keinginan untuk membantunya. Namun, Cassie merasa ragu untuk melibatkan Ryan, mengingat bagaimana hubungan mereka berakhir.
"Aku..." Cassie ragu-ragu, tidak tahu harus mulai dari mana. "Aku... butuh bantuan. Aku harus keluar dari sini." Suaranya terdengar lebih mendesak daripada yang dia harapkan.
Ryan tampak terkejut, tetapi ekspresi wajahnya menunjukkan bahwa dia bersedia membantu. "Kalau begitu, mari kita pergi. Aku akan membantumu."
Cassie merasakan ketegangan dalam tubuhnya saat dia mengikuti Ryan menuju pintu keluar. Semua terasa begitu tertekan—tapi saat ini, tidak ada pilihan lain. Ryan dengan cepat menunjukkan jalan menuju pintu belakang, jauh dari kerumunan tamu dan Leo yang mungkin mulai curiga. Cassie berusaha menenangkan dirinya, meskipun jantungnya berdebar sangat cepat.
Di lorong yang gelap, Cassie merasakan perasaan campur aduk—antara rasa lega karena mendekati kebebasan dan ketidakpastian tentang bagaimana Ryan akan membantunya. Ryan tampak tenang, tetapi Cassie bisa merasakan ketegangan di bawah permukaan.
"Di sini," bisik Ryan, membuka pintu kecil menuju area luar. Cassie dapat melihat mobil Ryan yang terparkir tidak jauh dari situ. Mereka hampir berhasil.
Namun, saat mereka melangkah keluar, suara tembakan tiba-tiba menggema di udara. Cassie hampir tidak percaya telinganya—suara yang menembus keheningan malam dan mengguncang kepercayaan dirinya.
"Jangan bergerak!" teriak Ryan sambil menarik Cassie menjauh dari pintu. Cassie melihat ke arah pintu utama gedung dan terkejut melihat Ana terjatuh di lantai, darah mengalir dari bahu Ana. Miguel berdiri di sana, wajahnya marah, dengan pistol di tangan. Cassie melihat bayangan hitam dari sosok misterius di belakang Miguel, tampaknya musuh terbesar Miguel.
Cassie merasa seperti dunia berputar di sekelilingnya. Kegembiraan karena berhasil kabur berubah menjadi kepanikan dan kesedihan yang mendalam. Ana, sahabatnya, tertembak—dan ini adalah hasil dari sesuatu yang lebih besar dari apa yang dia bayangkan.
"Apa yang harus kita lakukan?" Cassie berteriak kepada Ryan, terisak oleh rasa panik yang tak tertahan.
Ryan tampak kebingungan sejenak, kemudian menatap Cassie dengan penuh tekad. "Kita harus membantu Ana. Dia tidak bisa mati di sini," kata Cassie panik.
Cassie tanpa berpikir langsung berlari ke arah Ana, meskipun Ryan berusaha menahannya. "Ana!" teriaknya, jatuh di samping sahabatnya. Ana masih sadar, matanya terbuka lebar dengan rasa sakit dan kebingungan.
"Ana, bertahanlah!" Cassie memegang tangan Ana yang bergetar, air mata mengalir di pipinya. "Kita akan mendapatkan bantuan."
Miguel dan musuhnya tampaknya berdebat sengit, dan Cassie bisa melihat Miguel merasa tertekan. Dalam kekacauan itu, Cassie merasakan dorongan yang kuat untuk menyelamatkan Ana—meskipun harus menghadapi bahaya besar.
"Aku tidak bisa membiarkan ini terjadi," kata Cassie pada Ryan, suaranya penuh tekad. "Bantu aku mengangkat Ana. Kita harus membawanya ke tempat aman."
Ryan mengangguk dan bersama-sama mereka berusaha mengangkat Ana, berjuang melawan ketegangan dan ketidakpastian. Dalam perjalanan ke tempat aman, mereka merasakan rasa panik semakin meningkat. Suara tembakan masih terdengar, dan Cassie merasa bahwa setiap langkah mereka penuh dengan ancaman.
Akhirnya, mereka menemukan tempat perlindungan di sebuah ruang bawah tanah gedung yang tidak terlalu jauh. Cassie segera mengambil telepon dan menghubungi ambulans, sementara Ryan menjaga pintu dari kemungkinan ancaman.
Ketika ambulans tiba, Cassie merasa sedikit lega, tetapi hatinya tetap gelisah. Ana dibawa pergi ke rumah sakit, dan Cassie tidak bisa berhenti berpikir tentang apa yang telah terjadi. Kesempatan untuk kabur mungkin hilang, tetapi satu hal yang pasti—Cassie telah memilih untuk melawan, bahkan jika itu berarti menghadapi ketidakpastian besar di masa depan.
Cassie menatap ke arah gedung tempat pestanya, dengan rasa kesedihan dan keberanian yang campur aduk di dalam hatinya. Di tengah kekacauan, dia tahu bahwa dia harus terus berjuang untuk sahabatnya dan dirinya sendiri.
KAMU SEDANG MEMBACA
Prigioniera
ChickLitKarena berani menolong sahabatnya yang kabur dari cengkeraman mafia, Cassandra Clark harus menanggung akibatnya. Gadis pemberani ini kini terjebak di bawah kekuasaan Leonardo Bianchi, tangan kanan mafia yang kejam.