⋆.˚third🦋༘⋆

643 65 1
                                    



⋆

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


"hoek, argghwj, hahh hahhh...." Ia tersentak bangun, tangannya refleks meraih lehernya yang terasa nyeri. Luka bekas tebasan pedang ayahnya sendiri sudah sembuh dengan sempurna.

"HAHAHA," tawa sarkastisnya pecah.

"Gila, benar-benar gila," gumamnya.

"Aku ingin pergi dari sini... Aku sudah berusaha berkali-kali, tapi tetap saja tidak bisa," ujarnya putus asa.

"Aku mencoba beradaptasi, tapi selalu berakhir dengan masalah. Dihukum mati? Sungguh konyol."

Ia duduk di tepi ranjang, menatap kosong ke depan. Kematian ke sekian kalinya ini terasa begitu nyata. Rasa sakit akibat pedang yang menggorok lehernya masih terasa jelas.

Miranda, wanita yang selalu menemaninya, berdiri di sudut ruangan. Ia tersenyum lembut, seperti biasa. Namun, sebelum Miranda sempat berbicara, pemuda itu menutup mulutnya dengan tangan.

"Begini... aku selalu berulang kali mati, tapi kenapa aku tidak mencoba membunuh orang dan lihat apa yang terjadi..." gumamnya sambil tersenyum tipis.

Tanpa ragu, dia menusuk pisau ke perut Miranda.

Darah segar bercucuran mengenai wajahnya yang pucat. Dengan cepat, dia berpura-pura panik, berlari sambil menjatuhkan pisau di tengah jalan.

Saat bertemu orang-orang, dia menangis sejadi-jadinya. Pesona pangeran yang sedang berduka membuat semua orang terkesima. Mereka berkerumun, menanyakan apa yang terjadi.

Namun, pemuda cantik itu hanya diam, air matanya terus mengalir. Dia berlari menuju kamarnya, berharap para pelayan mengikutinya.
Sesampainya di kamar.

dia berteriak, "Tunggu apa?!" Matanya melotot

"Jelas-jelas aku sudah membunuhnya! Seharusnya dia ada di kamar, berlumuran darah! Tapi ini apa?" batinnya geram.

Adra menatap tubuhnya sendiri dengan bingung. Di mana darah yang seharusnya menggenang di piyamanya yang putih? Pakaiannya bersih tanpa noda sedikit pun.
Dia menoleh ke arah para pelayan.

Tatapan mereka kosong, seolah tak ada kehidupan. Ketakutan menjalari tubuhnya. Ia mundur perlahan, tubuhnya bergetar hebat.

Saat rasa takut mencapai puncaknya, tiba-tiba kesadarannya sirna.

Ada kekuatan tak kasat mata yang merenggutnya, membuatnya jatuh terkulai tak berdaya.

────୨ৎ────

I want to go backTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang