"Emh."
Baru saja akan mengatakan kata, tapi Jay terus saja membungkam mulut Jake. Entah hanya dengan kecupan bersuara ringan atau ciuman yang didominasi oleh pria Lee. Mungkin benar jika Jay mencintai Jake, tapi benarkah itu cinta yang sesungguhnya? Atau tidak mungkin hanya penasaran lagi dan lagi.
Meninggalkan pemikiran yang ada pada benak Jay, kini nyatanya kedua tangan Jay mulai bergerak. Kancing seragam berwarna putih yang mulai dilepas diiringi suara desahan tertahan dari si manis. Menyadari ciuman yang sudah berlangsung satu menit, Jay jauhkan wajahnya. Ia tatap kedua mata Jake yang ketakutan terhadapnya.
"Lucu banget, Jake. Lu lucu banget."
Begitu katanya sebelum Jay kembali memberikan kecupan ringan, tapi kali ini leher Jake menjadi sasarannya. Jake berusaha mendorong tubuh Jay, akan tetapi perbedaan badan yang lumayan jauh membuat Jake kesusahan. Ia bisa berteriak, tapi itu juga akan membuat masalah yang baru.
Satu kecupan terakhir pada pundak Jake menimbulkan bekas kemerahan. Jay bawa pandangannya pada pemandangan indah di depannya. Jake yang rambutnya menutupi sebagian wajah cantiknya, bibir yang sudah tebal menjadi semakin tebal, hidung yang memerah dan jangan lupakan kedua mata Jake yang telah mengalirkan air matanya, entah, Jay tidak tahu sejak kapan Jake-nya menangis.
Jake-nya ya?
Jay mengukir senyuman kecil, "Cantik. Lu selalu cantik."
Jake menitihkan air mata lagi, "Aku benci sama kamu. Benci."
"Iya, benci gue sampai lu mau hancurin gue ya? Tapi sebelum lu hancurin gue, gue yang bakal bikin lu hancur duluan, sayang."
Lawan dari bicaranya menggeleng, "Aku harap kamu mati."
Senyuman yang tadinya diberikan hanya untuk Jake harus menguap. Hanya tersisa tatapan datar yang Jake sendiri tidak bisa mengungkapkannya, apakah Jay sedang marah? Benci? Jake senang jika Jay juga membencinya, dengan begitu mereka akan berjauhan.
Jay kembali mengecup bibir Jake yang menutup kedua matanya. Begitu kecupan itu selesai, keduanya mendengar bel masuk telah berbunyi. Jay kesal, kenapa 30 menit berlalu secepat itu. Padahal dia baru saja bertemu dengan Jake 10 menit yang lalu.
Jay berbisik tepat pada samping telinga Jake, "Lu punya gue dan cuma punya gue."
Menyadari Jake yang kembali menangis, jujur saja Jay membenci tangisan itu. Maka ia pergi meninggalkan Jake sendirian di kamar mandi. Melihat Jay yang sudah pergi, Jake meluruhkan badannya. Ia terduduk di toilet yang ia gunakan untuk bermain sudoku tadinya. Ya, niatnya hanya sendirian tapi Jay berhasil menemukannya.
Tidak ingin terus menerus dalam toilet, Jake keluar dari biliknya. Tentu setelah ia membenarkan posisi kemejanya dan memilih untuk mengancingkan kancing paling atas untuk menutupi apa yang Jay lakukan tadi.
Setelah memastikan semuanya rapi, ia tersenyum kemudian berkata, "Kamu baik-baik saja, Jake."
Ia bawa langkahnya untuk keluar dari kamar mandi dan baru 5 kali melangkah ternyata seseorang memanggilnya dari belakang. Ia tidak berbalik, karena orang itu berjalan di sampingnya. Ya, mereka akan berjalan bersama.
"Kamu darimana aja Jake?"
"Itu di kamar mandi aja, kamu darimana? Kok dari arah gudang sih, Won?"
Jungwon menggeleng, "Nggak apa-apa."
"Minimal kalo pacaran tuh di cafe gitu, ini malah di gudang."
"Ya kali Jake, aku sama kak Sunghoon 'kan masih sekolah. Nggak bisa keluar."
Jake mengangguk, "Begitu ya. Kirain boleh keluar."
Sebelum mereka menaiki tangga, Jungwon menggenggam pergelangan tangan Jake. Tentu saja Jake yang sudah menaiki satu anak tangga menjadi berhenti. Ia berbalik, memasang raut wajah bingung.
KAMU SEDANG MEMBACA
OBSESSION
Romance[FOLLOW DULU BARU BACA] Pagi yang diisi oleh kejahilan Jay membuatnya dengan sang sahabat, Sunghoon, harus melaksanakan hukuman dengan membersihkan halaman sekolah. Akan tetapi sesuatu menarik perhatian Jay. Keinginannya yang tidak pernah diabaikan...