#01. Indahnya Kamu dari Sudut Pandangku

52 5 0
                                    

“If loving you was a crime, I would be a criminal.”

·········⋆༺𓆩❀𓆪༻⋆·········

Mentari tampaknya sedang bersuka hati, sebab teriknya membakar kulit hingga berapi-api. Dirasa malas, sang awan tak berkenan muncul barang segenggam kapas. Sang bayu juga rupanya tak berminat untuk menderu.

Perpustakaan menjadi tempat pelarian dari panas yang mengerikan. Tempat di mana Bima sering menatap lurus penuh sayang pada gadis yang sementara ini masih belum menjadi miliknya.

"Mending aku join Minat Bakat apa Band SeSuara?" tanya Bima, sembari menumpu dagu dan memandangi si gadis yang menurutnya ibarat Barbie di dunia nyata.

Ah, lihatlah betapa cantik rambut lurus yang terikat dalam sebuah cepol berantakan, berhias jepit rambut merah muda yang menahan agar poni si gadis tak menutup pandangan. Kulitnya bak putih susu, bersinar dengan sweater merah muda yang baru dibeli Minggu lalu.

Ketika jari-jari lentik itu menari di atas papan ketik, Bima rasa hatinya ikut tergelitik. Akan sesempurna apa jika tangan itu berada dalam genggamannya?

"Udah berapa UKM yang kamu ikutin, Bim? Baru kemarin kamu daftar Himpunan, Minggu lalu udah Pramuka," Bianca menghentikan gerakan, memusatkan atensi pada laki-laki di hadapan.

"Yaa, nggak pa-pa. Nambah relasi," balas Bima dengan santai. Sebelah tangannya meraih cup es teh yang ada di meja, menyeruput minuman dingin yang ternyata sudah tidak dingin lagi.

Ah, sudah berapa lama mereka berdiam diri di tempat ini? Waktu berlalu begitu cepat bagi Bima yang suka memandang lamat-lamat.

"Relasi kamu udah banyak, kali. Lagian, emang nggak capek harus ikut kegiatan sana-sini?" tanya Bianca keheranan.

"Aku gabung ini-itu buat bantu kamu, Ca."

Ingin rasa Bima melontarkan jawaban itu, namun segera ia telan balik. Ia tak mau Bianca tahu bahwa segala sesuatu yang ia lakukan selama ini adalah bentuk usaha dalam rangka membantunya.

"Capek dikit," jawabnya singkat.

Bima sudah cukup lama mengamati Bianca. Bagaimana si gadis dikucilkan berkat rupa dan talentanya yang luar biasa, bagaimana Bianca berlagak baik-baik saja dalam keterpurukan yang merajalela. Gadis dengan sejuta bakat itu dipukul mundur oleh rasa tak percaya diri dan dipaksa sadar bahwa ia selalu sendiri.

Gadis itu sudah cukup terluka, semesta. Bima ingin menjadi perisai akan kejamnya dunia, melindungi si gadis dari segala luka dan menjaga senyum cantik bak bidadari surga yang setiap saat mengobati lelahnya.

Mau ditatap dari sudut pandang siapa saja, perilaku Bima memang terang-terangan menunjukkan rasa suka. Namun, entah mengapa Bianca sama sekali tak pernah terlihat peka.

"Aca, coba pakai kacamata," celetuk laki-laki itu.

Bianca mengernyit bingung. "Tiba-tiba banget?" herannya, namun tetap meraih kacamata di sebelah laptop dan memakainya.

Haha, lengkung bahagia seketika terukir pada kedua sudut bibir Bima. Ia mendengus geli, menertawakan diri sendiri yang lagi-lagi jatuh hati.

Melihat betapa menawan sosok gadis di hadapan, Bima perlu satu detik untuk mengalihkan pandangan, sekadar menemukan ketenangan agar tak membuat gaduh seisi perpustakaan.

Dengan satu kali deham, Bima kembali memaku pandang. "Kamu ... cocok pakai itu," pujinya.

Bianca tersenyum tipis. "Iyakah? Niatnya mau ganti, sih. Ini kacanya udah kotor banget, jadi agak kuning warnanya."

Perihal Jatuh SukaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang