8 - Melonggarkan Batasan

4K 447 79
                                    

🔞BE WISE!🔞

"Terkadang, ada suatu masa dimana kita harus berani untuk melonggarkan diri dari batasan-batasan yang telah dibuat. Dengan begitu, suatu keberanian untuk mencoba hal baru akan muncul. Walaupun tidak nyaman dan cukup menganggu pikiran. Tapi tebak untungnya apa? Perkembangan."

Senandung Semu

8. Melonggarkan Batasan.

Keserakahan adalah kabut beracun yang paling membutakan manusia.

Setidaknya begitulah yang Bharata ingat betul-betul dari wejangan lampau mendiang ayahnya, Sang Wisnu.

Sebagai putra tunggal dan pewaris utama, Sang Wisnu selalu memastikan Bharata untuk bisa mendapatkan pendidikan moral terbaik yang datang tidak hanya dari akademi dan pendidikan, melainkan langsung dari dirinya selalu ayah kandung.

Ia tidak melakukan itu tanpa tujuan. Harapan besar yang ia tumpangkan kepada Bharata bukanlah sekedar titipan. Wisnu menaruh kepercayaan besar kepada putra tunggalnya itu, agar kelak jika Bharata mewarisi tahta, Jatikusumo akan selalu mempertahankan integritasnya dengan netral di tengah derasnya arus persaingan kotor antar banyak keluarga konglomerat dalam negeri saat ini.

Awalnya, Bharata tidak mengerti betul arti sebenarnya dari wejangan itu. Namun setelah mendiang Ayahnya tiada, dan kewajiban berat yang mengatasnamakan Jatikusumo ditumpuk pada punggung kecilnya, Bharata mulai merasakan benar bahwa keserakahan bisa membutakan. Menghancurkan segalanya.

Berkarir lama dalam dunia militer tentu membuat Bharata menjadi lebih awas terhadap hal-hal yang bersumber dari sifat tamak manusia. Korupsi mungkin sudah biasa. Namun ada satu dosa paling besar dari pengkhianat negara yang tidak akan pernah bisa Bharata ampuni sampai mati.

Nepotisme.

Melihat panjangnya dosa beruntut yang bisa ditimbulkan dari praktik tersebut, kembali membuat darahnya mendidih.

Terlewat munafik jika ia menampik bahwa sistem di dalam instansinya sendiri adalah yang paling bersih. Hal semacam itu merupakan kelumrahan yang biasa Bharata temui dalam belasan tahun perjalanan dinasnya.

Logikanya bermain realistis, ia tidak akan mungkin bisa menjelma sebagai hakim suci untuk mengadili satu persatu penjahat negara yang merongrong struktur instansinya terlalu dalam itu. Terlalu beresiko.

Orang-orang seperti mereka tentu memiliki kelompoknya sendiri, begitu terorganisir dan ambisius, memastikan satu dan lainnya tetap dalam posisi utuh, aman dari hukum negara yang terus menerus mengintai.

Entah apapun resikonya mereka tidak peduli, bahkan jika menyangkut nyawa sekalipun.

Maka Bharata memilih diam. Dalam amarah yang menggemuruh itu, ia tidak bisa bergerak banyak.

Sejak kemerdekaan negara didapat, Jatikusumo telah disumpah untuk tetap bersikap netral, tenang, dan tidak provokatif sebelum pemerintahan sendiri yang memberikan instruksi.

Ada etiket khusus yang mengukung Bharata erat-erat. Hal sama yang juga ditetapkan negara kepada empat keluarga konglomerat lain, guna mencegah kestabilan negara ikut goyah.

Tapi kali ini, ia sudah benar-benar muak.

Menyesap cerutunya kasar, Bharata mengetatkan rahang. Menatap tajam pada beberapa berkas yang telah ditumpuk di atas meja rapat. Rama baru saja mengabarkannya, bahwa Irjen Harun Suwiryo sekaligus adik ipar dari perdana menteri, telah mengambil alih langsung investigasi kasus kecelakaan kuda di istana negara yang telah terjadi beberapa minggu lalu.

Senandung SemuTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang