3: Naruhina #2

107 1 0
                                    

Dua hari setelah kejadian Hinata gagal kembali memberi surat bersama Ino, kehidupan Hinata kembali berjalan seperti biasa-sepi dan dipenuhi kekhawatiran yang berputar di pikirannya. Meski suasana hati sempat membaik setelah ngobrol dengan teman-temannya, ketidakpastian tentang Naruto tetap menghantui setiap langkahnya.

Pagi itu, matahari bersinar cerah, angin musim gugur bertiup lembut, dan dedaunan mulai menguning di pepohonan di sepanjang jalan menuju kampus. Hinata berjalan pelan, menatap tanah, tangannya mencengkeram erat tas selempangnya. Meskipun ia sudah menyiapkan surat cinta lainnya untuk Naruto, keberaniannya masih saja goyah setiap kali dia melihat Naruto di kejauhan, tertawa bersama teman-temannya.

Ino, seperti biasa, selalu penuh semangat dan ceria. Dengan langkah cepat dan penuh energi, Ino langsung menggandeng tangan sahabatnya, membawanya ke arah kampus. "Hinata, hari ini kamu harus lebih semangat, ya! Kamu nggak boleh terus-terusan begini. Naruto nggak akan tahu perasaanmu kalau kamu nggak ngasih tahu dia."

Hinata hanya tersenyum lemah dan mengangguk pelan. Di satu sisi, dia tahu Ino benar. Namun, di sisi lain, rasa takut ditolak masih begitu besar. Apalagi, setiap kali ia melihat Naruto dikelilingi banyak orang, rasa rendah diri itu kembali muncul. Bagaimana bisa dia berharap Naruto akan memilihnya, ketika jelas-jelas banyak gadis lain yang lebih berani dan percaya diri sudah berusaha mendekatinya?

Setibanya di kampus, suasana pagi yang cerah berubah menjadi lebih ramai. Mahasiswa berlalu-lalang, beberapa bercanda di antara koridor, sementara yang lain sibuk dengan buku-buku dan laptop mereka. Di salah satu sudut kampus, Hinata melihat Naruto, seperti biasa, sedang tertawa bersama Shikamaru dan Choji. Pandangannya segera terpaku pada sosok pria berambut pirang itu. Hatinya mulai berdebar-debar, seperti selalu terjadi setiap kali dia melihat Naruto.

"Hinata, sekarang saatnya!" Ino berbisik, menyadari Hinata sedang memandangi Naruto dari kejauhan. "Ini kesempatanmu! Cepat sebelum dia pergi!"

Namun, Hinata tetap terpaku di tempatnya. Kakinya terasa berat, seolah-olah ada sesuatu yang menahannya. Ino mendesah, tapi dia tetap sabar. Dia tahu, meskipun Hinata ingin memberikan surat cinta itu, rasa takut di dalam dirinya masih terlalu kuat.

Di tengah kebingungan Hinata, tiba-tiba ada suara dari belakang mereka. "Hey, Ino, Hinata!"Mereka berdua menoleh dan melihat Kiba, teman satu kelas mereka, mendekat dengan senyum lebar di wajahnya. Kiba, dengan rambut coklat berantakan dan sikap ceria yang tak pernah berubah, adalah salah satu teman lama mereka sejak masa sekolah. Dia selalu membawa aura energi positif ke mana pun dia pergi.

"Apa yang kalian lakukan di sini? Mau ikut latihan sore ini? Tim basket kami lagi butuh penonton nih," canda Kiba, sambil mengedipkan mata pada Ino.

Ino tertawa kecil, "Latihan basket lagi? Kamu nggak pernah capek ya, Kiba? Tapi sorry, kayaknya aku ada janji sama Sai sore ini. Mungkin Hinata bisa datang?"

Hinata langsung panik mendengar namanya disebut, tapi sebelum dia bisa mengatakan apa-apa, Kiba sudah menatapnya dengan senyuman penuh semangat. "Ayo dong, Hinata! Udah lama nggak liat kamu di lapangan. Kamu bisa sekalian ngasih semangat ke Naruto, kan?"

Wajah Hinata memerah seketika mendengar nama Naruto disebut. Dia tidak tahu harus berkata apa, sementara Kiba hanya tertawa melihat reaksinya. "Tenang aja, aku cuma bercanda. Tapi beneran, kalau kamu ada waktu, datang aja. Kita butuh suporter nih!"

Setelah Kiba pergi, Ino menatap Hinata dengan ekspresi penuh arti. "Kamu denger itu, kan? Kesempatan emas, Hinata! Kalau kamu nggak bisa ngasih suratnya sekarang, gimana kalau nanti setelah latihan?"

Hinata hanya bisa mengangguk ragu. Dalam hati, dia tahu mungkin ini adalah kesempatan bagus untuk lebih dekat dengan Naruto. Tapi tetap saja, ketakutannya masih menahan setiap niat baik yang ia coba kumpulkan.

Naruto Hinata: A Part Of Konoha GirlxBoy lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang