4: Naruhina #3

551 24 2
                                    

Sasuke memasang wajah gusar, sedari tadi temannya yang bodoh selalu mengeluh tentang apa yang terjadi beberapa hari terakhir. "Kau berhenti menggangguku atau kutendang pantatmu keluar dari sini."

"Cih, teman macam apa kau, teme? Tidak berperi-pertemanan," Naruto mendelik, merasa frustrasi. Tidak ada dari temannya yang membantu dia keluar dari tekanan yang diberikan oleh Hyuga Neji.

Catat, sejak beberapa hari lalu, dia bertemu dengan Neji setelah Sai, si teman tak tahu diri, melaporkan bahwa adiknya menangis karena ulah Naruto. Bagaimana anak orang mau dia buat menangis kalau kenal saja tidak?

Beberapa hari ini, Naruto mau tidak mau merangkap menjadi asisten a.k.a babu tuan muda Hyuga itu selama tiga minggu. Jika tidak, dia akan membuat Naruto mengulang satu semester karena bersikap melawan aturan. "Cih, dasar Neji sialan, nepo baby. Bisa-bisanya dia menyalahgunakan kekuasaan sebagai anak dekan untuk membuat aku mengulang semester ini."

Naruto berkemas dan dengan sengaja melempar bekas botol Coca-Cola yang ia minum ke arah Shikamaru, "Dasar kau tukang tidur! Awas kalau kau meminta bantuanku untuk pura-pura datang ke rumah Temari nee-san, tidak. akan. pernah. lagi. aku. bantu."

Shikamaru menguap, matanya masih setengah tertutup. "Hentikan drama ini, Naruto. Lagipula, kau bisa mengatasinya. Cobalah berbicara yang baik dengan Neji. Siapa tahu dia tidak seburuk yang kau kira."

Naruto mendengus. "Berbicara? Dengan Neji? Dia sudah membuat hidupku menjadi neraka. Apa kau tahu betapa tidak nyamannya menjadi asisten dia?"

"Kalau begitu, ubah pandanganmu. Cobalah untuk memanfaatkan situasi ini," saran Sasuke sambil menyandarkan punggungnya di dinding. "Jadikan Neji sebagai motivasi untuk lebih baik."

Naruto mengernyit. "Maksudmu, aku harus menjadi lebih baik hanya karena dia menyuruhku? Tidak ada cara!"

"Jadi, apa rencanamu? Terus-menerus mengeluh dan berharap semuanya akan baik-baik saja?" Sasuke menatapnya tajam. "Kau perlu menghadapi kenyataan."

Naruto terdiam sejenak, merenungkan kata-kata Sasuke.

"Ingat, Naruto. Terkadang, kita harus berhadapan dengan orang-orang yang tidak kita suka untuk tumbuh," Shikamaru menambahkan. "Jadi, lakukan yang terbaik dan tunjukkan bahwa kau bisa lebih baik dari ekspektasi mereka."

Naruto menggigit bibirnya, masih ragu. Naruto menatap teman-temannya satu per satu. Mungkin mereka benar. Jika dia terus mengeluh tanpa berusaha, tidak ada yang akan berubah. "Baiklah, aku akan coba bicara dengan Neji. Tapi, kalau dia mulai bikin masalah lagi, aku tidak akan ragu untuk membalas."

Shikamaru tersenyum. "Semangat, Naruto. Kami ada di sisimu."

Naruto mengangguk, merasa sedikit lebih percaya diri. Mungkin, dengan berani menghadapi Neji dan situasi ini, dia bisa menunjukkan siapa dirinya yang sebenarnya. Dia menarik napas dalam-dalam, siap menghadapi tantangan berikutnya.

[]

Naruto melihat Neji sedang membereskan barang-barangnya setelah berlatih taekwondo. Pria itu terlihat fokus dan serius, berbicara dengan Lee, anak prodi olahraga yang terkenal energik. Di samping mereka, terdapat seorang perempuan berambut diikat dua, yang tampaknya merupakan mahasiswi dari fakultas kedokteran. Naruto ingat pernah melihatnya berjalan bersama Temari.

Neji yang merasakan kehadiran orang lain di belakangnya menoleh dan melihat Naruto berdiri menunggu di dekat pintu keluar. "Lee, Tenten, saya pulang dulu ya. Kalau bisa, besok kalian latihan kembali jam 7 pagi sebelum perkuliahan dimulai," ucap Neji, suaranya tegas namun lembut.

Lee dan Tenten sontak menganggukkan kepala mereka, "Baik, Kak!"

Neji kemudian menambahkan, "Tenten, segera pulang dan jangan terlalu menguras tenaga untuk kerja part-time. Jangan sampai kamu kelelahan dan sakit saat lomba nanti." Setelah itu, Neji berjalan menuju Naruto setelah berpamitan kepada kedua juniornya itu. "Antar aku pulang, Naruto. Sebelumnya, temani aku menjemput adikku yang paling bungsu terlebih dahulu."

Naruto Hinata: A Part Of Konoha GirlxBoy lifeTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang