Author POV
Zee melangkah keluar dari gudang yang mulai sunyi, meninggalkan Marzhan yang telah ditangkap. Angin malam yang sejuk menyapa wajahnya, namun pikiran Zee masih dipenuhi oleh banyak hal yang belum tuntas.
Meskipun Marzhan kini berada dalam genggaman mereka, perang di dalam keluarga Qiandra tidak akan berhenti begitu saja. Zee tahu, ada banyak musuh di luar sana yang menunggu saat lemah untuk menyerang.
"Kita harus cepat kembali," kata Zee, suaranya rendah namun penuh ketegasan. Kilan, yang berjalan di sampingnya, mengangguk setuju.
"Kendaraan sudah siap," Kilan menjawab, matanya awas memeriksa keadaan sekeliling.
Zee melangkah mendekati Adel yang kini sudah dibebaskan dari ikatannya, namun tubuhnya masih terlihat lelah dan goyah. Zee memperhatikan bagaimana gadis itu tampak kebingungan, namun tetap berusaha kuat.
Ketika tatapan mereka bertemu, ada kehangatan di balik pandangan tegas Zee, sesuatu yang tak biasa terlihat dari dirinya.
"Kau baik-baik saja?" tanya Zee, kali ini nadanya lebih lembut.
Adel mengangguk pelan, namun tubuhnya masih gemetar. "Ya, aku baik-baik saja... Terima kasih, Zee."
Zee hanya menatapnya sejenak sebelum dia mengulurkan tangannya. "Mari, kita pulang."
Adel ragu sejenak sebelum akhirnya menerima uluran tangan Zee. Sentuhan tangan mereka terasa hangat di tengah dinginnya malam, membuat jantung Adel berdetak lebih cepat. Dengan hati-hati, Zee membimbing Adel menuju mobil yang sudah menunggu di pinggir jalan.
Saat mereka tiba di mobil, Zee membantu Adel masuk ke dalam. Dia duduk di sebelah gadis itu, menjaga jarak yang cukup, tetapi tetap memberikan rasa aman.
Suasana di dalam mobil terasa tenang, namun tidak hening sepenuhnya. Hanya ada suara mesin yang menderu pelan dan gemuruh angin di luar jendela.
Dalam perjalanan pulang ke kediaman keluarga Qiandra, Zee terus memperhatikan Adel dari sudut matanya. Dia tahu bahwa gadis itu sudah melalui banyak hal malam ini, dan meskipun mereka tidak banyak bicara, kehadirannya cukup untuk menenangkan Adel.
Dalam keheningan itu, Zee perlahan menyandarkan punggungnya, mencoba merelaksasikan pikirannya yang tegang sejak operasi penyelamatan dimulai.
"Apa kau takut tadi?" Zee tiba-tiba bertanya, suaranya nyaris berbisik.
Adel, yang terkejut dengan pertanyaan itu, menoleh perlahan. Mata mereka bertemu lagi dalam kegelapan mobil. "Ya," jawabnya jujur, "Tapi aku tahu kau akan datang."
Zee mengangkat alis sedikit, tidak menyangka bahwa Adel begitu yakin akan kedatangannya. "Kenapa kau begitu yakin?"
Adel tersenyum kecil, meskipun lelah masih tampak jelas di wajahnya. "Karena kau Zee. Kau selalu tahu apa yang harus dilakukan, kan?"
Ada sedikit kehangatan di dalam dada Zee mendengar kata-kata itu. Sesuatu yang tidak dia rasakan sejak lama. Bukan rasa bangga, tapi lebih pada rasa keterhubungan yang mendalam, seolah Adel melihatnya lebih dari sekadar seorang pemimpin keras kepala.
Zee mengalihkan pandangannya ke luar jendela, memandangi lampu-lampu kota yang mulai pudar seiring mobil memasuki daerah pedesaan yang lebih sepi.
Tapi dia tahu bahwa tatapan Adel masih tertuju padanya. Ada banyak pertanyaan di mata gadis itu, tetapi tidak ada kata yang diucapkan.
Perlahan, Zee kembali menoleh, dan tanpa sadar tangannya sedikit bergerak, menyentuh jari-jari Adel yang berada di antara mereka di kursi. Hanya sekilas, tapi cukup untuk membuat Adel menyadarinya.

KAMU SEDANG MEMBACA
Shakhara: Legacy of the Shadow King
Fiksi Ilmiah( ON GOING ) ⚠️Mengandung kata kata kasar⚠️ Seorang Laki-laki tangguh, terbiasa hidup dalam bayang-bayang kekerasan dan kuasa, tak sengaja bertemu dengan seorang perempuan cantik yang penuh teka-teki. Dalam sebuah pertemuan takdir yang tak terduga...