BAB DUA: Kesepakatan
Sedari tadi Telia berdiam diri berdiri di pojokan ruangan kamar ICU. Tubuhnya, raganya yang tak sadarkan diri karena ditinggalkan oleh pemilik roh dirinya terlihat pucat seperti mayat dengan alat-alat medis tang masih melekat di tubuhnya di atas brankar.. Menatap keadaan dengan rasa tak percaya bahwa kejadian ini akan ia alami. Rasanya ini seperti mimpi.
Seorang wanita lansia yang sudah berumur tujuh puluh ke atas terlihat begitu setia menemani raga yang sudah tertinggal roh tersebut. Dia adalah neneknya. Beberapa kali wanita tua itu mengecup wajah yang raganya sedang tak sadarkan diri. Mengusap-usap kepala sambil menatap kan sebuah kepiluan akan betapa sedihnya wanita itu menatap tubuh yang berbaring tak berdaya cucu satu-satunya yang ia punya.
"Sayang, cucunya nenek cepat sadar, yah."
Air mata Telia jatuh membasahi pipinya.
Telia mengepalkan kedua tangannya. Ia tidak kuat dengan apa yang terjadi. "Nenek... Telia ada di sini." Ia harap, neneknya bisa mendengar perkataannya, namun sekarang ia tahu jika ia adalah roh yang tak beraga, jadi suara itu tetap tidak akan terdengar meski ia berteriak sekali pun.
Telia berselimpuh di antara kedua kaki neneknya yang duduk di sebuah kursi. Ia menggenggam kedua tangan neneknya, namun hal itu tak bisa dirasakan karena tangannya malah menembus seperti sinar matahari yang membias jendela.
"Gue masih nggak percaya dengan apa yang sekarang terjadi. Ini mimpikan? Tapi... kalau ini mimpi... kapan gue bangunnya? Keadaan kayak gini sudah tiga hari berlalu, apa masih bisa dikatakan sebagai mimpi?" Telia terus meracau dengan rohnya yang masih berselimpuh di lantai, menatap sekitarnya dengan penuh ketidakberdayaan.
"Gue harus apa biar bisa balik ke raga gue lagi? Gua nggak bisa kayak gini terus. Nenek Cuma punya gue, cucunya, keluarga satu-satunya yang dia punya. Gue nggak mau ninggalin nenek. Kalau gue nggak ada pasti para bedebah yang seenaknya itu bakal terus ngusik toko nenek. Ah sial! Kenapa kehidupan gue jadi kayak gini?!"
Telia akhirnya bangkit dari tempatnya berselimpuh. Menatap sekujur tubuhnya yang sudah tak berjiwa itu. Sekarang yang ingin ia lakukan adalah menyatukan rohnya dengan raganya dengan cara menyatukan keduanya. Telia yang menjadi roh itu mulai menyatukan dirinya dengan mengambil posisi pada raganya. Satu detik, dua detik sampai batas ke satu menit tetap saja ia tidak bisa mengendalikan raga tersebut. Ia menatap nanar tangannya yang masih dalam bentuk roh itu.
"Ke-kenapa? Kenapa?!" Telia bangkit dan mulai meraung seraya menangis.
***
Telia berjalan di sekitar taman yang ada di rumah sakit itu. Tatapannya yang kosong, ia berjalan dengan lesu karena dirinya sudah tergoroti oleh keputusasaan. Beberapa kali rohnya bertabrakan dengan orang-orang yang berlalu-lalang namun sedikit pun dirinya tak bisa menyentuh mereka. Justru dirinyalah yang menembus. Sesekali ia melihat-liat mereka yang benar kalau mereka tidak bisa melihat dirinya. Ia menghela napasnya.
Disaat Telia berjalan tak tentu arah, tiba-tiba sebuah tangan menepuk pundaknya membuatnya tersentak. Tak hanya itu, ia juga bisa mendengar suara di belakangnya yang berbisik di samping telinganya. Dan bisikan itu telah menyebut namanya.
"Telia..."
Telia dengan cepat berbalik badan ke belakang. Atensinya menatap sesosok gadis berseragam SMA yang dimana dalam penampilan yang kurang enak dipandang. Rambutnya yang terpotong acak, seragam yang dikenakan telah sobek dibeberapa bagian dan luka-luka beserta legamnya yang ada di wajah maupun di bagian tubuh lainnya seperti sikut, leher, dan kaki. Benar, sosok tersebut adalah Tania. Gadis yang sengaja menabrakkan dirinya di hari itu. Telia benar-benar terkejut melihatnya tapi yang lebih mengejutkannya adalah kenapa gadis itu bisa melihat dirinya!
KAMU SEDANG MEMBACA
Rain Brings Stories
FantasyCover masih belum menemukan yang cocok. Jadi yang ini masih sementara. ~~~~~~~~~~~~~~~ Setiap orang pasti menyimpan sebuah momen pada saat hujan turun. Begitu pun Telia, Namun sayangnya momen saat itu hanya menghantarkan apes saat dirinya tengah be...