Joel menyeret tungkainya untuk berjalan, telinganya berdengung sakit karena omelan dari guru piket mengenai keterlambatannya dan jangan lupakan pengurangan poin sebagai hukuman karena melanggar peraturan sekolah.
Tenaganya terasa terkuras habis selama berdiri di sana, di ruangan yang mengerikan itu. Ia hanya bisa berdiri dengan tenang sembari mendengar nasehat nasehat dan penguraian tata tertib sekolah yang di jelaskan oleh beliau. Tidak ada pembelaan diri darinya di saat di tanyai mengenai kenapa ia bisa terlambat. Percuma saja jika Joel mengarang pun tidak akan mengeluarkannya dari masalah.
Setiap lorong yang ia lewati terlihat sepi kecuali suara samar dari guru-guru yang mengajar di setiap kelas.
Langkahnya begitu berat untuk sampai di kelasnya, Joel menarik nafas dan menghembuskannya dengan perlahan. Kelasnya hampir dekat dari pandangannya ia harus tenang.
Mengetuk pintu dan membukanya perlahan, menarik atensi semua yang berada di dalam kelas, guru yang mengajar pun mengehentikan penjelasan materi yang di terangkan.
Memilih abai pada tatapan setiap orang, Joel melangkah masuk setelah menutup pintu dan menghampiri gurunya yang menatapnya tanpa ekspresi.
Jantungnya berdegup kencang, entah apa yang akan di ucapkan oleh gurunya. Sialnya, lidahnya terlalu kelu untuk mengucapkan sepatah kata.
"Bu, maaf saya..."
"Telat?" Guru itu menggelengkan kepalanya, melipat kedua tangannya di depan dada dan menatap seisi kelas yang memperhatikan.
"Anak-anak jangan di contoh perilaku yang seperti ini, kalian harus belajar disiplin. Jangan jadi pemalas yang tidak menghargai waktu" Suasana menjadi canggung dan hening, para siswa hanya memperhatikan dalam diam.
Joel menunduk dalam, sejujurnya ia juga menyesali perbuatannya, baru kali ini ia melanggar peraturan.
"Jangan di biasakan. Kamu mengerti maksud ibu kan Joel Addison?!" Lanjutnya dengan intonasi penuh ketegasan.
"Saya mengerti Bu" jawabnya pelan. Ucapan yang terlontar dari gurunya memang benar adanya. Meskipun di lubuk hatinya ada perasaan sakit hati bercampur malu, lagipula siapa yang tidak sakit di permalukan di depan kelas dan di jadikan contoh karena melanggar peraturan sekolah. Tapi, ia juga tahu diri karena memang salah.
"Duduk"
Maka Joel mengangguk dan berbalik menuju mejanya tepat di belakang meja Gara dan Nicho, saat melewati meja Gara dan Nicho mereka berdua menatapnya khawatir, ia hanya membalas tatapan khawatir itu dengan tersenyum tipis menunjukkan bahwa ia baik-baik saja.
Joel duduk dengan tenang di samping Hares, sembari mengeluarkan beberapa buku dan alat tulis pada mejanya, memfokuskan pandangannya pada penjelasan guru. Meskipun atensinya sepenuhnya lurus ke depan tapi perasaannya tidak karuan, ia meruntuki kesialannya pada hari ini, situasi yang tak pernah Joel bayangkan dalam hidupnya. Sungguh memalukan. Untungnya gurunya masih berbaik hati menyuruh ia untuk duduk.
Sedangkan di sisi lain, Hares melirik sekilas pada Joel di sampingnya, mengamati raut wajahnya yang begitu fokus mendengarkan penjelasan guru. Tanpa sengaja Hares melihat kuku pada jari Joel yang mengeluarkan darah. Dahinya berkerut apa Joel tanpa sadar menggigit ibu jarinya saat menuju kelas. Hares menghela nafas kebiasaan buruk sahabatnya memang sulit di ubah, tapi bukan berarti kebiasaan itu itu tidak bisa di hilangkan. Ia juga paham mungkin Joel memang tidak sengaja menggigit kuku jarinya saat merasa cemas.
Tangan dingin menyentuh pahanya membuat atensinya teralih, Joel menoleh ke samping, Hares menopang dagu dan menatapnya.
"Jangan terlalu dipikirin" bisiknya.
Joel mengerjap sejenak, apa raut wajahnya terlalu kentara sampai Hares bisa berpikir demikian.
"H-Hah? Enggak kok gue biasa aja" Dalihnya.
Pemuda itu tersenyum miring "Hm, masa sih. Tapi ekspresi mukanya kayak mau nangis"
Joel mendengus sebal, Hares ini ada kalanya terlihat acuh tak acuh dan ada kalanya bisa lebih menyebalkan dari Gara maupun Nicho.
"Joel dengerin gue, semua orang pasti pernah lakuin kesalahan. Because learning is a process of a lifetime, we learn new things everday. And there's always room for"
"Jangan terlalu terbebani sama pikiran yang buat lu ngerasa gak nyaman" lanjutnya dengan tersenyum hangat, mencoba meyakinkan kegelisahan yang di rasakan oleh Joel, pemuda berkulit tan itu memang terlalu memaksakan diri.
Joel mengerjap beberapa kali, sangat lucu mendengar Hares berbicara panjang lebar untuk membuatnya merasa lebih baik, ternyata seorang Hares punya sisi kemanusiaan juga.
"Udah jangan cemberut terus" Hares mengusak helai rambutnya dengan lembut.
Joel tersenyum lantas mengangguk, benar apa yang di katakan Hares percuma saja jika ia memikirkannya semua sudah terjadi dan ia pun mengakui kesalahannya.
Pelajaran pun di mulai tanpa hambatan sampai bell berbunyi pertanda pergantian mata pelajaran.
Menelungkup wajahnya di atas meja setelah kepergian guru killer itu, Joel mendadak lemas tak ada tenaga, mau bagaimana lagi perutnya perih karena belum sarapan tadi pagi. Ia sangat menantikan istirahat ingin cepat-cepat makan bekal buatan bundanya.
Joel mengelum senyum membayangkan makanan apa yang di siapkan oleh Helena di bekalnya pasti sangat enak, tapi mengingat waktu istirahat masih terbilang lama senyuman itu menghilang di gantikan dengan bibir yang mencebik di balik lipatan tangan.
Ketika guru itu keluar dari kelas Gara berbalik ke belakang, ia memperhatikan Hares dan Joel secara bergantian. Hares yang sedang membaca buku dan Joel yang menelungkupkan wajahnya di atas meja. Sedangkan Nicho masih pada posisinya bersandar pada kursi dan bermain game di ponsel.
"Tumben telat?" Tanya Gara, pasalnya memang Joel sangat jarang melanggar peraturan sekolah.
Mereka bertiga memang bukan tipe berandalan yang mengacau di sekolah, cukup baik mengikuti aktifitas dan peraturan di sekolah. Apalagi Hares, menjadikannya ketua osis sudah menunjukan keterlibatannya dalam mengontrol kenakalan teman-temannya.
Joel menghela nafas lesu "Ketiduran, padahal kemarin gue tidur kayak biasanya gak terlalu malem. Emang lagi sial aja"
Nicho terkekeh "Kasian, baru pertama kali telat eh pas pelajaran guru killer langsung kena semprot kan"
"Ck nyebelin, namanya juga lagi sial" ketusnya.
Siapa yang menduga bahwa keterlambatannya bertepatan saat guru itu mengajar di kelasnya.
"Tapi, masih untung lah El masih di bolehin duduk. Coba kalau enggak udah pasti dia berdiri di depan kelas sampe pelajaran selesai" ucap Gara.
Ya, untung saja jika tidak sudah di pastikan Joel berdiri di depan kelas selama dua jam lamanya.
"Gue merinding cuy denger guru itu teriak, ya kan res?" tanya Nicho
Dengan serempak Gara, Joel, dan Nicho menoleh menatap Hares menunggu respon dari pertanyaan yang di ajukan Nicho. Sedangkan yang di tanyai hanya membaca buku dengan tenang seperti tak terusik, bahkan Nicho sampai menekan pause pada game yang belum selesai di mainkan.
Mendapati keheningan membuat Hares menutup buku yang di baca lalu menaruhnya kembali pada meja.
Hares menaikkan alisnya "Kenapa?" Tanyanya, saat ini ia melihat ketiga sahabatnya menatapnya lekat.
"Hah, udahlah bubar" Gara dan Nicho menghela nafas sudah biasa dengan sang ketua osis yang kelewat rajin.
Joel tertawa kecil "Gapapa, lanjut aja baca bukunya" ia menepuk pundak Hares beberapa kali.

KAMU SEDANG MEMBACA
Joel Addison
Fiksi PenggemarHidup selama 17 tahun di lalui Joel bersama bundanya, tak pernah sedikitpun ia tahu keberadaan sang ayah walaupun sedari kecil dirinya selalu berharap ayahnya akan datang menemuinya. Harapan kecil itu tak pernah Joel inginkan lagi, dirinya sudah ter...