Kasa 6

115 20 3
                                    

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.


Semua kembali seperti semula, rasanya sudah hal biasa bagi Kasa harus bagaimana menyikapi kehidupan hari-harinya yang melelahkan jika dipikirkan.

Dari awal kasa mengetahui fakta menyakitkan bahwa dirinya bukan anak dari Mira, sampai sekarang pun tujuan kasa tetap sama. Mengambil hati ibunya itu, mencari cara barangkali ada rasa sayang tanpa kepura-puraan disana.

Ruang makan sudah dipenuhi dengan aneka hidangan, pesanan para tuan rumah yang berbeda-beda selera. Arga si kepala keluarga hanya menikmati seruputan kopi, Vian yang harus mengisi penuh perutnya dengan nasi dan Arka yang selalu wajib ada roti. Kali ini pilihannya roti panggang, cukup di olesi selai sudah membuat anak itu antusias.

Kasa? Anak itu apapun jadi, tidak begitu banyak mau dan pilih-pilih. Asalkan Mira yang menyiapkan, Kasa akan memakan habis makanannya.

"Minum susunya Ka" Mira menuangkan langsung pada gelas milik Arka, "Mau mama buatin bekal sekalian ga?"

"Gak usah, Ma"

"Kasa mau susu juga dong, Ma" Kasa menyodorkan gelas yang sudah tandas sisa dari susu yang baru saja diteguknya pada Mira, "Bekelnya juga boleh, deh. He.."



Tak



"Ya ampun, mama lupa ambil selai kacangnya, Ka" Mira memilih pergi, meletakan wadah kaca berisi susu itu di dekat gelas milik Kasa.

Tak ada sahutan, semua memilih bungkam atas sikap yang baru saja Mira perlihatkan.

Kasa masih memandangi gelas kosongnya dengan prihatin.

"Adek mau bekel?" Arka menuangkan susu kedalam gelas milik adiknya.

"Kasa udah kenyang" Sungguh, rasanya tidak ada lagi selera untuk menghabiskan dua lembar roti yang baru saja satu atau dua gigitan itu.

"Hari ini adek bareng papa, ya?" Arga mencoba mencairkan kembali suasana, membujuk anak bungsunya yang terlihat murung. "Sekalian beli bubur yang depan sekolah itu, loh, Dek. Papa lagi pengen"

"Minum dulu susunya" Arka mendorong gelas itu lebih dekat, "Nanti kalo perutnya kosong malah sakit, Dek"

"Mau bareng papa atau mas aja?" Vian ikut bersuara, kakak tertuanya itu sudah bersiap untuk pergi.

"Kasa mau sama bang Arka aja"

Baiklah, tidak ada tawaran yang diterima. Kasa tetap memilih berangkat bersama kakak keduanya, seperti biasa.

"Kalo gitu buruan makan, kalo sampe perut Lo sakit di sekolah siapa yang susah?"

"Kasa bikin susah Abang ya?"


Hah, arka menghela napas.

Lain kali dirinya harus lebih berhati-hati memilih kata, kalimat yang sampai di rungu Kasa akan memiliki arti yang berbeda.

"Maksud gua tuh, nanti Lo sendiri yang sakit, Dek"

~~~

Hari ini sebagian siswa sekolah cukup sibuk, mereka mempersiapkan diri dengan berlatih untuk mengikuti kegiatan rutin tahunan sekolah. Semacam pentas seni, beberapa dari mereka bisa menampilkan bakat juga hobinya.

Arka type siswa yang tidak begitu mahir dalam seni, anak itu lebih tertarik dengan kegiatan pembelajaran. Lain hal dengan Kasa, adiknya itu cukup gemar mengikuti kegiatan seni siswa sekolah. Beberapa kegiatan di ikutinya, tapi lebih seringnya ikut berlatih memainkan alat musik.

Dan hari ini, Arka lebih memilih menemani adiknya berlatih diruang musik bersama teman lainnya. Tidak ada niatan untuk ikut berpatisipasi, lebih baik menikmati waktu kosongnya dengan cuma-cuma.


"Bang, ngapain kesini?"

"Lah, emang kenapa? Ada larangannya gitu?"

"Orang-orang disini lagi latihan, terus Abang cuma rebahan aja. Gak efektif banget hidupnya"

"Hehh!" Arka memberikan sentilan pelan di dahi adiknya, gak salah juga sih omongan kasa. Tapi ya arka tidak terima.

"Main tangan Mulu! Sakit tau!"

"Sana.. sana..! Lanjut main aja" Arka sedikit mendorong tubuh adiknya, membiarkan kasa melanjutkan kegiatan.

Baiklah, Kasa pura-pura tidak melihat saja ada Arka yang memperhatikannya tanpa henti. Mungkin kakaknya yang satu itu memang sedang tidak ada kerjaan.

"Udah dulu lah, Dek. Gak bosen apa?"

Kasa memilih menulikan pendengarannya, sudah dari beberapa menit yang lalu Arka terus saja mengganggu. Membuyarkan konsentrasinya.

"Orang-orang juga udah pada istirahat dulu, pegel nanti tuh tangan. Kalo sampe kram gimana?"

"Ishh! Kenapa sih, Bang? Yaudah sana Abang istirahat aja, biasanya juga gitu"

"CK! Giliran gua ngajakin Lo nya susah, gak di ajakin ada acara ngambek. Serba salah deh"

"Abang ngajaknya gak liat-liat waktu, kasa lagi latihan ini"

"Udah, Sa. Buruan!"

"Gak mau"

"Tangan Lo kram ampe putus baru tau rasa"

Kasa tidak peduli, biarkan saja Arka kesal sendiri.

"Arkasa!!" Arka meninggikan suaranya, berjalan mendekati adiknya yang sedang membandel.



Srettt




Arka terlihat sedikit menarik lengan Kasa dengan paksa, seperti adegan kekasih yang sedang bertengkar.


"Apa sih, Bang? Lepas!" Kasa menarik lengannya, melepaskan cekalan arka yang tidak main-main.

"Susah banget sih, Lo?! Badung banget kalo gua bilangin?!"

"Apa?" Kasa menatap kakaknya itu tanpa takut, ikut emosi melihat sikap Arka yang sedang marah.

"Lo?! Aishhh.."

Hahh...


Arka menghela napas kasar, percuma. Adiknya akan ikut keras kepala juga.

Setelah menarik napas dalam, mencoba mengelola emosi jiwa untuk menghadapi adiknya itu.


"Lo belum makan, makan dulu baru lanjut main lagi"

"Gak selera" Kasa melengos, moodnya sudah rusak.

"Mau selera atau enggak, bodo amat. Yang pasti Lo harus makan" Arka kembali berhasil menarik lengan adiknya, "Tadi pagi Lo makan dikit banget, gak baik buat lambung Lo, Dek"

"Siapa peduli?"

"Gua peduli"

"Tapi kasa mau mama yang peduli!"



°

°

°



Cukup sekian dan terima gaji. ❤️❤️

08/10/24
























KasaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang