Tulisan 02 ;

598 62 9
                                    

Semua yang ada di dalam cerita ini hanya fiksi belaka, mohon kebijakan dalam membaca (17+)

04 Oktober 2024

Cinta itu seperti duri—indah dalam ketajamannya, diam-diam mengintai di balik kelopak mawar yang memikat. Di awal, ia menggoda dengan harum yang lembut, memanggil dengan kehangatan yang menggetarkan hati. Namun, semakin kau dekati, semakin terasa tajam tepinya. Terkadang, kita terlupa bahwa di balik sentuhan lembut cinta, ada kemungkinan luka yang mendalam, seperti duri yang menyusup di sela jemari yang ceroboh.

Kau mencintai dengan hati terbuka, berharap pelukan hangat akan selalu menyertaimu. Namun cinta, seperti mawar, tidak selalu memberi tanpa syarat. Ada saat-saat ketika ia menusuk, menciptakan luka yang tak terlihat, tetapi terasa dalam. Setiap tetes darah yang jatuh, setiap air mata yang tersimpan, adalah harga yang dibayar untuk menikmati keindahan itu.

Namun, meskipun duri-duri itu menusuk, kau tak berhenti mendekat. Sebab cinta, dengan segala risikonya, tetap membuatmu berani menghadapi setiap rasa sakit. Karena di dalam tiap luka, tersembunyi pelajaran tentang kekuatan dan ketabahan hati. Di balik tiap duri, ada keindahan yang menunggu untuk dijaga, dipeluk dengan penuh kesadaran bahwa cinta tidak pernah hanya soal kebahagiaan, tetapi juga keberanian untuk terluka.

Dan di sanalah, di antara luka-luka itu, cinta menemukan maknanya yang sejati.

....

Bintang menyesap sesuatu, bukan rokok. Ya, sesuatu yang bisa membuat si penghisap terjun ke dasar jurang dengan perasaan tenang. Kenikmatan dirasakan oleh Bintang, tak dapat diucapkan lewat kata, hanya saja jika siapapun mencobanya akan merasa ketenangan tiada tara.

Dia menatap langit malam, menambahkan porsi ketenangan yang diinginkan oleh Bintang. Hari ini dia menulis cukup banyak, dia mengatakan banyak hal di sana. Sebenarnya Bintang ingin terus melanjutkan tulisannya, hanya saja dia memilih untuk tenang di kampus sampai malam bersama dengan dirinya sendiri. Kebetulan kampus Bintang ini swasta. Jadi aturannya tidak terlalu mengekang mahasiswa, meskipun berengseknya sama saja tiap kampus.

Kalau nggak kasus pelecehan, ya penekanan biaya. Susah memang mengejar pendidikan di negara konoha, semuanya serba dipersulit. Bagaimana masyarakatnya mau maju kalau pendidikan saja dibilang "yang mampu-mampu saja", seolah orang miskin tidak diperbolehkan berkuliah.

Ah, balik lagi dengan keadaannya saat ini. Dia berada disituasi yang sangat menyenangkan, tiba-tiba saja cowok di seberang sana menghampirinya.

"Kak, jangan keliatan cctv."

Seketika Bintang mengernyit, "emang ada cctv?"

"Baru di pasang kemaren, mana ngerecord suara juga. Biasalah, karena banyak yang suka nongkrong sampe malem makanya di pasang cctv semakin rapat tiap tempat."

"Alay," gumam Bintang lalu berjalan menjauh dari lokasi sebelumnya. Dia ikut bergabung dengan anak jurusan lain. Bisa dibilang Bintang ini ambivert, dia tidak bisa seakrab itu dengan orang-orang yang baru ditemuinya.

"Gimana rasanya jurusan Sastra, nggak gila?"

Seketika Bintang tertawa, yang bertanya tadi namanya Bagas. Dia kakak tingkat jurusan Komunikasi, tidak terlalu dekat dengannya.

"Hampir," jawabnya seraya tertawa.

"Kenapa nongkrong sendiri? Nggak sama temen?"

"Kebetulan temen kelas gue kupu-kupu." (Kuliah pulang- kuliah pulang).

"Oala, boleh tukeran IG ngga?"

"Bo—" belum sempat menjawab seseorang memanggil namanya.

"Bintang!" Itu kan Jeremiah. Cowok aneh kemaren, Bintang mengernyit.

When She Writes || sensitive contentTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang