08 Oktober 2024
Ketakutan itu terus memutar, seolah menjadi selimut setiap malamnya. Tidak bisa dijelaskan bagaimana perasaan malam itu, dikarenakan ketakutan itu menyeruak seisi ruangan.
Kejamnya, tak ada pelukan.
>>><<<
"Bintang!" Pekik Bina.
"Kenapa?"
"Itu puisi lo?" Seketika Bintang mengernyit.
"Apa maksudnya?" Pasalnya baru saja dirinya datang sudah ditembak pertanyaan yang tidak dimengertinya.
"Puisi gimana sih." Bina masih sibuk mencari sesuatu di ponselnya, Bintang seraya menunggu Bina mulai mengeluarkan sebatang rokoknya. Tepat saat hendak membakar rokoknya, Bina menyodorkan ponsel milik gadis itu dan memberitahukan postingan.
"Ini..."
"Anjing!" umpat Bintang tiba-tiba, ia bahkan sampai tidak jadi membakar rokoknya. Ia meneliti postingan tersebut, dan benar itu karyanya.
"Lo waktu itu pernah nulis ini, terus gue baca di kelas. Nah, kenapa bisa-bisanya Jeremi upload? Mana ada nama lo-nya," ucap Bina sedikit mendelik, "lo jadian kah? Dia kan udah punya cewek anjir, Bi!"
Bintang menghela napasnya, "udah gue buang ke tong sampah padahal," gumamnya pelan namun masih terdengar di telinga Bina.
"Hah? Maksud lo Jeremi mungut kertas lo? Ih lo jadian kah? Deket? Pdkt—"
"Berisik."
"Bintang!!!!" Pekik Bina kesal.
"Kagak, gue kagak jadian sama sekali. Oke?" Bina menghela napasnya, entah kenapa Bina seketika mengubah raut wajahnya.
"Bin, jangan macem-macem ya, pacarnya Jeremi itu gila, gue pernah diceritain sama kating. Ya gue tau juga karena kita emang lagi ghibahin Jeremi, dikarenakan Jeremi juga ganteng untuk diperbincangkan. Tapi nggak expect sih kenapa dia bisa punya pacar kayak macan."
Bintang tak mengatakan apa-apa.
"Tapi mungkin ada hal lain kenapa masih pacaran sampai sekarang. Gue cuma pengin lo jangan bermasalah sama tuh kating, lo tau sendiri juga kan padahal udah lulus tapi masih ke kampus mulu cuma buat nengokin Jeremi."
Bintang masih terdiam.
"Di samping itu juga, itu namanya selingkuh, Bi." Entah kenapa Bina jadi bijaksana.
Bintang lagi-lagi masih terdiam.
"Lo kok diem aja sih?!"
"Gue mules."
"Tai!" ucap Bina menyudahi.
***
Banyak hal yang seharusnya tidak perlu didengar, dan banyak hal juga yang seharusnya tak perlu dilihat. Langkah kakinya menuju warung tak jauh darinya, dia terus berjalan.
Rasanya seperti malam terlalu dingin untuk pakaiannya yang minim. Dia benci baju lengan panjang, pikirnya terlalu panas.
Ia memilih untuk berganti tempat nongkrong malam ini, dan pilihannya adalah warung belakang kampus. Dia sudah cukup kenal dengan penjual di sana, sebab memang Bintang sering kali beli rokok meskipun harganya lebih naik karena mungkin sangat dekat dengan kampus.
"Tumben di sini neng nongkrongnya," ucap sang penjual basa-basi.
Bintang tertawa, "rame di kampus, bang."
Bintang menelaah langit, sangat indah karena ternyata ada dirinya di sana.
Dia jadi teringat puisi yang dituliskannya kemarin, bisa-bisanya Jeremi memungutnya dari tong sampah. Apakah cowok itu memperhatikannya?
"Jadi pindah nih?"
Seketika Bintang menoleh sudah menemukan Jeremi, astaga memang cowok ini berbahaya.
"Udah gue hindarin padahal, haha bercanda," ucap Bintang meskipun pada kenyataannya memang menghindar.
"Kenapa?"
"Lo rese," jawabnya. Jeremi tersenyum lalu duduk di samping Bintang.
"Puisi lo bagus."
"Stalker ya lo."
Jeremi tak menatapnya, lelaki itu justru menatap langit saat ini.
"Iya," jawab lelaki itu, Bintang mengernyit.
"Apanya yang bagus?"
"Apapun itu."
Bintang menghela napasnya, "gue cabut ah."
"Jangan."
"Gue lagi pengen liat Bintang." Seketika jantungnya berdegup.
"Apa sih?"
"Itu...Bintang." Cowok itu menunjuk langit.
"Tapi anehnya, bintangnya deket. Terangnya juga nggak kalah kayak yang di atas."
"Siapa?"
"Lo."
Bintang terdiam.
***
JANGAN LUPAA SPAM KOMEN!
Share ke sosmed! Jangan lupa tag aqu
LOVE U ALL
KAMU SEDANG MEMBACA
When She Writes || sensitive content
RomanceBagaimana jika sebuah akhir cerita berakhir dengan titik? Apakah cerita itu bisa disebut ending? Atau justru malah dibalik tanda titik, masih ada yang ingin disampaikan hingga akhirnya dibuatkan special chapter. Dia bahkan tidak mengetahui bagaimana...