02

7 1 0
                                    

Suasana yang canggung terasa pada Eloise, kali ini dia tengah sarapan bersama sang ayah yang di masa depan tak mempedulikan dia saat di hukum eksekusi. Untungnya Eloise adalah pembaca novel/manga/komik bernuansa bangsawan, jadi dia paham betul bagaimana tata krama.

"Ku dengar kau menggantikan posisi Arleta pada pelayan baru." Kata Grand Duke Lynch dengan dingin.

"Benar." Jawab Eloise dengan simpel tanpa rasa takut.

"Kamu sadar apa yang kamu perbuat? Arleta Guischard adalah salah satu pelayan yang diberikan oleh Putra Mahkota Lucien." Kata Grand Duke Lynch dengan tatapan dingin dan terdapat kemarahan.

Eloise yang tadinya meminum minuman nya pun meletakkan gelas di atas meja, dia langsung menatap ayahnya tanpa rasa takut.

"Dan membiarkan dia bertingkah selayaknya orang berpengaruh di kediaman ini? Arleta Guischard bahkan sering menyiksa ku, menghina ku, bahkan tak melayani ku dengan baik. Jadi untuk apa mempertahankan orang yang bahkan tak memiliki sifat sopan santun dan malah bertingkah selayaknya nona?" Balas Eloise dengan dingin.

Kaget? Itulah yang di rasakan oleh Grand Duke Lynch, sang putri yang selalu bertingkah arogan dan bahkan tak mencerminkan sosok bangsawan kini dia berubah. Grand Duke Lynch juga menyadari bahwa pakaian Eloise berbeda dari biasanya, jika dulunya Eloise memakai pakaian yang membuat mata orang lain sakit, namun sekarang Eloise memakai pakaian yang sederhana namun elegan. Gaun berwarna soft blue berpadu warna putih, rambut merah senja milik Eloise sedikit di ikat kepala dengan tambahan jepit rambut mawar dan sisa rambutnya di gerai.

"Tuan Grand Duke, Nona Muda. Nona keluarga Emrys, Nona Keluarga Richter, serta Nona keluarga Miller datang untuk menemui Nona Muda." Kata salah satu penjaga kediaman Lynch.

"Cepet banget njir tuh tiga bocah cepet banget dah!" Batin Eloise dengan kaget saat mendengar berita itu, tapi kemudian dia langsung memasang ekspresi datar.

"Baiklah, aku akan segera ke sana." Kata Eloise dengan dingin.

"Ada urusan apa mereka mendatangi mu?" Tanya Grand Duke Lynch yang membuat Eloise menoleh ke arah dia.

"Apa salah jika seorang sahabat ingin menemui sahabatnya yang lain? Apa anda khawatir saya mempermalukan keluarga Lynch? Jangan khawatir, saya tak akan mempermalukan keluarga kita, Tuan Grand Duke." Kata Eloise dengan dingin.

Gadis itu melangkah pergi dari ruang makan meninggalkan Grand Duke Lynch yang menatap kaget ke arah putri semata wayangnya itu.

"Maaf kalau saya terlambat, nona nona." Kata Eloise setibanya dia di ruang tunggu.

Terlihat tiga remaja langsung menoleh ke arah mereka, Eloise segera memberikan kode pada pelayan untuk pergi menyiapkan cemilan, setelah pelayan itu pergi segera Eloise berlari dan langsung memeluk ketiga sahabatnya.

"Eh! Eh! Eh! Aku gak bisa nafas!!!" Kata Lillienne yang membuat Eloise melepas pelukan mereka dan cemberut.

"Gila, kau kalau masang wajah begitu serem woi!" Kata Beatrice dengan takut.

Plak.

Eloise langsung memukul kepala Beatrice dengan kesal, sahabat nya yang satu ini memang memiliki mulut yang tak pernah di saring ucapannya walaupun terkadang berguna sih.

"Nih kita gak di suruh duduk?" Tanya Lillienne sambil menaikan alisnya.

"Ya udah duduk tinggal duduk aja, kalian kan dari dulu kalau gak di suruh duduk langsung duduk." Sinis Eloise yang mendapat cengiran dari tiga sahabatnya.

Keempat sahabat itu pun duduk bersama, tak lama pelayan datang dengan membawa teh dan cemilan lalu Eloise menyuruh pelayan itu untuk pergi.

"Aku masih tidak menyangka kalau kita transmigrasi ke novel Beloved Lady." Kata Vienna yang membuat menyesap teh nya dengan anggun.

"Beloved Lady? Nope! It's Beloved Ladies!" Kata Beatrice dengan penuh semangat.

"Apa bedanya?" Tanya Lillienne dengan polos.

Helaan nafas terdengar dari ketiga remaja itu, mereka melupakan satu hal yaitu sifat antara Lillienne dan Syifa mirip di bagian kepolosan. Karena itu di kehidupan dulu Eloise sebagai Kayla sangat melindungi Lillienne sebagai Syifa, dia tak mau kepolosan sahabat nya yang paling muda itu ternodai sebelum waktunya.

"Gak ada yang salah, Lillienne." Kata Beatrice dengan kesal karena sifat polos sahabatnya itu.

"Ngomong-ngomong, bagaimana dengan kedepannya? Mau mengubah?" Tanya Vienna.

"Tentu saja! Karena itulah kita disini! Aku sudah muak saat baca buku Beloved Lady yang protagonis nya kek lemah banget!" Kata Beatrice dengan menggebu-gebu.

"Tapi kita harus membuat rencana yang matang." Kata Lillienne yang di angguk setuju oleh Eloise dan Vienna.

Pewaris Lynch itu meletakkan gelas teh nya ke atas meja dan menatap para sahabatnya sambil tersenyum penuh arti.

"Aku sudah membuat rencana, terlalu bahaya jika aku memberi tau kalian disini." Kata Eloise sambil tersenyum.

"Aku setuju dengan Sunset." Kata Lillienne.

"Sunset?"

"Itu nama panggilan untuk mu karena warna rambut mu seperti warna matahari terbenam! Hanya kami yang boleh memanggil mu seperti itu!" Kata Lillienne sambil tersenyum ceria.

"Hm? Kalau begitu kami akan memanggil mu Flower. Untuk Vienna kita akan memanggilnya Sapphire, serta terakhir Ruby untuk Beatrice." Kata Eloise yang langsung di angguk setuju dengan semangat oleh ketiga sahabatnya.

Keempat sahabat itu pun mengobrol santai, sedekah Eloise dan Beatrice saling mengejek satu sama lain hingga mendapatkan omelan dari Vienna sementara Lillienne tertawa melihat tingkah mereka. Mereka sama sekali tak menyadarkan bahwa ada seseorang yang mengawasi mereka dari luar jendela, beberapa saat kemudian orang itu menghilang seperti di sapu oleh angin.

Hembusan angin muncul di sebuah ruangan mewah, tak lama muncul seorang pria berambut hitam dan mata yang senada dengan rambutnya, namun setengah wajahnya di tutup oleh topeng, pria itu berlutut di hadapan sesosok pria.

"Tuan."

Sesosok pria yang tak lain adalah Grand Duke Lynch menatap pria yang bertugas mengawasi putri semata wayang nya itu.

"Bagaimana?"

"Nona Muda sedang mengobrol santai bersama sahabatnya, Tuan. Tak ada mencurigakan." Kata pria itu dengan dingin.

"Bagus, teruslah awasi dia." Kata Grand Duke Lynch dengan dingin, pria tadi seketika menundukkan kepalanya dan kemudian menghilang.

Manik hijau zamrud yang tajam itu menatap sebuah lukisan wanita cantik berambut platinum blonde dan mata berwarna ungu indah.

"Ah, Evelyn. Putri mu semakin hari semakin mirip dengan mu, tapi sekarang dia berubah seakan orang yang berbeda. Apa aku salah selama ini mengabaikan nya? Wajah dia sangat mirip dengan mu, walaupun memiliki ciri khas ku." Lirih Grand Duke Lynch dengan tatapan penuh kerinduan pada sang wanita yang berhasil melelehkan es di hati nya yang beku.

Bayangan sesosok wanita terlintas di benaknya, sesosok wanita yang melahirkan putri cantik namun merenggang nyawa setelah melahirkan putri cantik itu.

"Sial, aku tak salah membuang nya. Dia yang menyebabkan Evelyn pergi selamanya." Gumam Grand Duke Lynch.

Transmigrasi Empat SahabatTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang