**✿❀ ❀✿**
Terbaring sesosok perempuan berambut merah senja yang indah, di samping kasur perempuan itu terlihat seorang pria berambut merah senja dan mata hijau zamrud. Dari mata itu terpampang jelas kekhawatiran dan penyesalan yang selama ini tidak dia tunjukkan.
Ceklek.
"Tuan, ada para sahabat Nona muda ingin menjenguk beliau." Kata Aria sambil membungkukkan badannya sedikit.
Grand Duke Lynch menoleh ke arah Aria. "Izinkan mereka melihat Eloise." Kata Grand Duke sebelum dia keluar dari kamar putrinya.
Benar saja, di luar terlihat Vienna, Beatrice, serta Lillienne yang ingin menjenguk sahabatnya mereka yang telah terbaik tak sadarkan diri selama seminggu. Grand Duke menatap sejenak ketiga sahabatnya putrinya sebelum akhirnya dia pergi begitu saja.
"Silahkan masuk." Kata Aria dengan sopan.
Ketiga gadis itu pun masuk dan melihat sahabat mereka masih belum bangun dari tidur panjangnya. Vienna menatap Aria sejenak memberi kode pada pelayan itu untuk pergi, untungnya Aria yang peka pun pergi meninggalkan empat sahabat itu.
Beatrice yang selalu bersikap semangat kini menjadi sedih melihat kondisi sahabatnya. "Hai, El. Udah seminggu kamu tidur, apa yang kamu mimpikan di sana? Apa di sana indah sehingga kamu belum mau bangun?" Tanya Beatrice dengan nada sendu
"Tau tidak, El? Kemarin ayah ku menyuruh ku ke akademi, itu loh Royal Magic Academy yang terkenal di kekaisaran sebrang. Rencananya aku ingin kita pergi bersama, Vienna dan Lillienne setuju kok sekarang tinggal keputusan mu. Ku harap kita bisa bersekolah bersama-sama." Kata Beatrice. Tepat saat itu air mata mengalir dari mata merah ruby milik Beatrice, bahu gadis itu bergetar sebelum akhirnya di peluk oleh Lillienne yang sudah menangis sejak tadi.
Vienna meletakkan rangkaian bunga (yang terdiri dari bunga heather, bunga lily, serta bunga amaryllis yang memang merupakan bunga kesukaan Eloise) di pot yang berada di atas meja samping kasur Eloise.
"Eloise, kami merindukan mu. Merindukan sifat mu, merindukan saat kamu memimpin kami ataupun membuat rencana untuk kedepannya." Kata Vienna dengan sendu, bahkan mata biru sapphire nya mulai berkaca-kaca.
Gadis Miller itu selalu menyembunyikan perasaan nya dan tak pernah menunjukkan secara langsung, hanya para sahabatnya lah yang bisa membuat dia mengekspresikan perasaan nya yang sesungguhnya.
"Sunset, aku merindukan mu. Padahal aku ingin memberikan kalung yang ku buat dengan sihir ku sendiri, terus aku juga menempatkan sihir ke dalam kalung itu! Keren, bukan?! Ayo bangun dong, Lili merindukan Sunset." Kata Lillienne dengan mata yang sembab.
Vienna dan Beatrice selalu tau seberapa berartinya Eloise bagi Lillienne, bahkan Eloise sudah seperti sosok kakak untuk Lillienne.
Hari sudah senja, ke tiga sahabat itu memutuskan untuk bersiap-siap pergi. Baru saja mereka ingin melangkah menuju pintu terdengar suara dari belakang mereka.
"Kalian sudah mau pergi?"
Sontak membuat ketiga gadis itu menoleh ke belakang, sepasang mata hijau zamrud menatap mereka dengan tatapan hangat dan kerinduan.
"ELOISE!!!!!!!"
Lillienne langsung memeluk Eloise saman menangis. "HUEEE!! ELOISE!!! AKU MERINDUKAN MU!!!!!" Kata Lillienne.
Plak.
"Aku baru sadar tapi kamu sudah memukul ku!!" Protes Eloise yang langsung memegang kepalanya yang terasa sakit karena pukulan dari Beatrice.
"Bocah dongo! Kau membuat kami khawatir, kau tau tidak?!" Kata Beatrice dengan kesal.
Sementara Vienna memutar mata sebelum kembali duduk di pinggir kasur Eloise.
"Kamu kenapa tiba-tiba sampai pingsan satu minggu?" Tanya Vienna dengan penasaran namun juga khawatir.
Eloise menghela nafas sejenak sebelum menjawab. "Si bangke Eloise asli narik aku untuk menemui dia! Dia bilang untuk tidak membenci si pria tua bau tanah alias si Grand Duke!" Kata Eloise dengan kesal.
Lillienne yang masih setia memeluk Eloise pun mendongak untuk menatap mata hijau milik Eloise.
"Hanya itu dia katakan?" Tanya Lillienne dengan khawatir.
"Memang, dia tidak mengatakan apapun dan hanya mengatakan untuk tidak membenci Grand Duke. Huh, perasaan ku aku mengobrol dengan nya hanya memakan waktu sekitar satu hari, eh di dunia nyata malah seminggu." Kata Eloise dengan heran.
"Berarti kamu berada di dimensi tanpa batas."
"Dimensi apa?" Beatrice menatap Vienna dengan bingung begitu pula dengan Lillienne, sementara Eloise mengangguk.
"Dimensi tanpa batas, dimensi yang memiliki luas melebihi dunia. Perbedaan waktu di sini dan di sana jelas berbeda jauh. Satu minggu di sini sama seperti satu hari di sana, satu minggu di sana sama seperti satu bulan di sini. Biasanya hanya orang yang memiliki sihir atau aura yang kuat bisa ke dunia tanpa batas. Ku dengar juga kalau dimensi tanpa batas adalah portal untuk menuju ke dunia lain." Kata Vienna sambil menatap ke tiga sahabatnya.
Eloise dan para sahabatnya hanya mengangguk walaupun mereka tetap tidak mengerti, kecuali Eloise yang memang memiliki kecerdasan melebihi batas manusia.
"Memang apa yang di lakukan oleh pria tua itu sampai Eloise yang asli menarik jiwa mu untuk menemuinya?" Tanya Beatrice dengan rasa penasaran.
Eloise pun menceritakan apa yang terjadi seminggu yang lalu, tepat saat dia kembali setelah merayakan ulang tahun Vienna. Beatrice yang mendengar cerita Eloise langsung menjadi geram, berani-beraninya pria tua itu menampar sahabatnya?! Bahkan wajah Vienna langsung menjadi dingin, sementara Agatha menjadi kesal.
"Pria tua bangka itu!" Geram Beatrice yang langsung menyumpah serapah Grand Duke Emrys.
"Ricie, ayah ku baru saja mengajar ku sihir yang bagus. Kamu mau membantu ku untuk mencari kelinci percobaan?" Tanya Agatha sambil tersenyum manis, jika kau mengabaikan aura yang menyeramkan yang keluar dari Agatha.
Mendengar perkataan Agatha membuat Beatrice langsung menyeringai. "Oh, sahabat ku. Tentu saja aku mau." Jawab Beatrice.
Eloise menaikan alisnya melihat dua sahabatnya, sementara Vienna memijat pelipisnya yang terasa sakit saat mendengar perkataan mereka berdua. Eloise dan Vienna jelas mengerti apa yang mereka bicarakan, dan saat Beatrice dan Agatha sudah memiliki rencana mereka tak akan bisa menghentikan kedua gadis itu.
KAMU SEDANG MEMBACA
Transmigrasi Empat Sahabat
FantasyEmpat sekawan yang tak sengaja masuk ke dalam novel yang berjudul 'Beloved Lady' yang protagonis nya merupakan putri seorang Count yang cantik, Laura Cleopatra. Namun mereka malah menjadi empat antagonis yang akan di eksekusi karena tuduhan percobaa...