Seven Sisterhood : 7

180 25 3
                                    

--☆--

"Jok belakang Kakak berantakan banget," celetuk Tari saat melirik kondisi jok penumpang belakang berserakan oleh beberapa buku dan pakaian keluar dari tas milik Rana.

Rana hanya menoleh sebentar, wajahnya datar, mencoba menyembunyikan jantung nya yang mulai menggebu. "Tari, boleh tolongin lipat lengan kemeja Kakak?" Rana menyodorkan lengan kirinya, mencoba memberikan distraksi.

Alis Tari mengernyit heran, "Kakak habis ngapain sih? Kok kusut banget kemejanya?"

Rana merutuki kelupaan nya untuk melipat kemeja karena terburu-buru tampil setelah kelas nya selesai.

Yang di tanya hanya diam fokus menatap jalanan, enggan menjawab. "Kakak anterin kamu sampai depan gerbang aja ya, Kakak udah di buru-buru sama Tante Dayana lagi nih."

"Iya iya," balas Tari, ia tak menyimpan rasa curiga memilih fokus melipat lengan kemeja Kakaknya bergantian.

Mobil Holden Kingswood series putih mulai meninggalkan halaman depan gerbang rumah. Tanpa Tari ketahui pengemudi mobil itu menghela napas lega atas keberhasilannya menyembunyikan setelan baju yang mungkin saja Tari kenali.

Saat Tari meraih gerbang untuk dibuka, dari kejauhan Resa terjatuh dari sepeda nya. Suara nya cukup menyadarkan Tari untuk menoleh. Matanya menganalisis tanpa berkeinginan untuk mampir membantu.

Debu menempel di seragam, telapak tangan yang bergesek dengan aspal membuat kulitnya sedikit mengelupas, mengeluarkan darah. Sensasi panas karena gesekan tersebut membuat luka nya semakin terasa perih. Resa tahu seseorang memperhatikan.

Ia hanya membelakangi dan meremat pergelangan tangan nya kuat-kuat berharap darah tidak merembes begitu banyak. Bukan saatnya untuk menangis. Sekuat tenaga Resa kembali berdiri dan menuntun sepedanya. Luka di mata kaki nya juga membuat jalan tidak seimbang.

Jauh dalam lubuk hati Tari. Ia ingin membantu—setidaknya menemani langkah tertatih Resa. Namun, seketika niat nya berubah setelah melihat mobil Widuri terparkir di halaman.

Tari masuk membiarkan gerbang terbuka lebar. Setidaknya Resa tidak kesulitan menggeser gerbang dengan tangan terluka seperti itu. Seorang satpam dari kejauhan tergopoh-gopoh menghampiri anak sang majikan.

"Non, maaf saya habis dari toilet," ucap satpam yang usianya hampir menginjak kepala 4. Satpam legend, kalau kata Cello. Karena Surya sudah lama bekerja di rumah mereka.

"Gak masalah, Pak. Gerbang nya jangan di tutup dulu ya."

"Lho kenapa Non? Temen Non mau datang?"

Ada keraguan sebelum Tari dapat menjawab, ia menoleh kebelakang di ikuti juga oleh rasa penasaran Surya. "Ohhh, buat adik Non."

Tari ikut meringis melihat stang sepeda yang di genggam Resa berlumur darah.

Resa menyadari 2 pasang mata menatapnya, saat ia membalas, Tari memutus nya lalu bergegas masuk ke dalam rumah.

Surya kembali tergopoh-gopoh untuk Resa. "Ya ampun, Non. Kenapa bisa luka-luka?" Tanpa menunggu jawaban Resa, sebuah walkie talkie terangkat, Surya menghubungi kepala pelayan untuk menjemput Resa.

💮

Sudah saatnya makan malam, Tari keluar dari kamarnya di lantai 2, ketika akan menuruni tangga ia melihat Askiya keluar dari kamar sebelah—tengah fokus pada layar handphone nya sendiri, terkikik berkali-kali. "Fokus amat, liat apa sih dek?" tegur Tari, ia merentangkan tangan kanannya mengajak Askiya turun bergandengan.

Seven Sisterhood | BABYMONSTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang