Seven Sisterhood : 9

179 32 0
                                    

--☆--

Suasana sabtu kediaman Wirasanu pagi hari nya berjalan seperti biasa. Rumah terasa sepi karena sebagian penghuni nya berdiam diri di kamar menikmati istirahat penuh. Seorang gadis keluar dari kamarnya dan berjalan menuruni tangga menuju dapur. Sudah pukul 7 seluruh pelayan dan chef selesai menyiapkan sarapan, rata-rata akan di antarkan menuju kamar.

Resa menguap menutup bibirnya masih mengantuk. Sampai di pantry ia hanya tersenyum kepada pelayan mengisyaratkan dirinya akan sarapan di meja.

Saat sibuk mencari balok es di kulkas dari belakang seseorang juga datang. Resa menoleh sebentar, itu Rana.

"Mbak, aku mau di bekal aja ya sarapan nya, mau berangkat, cepetan dikit."

Pelayan itu agaknya panik karena diburu oleh permintaan dadakan Rana.

Resa sadar gelagat pelayan baru itu. "Aku bantu Mbak gak usah panik, Mbak siapin aja lauk nya aku ambilin kotak makan nya."

"G..Gak usah Non, saya aja—

"It's okay Mbak, aku bantu."

"Iya iya sabar gue kesana! Rojali kepret." Rana langsung mematikan handphone lalu asal melemparnya ke dalam tas.

Hari ini Rana perlu tampil kembali di tempat lain. Chelin dan yang lainnya sudah menunggu. Padahal pikirnya ini masih pagi kenapa harus buru-buru.

"Lama banget Mbak! Papa segala rekrut pekerja baru kenapa sih!" sewot Rana, sabar sudah di ambang batas.

"Ini Kak." Itu Resa yang memberi lantaran jari si pelayan terkena pisau, ia menunduk merasa bersalah saat membasuh telunjuknya di wastafel.

"Rese, gak becus kerja nya," kata Rana saat merebut kasar bekal nya.

Waktu terasa mengejar, Rana langsung bergegas meraih asal tas nya berlari secepat mungkin menuju garasi, tak sadar menjatuhkan benda kecil penting.

💮

"Okay, Laura boleh tahan sebentar ya matanya." Sang Dokter meminta sembari merogoh senter kecil dari kantong jas putih lalu menyorotkan sinarnya pada kedua bola mata Laura bergantian.

Jaya menunggu di dekat pintu—sesekali menongol penasaran untuk melihat keadaan Laura yang tengah diperiksa sebelum di perbolehkan pulang.

"Okay, saraf mata kamu baik. Jahitan di pelipis jangan lupa tetap di pakai salep nya ya. Gips juga belum bisa langsung di lepas, kamu tunggu 5 hari kedepan, kalau ada gejala langsung kontrol kesini ya," jelas Dokter Sarah. Senyuman wanita single parent itu merekah ikut merasakan bahagia kondisi pasien nya pulih perlahan.

Selama fisioterapi dan pengobatan rutin, Laura sering didampingi Dokter Sarah. Si Dokter sangat mengayomi Laura terlepas ia mengetahui bahwa gadis itu adalah anak kenalan nya.

Sikap serta sifat Laura sangat disukai Sarah. Beberapa kali Laura terlewat akrab dengan anak adopsi nya, Jelita. Buktinya gadis itu datang-susah payah menggunakan kursi roda nya seorang diri untuk menyapa Laura sebelum gadis itu pulang.

"Jelita!" seru Laura sumringah.

Sarah hanya bisa menghela napasnya lalu terkekeh kecil melihat Laura turun dari ranjang pasien-berjalan cepat menghampiri rentangan tangan Jelita. "Aduh sayang, kenapa gak bilang mau kesini, kan bisa sekalian aja tadi."

Dua gadis remaja itu masih sibuk berpelukan.

"Aku bakal kangen kamu banget Laura," ungkap Jelita.

"Apalagi akuuu, makasih ya udah selalu mau aku ajak main kalau bosen sama terapi, Dokter Sarah plis jangan kapok aku selalu ajak main Jelita."

Seven Sisterhood | BABYMONSTERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang