Jenna menatap ke bawah tangannya yang di genggam oleh suaminya. Meskipun tidak tau apa rencana Arthur kali ini, Jenna akan mengikuti arahannya. Dia dan Arthur masuk setelah beberapa saat mereka mengetuk pintu di luar. Genggaman tangan pria itu mengerat seolah menahan Jenna untuk tidak sejengkal pun menjauh darinya.
Jenna melirik Arthur yang tersenyum pias, apa ini benar-benar mimpi bahwa Jenna bisa melihat senyuman suaminya untuk wanita lain di hadapannya bahkan bukan untuk dirinya sendiri.
"Selamat siang, Arumi." Arumi terlihat lebih kurus dari biasanya, wanita itu tersenyum ke arah Arthur.
"Akhirnya kau datang?" Tatapan Arumi terus mengarah pada Jenna dan kedua tangan yang menyatu di bawah tubuh mereka. Pria itu bahkan tidak melepaskan tangan istrinya saat menyimpan bunga dan sekotak kue di atas meja.
"Maaf, saya terlambat menjenguk anda. Dan perkenalkan, dia Jenna. Istri saya." Sepertinya Arthur sengaja mengajak Jenna hanya untuk memperingati wanita itu jika Arthur sudah beristri.
"Dia.... Istrimu?" Tatapan Arumi seolah mengolok-olok Arthur saat menatap Jenna.
"Cantik sih, Tapi Ar... Dia kan mahasiswi di kelasmu. Dan lagipula, mengapa gadis itu tidak memakai cincinnya?" Satu hal yang membuat Jenna kesal, yaitu Arumi benar-benar sangat cerewet. ingin sekali Jenna bekap mulutnya dengan bantal.
"Kami memang menyembunyikan hubungan kami setelah menikah, dan aku tak suka orang-orang tahu."
"Bahwa kau menikahi gadis kecil?" Lanjut Arumi.
Arthur terlihat menghela nafas sebelum akhirnya menjawab pertanyaan Arumi.
"Dia memang masih kekanak-kanakan, tetapi tidak buruk juga." Jenna melirik tajam suaminya yang bicara asal tentangnya sehingga membuat Arumi seolah menjadi satu-satunya wanita dewasa yang lebih baik dari Jenna.
"Aku maklum karena dia terlihat polos. Jenna, duduklah. Bukankah kalian datang jauh-jauh kemari untuk menjengukku?" Jenna melepaskan tangan suaminya dan memasukkannya ke dalam saku celana.
"Kau saja, aku akan tunggu di luar." Arthur hanya melirik ke arah Jenna dengan datar sebelum duduk di kursi.
Dia bahkan tidak menahanku? Arthur sialan.
Tanpa perlu berbasa-basi, Jenna keluar dari ruangan itu dan menunggu di dalam mobil. Gadis itu bosan terus menunggu di dalam mobil sementara Arthur tidak kunjung kembali. ini sudah pukul 11 malam, dan Jenna kelaparan. Gadis itu keluar dari dalam mobil dan mencari-cari sebuah cafe yang masih buka, tepat di depan gedung rumah sakit. Jenna menemukan cafe yang terlihat beberapa pelanggan. meski bisa di hitung dengan jari.
Jenna masuk ke dalam dan mulai memilih-milih menu makanan yang akan ia pesan. Meski terlambat, perutnya tidak bisa menahan lebih lama. Gadis itu duduk di ujung meja sudut ruangan sambil menikmati sepotong hamburger dengan satu kopi americano. Cukup untuk mengganjal perutnya yang kelaparan.
Dalam sekejap makanan itu ludes tak tersisa, Jenna bangkit dari kursinya dan berniat untuk membayar pesanan yang sudah dia pesan. Saat kasir sudah menghitung total makanan Jenna, gadis itu mengeluarkan dompetnya. Tetapi, tidak ada uang yang tersisa disana. Jenna kelabakan, dia mengobrak-abrik tasnya yang hanya ada beberapa make up, buku dan lipstik.
"Gawat, gawat, gawat. Ini tidak boleh terjadi. Apa aku lupa tidak meminta uang pada Arthur? Astaga..." Seorang kasir di cafe tersebut terus menatap Jenna dengan ketus.
"Nona, tolong bayar pesanan anda karena jika tidak kami akan melaporkan anda ke polisi. Antrian masih panjang, aku harus segera pulang."
"A-Aku tidak ada uang.. Tolong, beri aku pekerjaan saja.. Aku bisa mencuci piring, mengepel lantai dan juga beres-beres. Tolong jangan laporkan Aku.." Wanita itu tidak menggubrisnya sedikitpun dan malah menelpon security untuk menahan Jenna.
![](https://img.wattpad.com/cover/377499123-288-k737692.jpg)