Padatnya lalu lintas memang tidak pernah bersahabat dengan banyak orang. Membuang waktu orang-orang di sekitar yang sudah menunggu lama untuk sampai ke tujuan. Kebisingan hingga aksi saling mencaci maki adalah pertunjukan sehari-hari di kala kemacetan melanda setiap jalanan ini.
Pengendara tidak ada yang mau mengalah satu sama lain. Pengguna kendaraan pribadi semakin meningkat dan membuat banyak orang semakin tamak. Tak mau mengikuti aturan dan membuat kericuhan hingga timbul kemacetan yang panjang.
Aku muak dengan pertunjukan dan keseharian ini. Padat dan sesak. Rasa ingin bebas ini seperti sedang terburu-buru untuk mencari jalan keluar. Kendaraan sama sekali tidak bisa bergerak apalagi tubuh ini.
Rasanya ingin membuka pintu mobil ini dan langsung pergi ke tempat yang aku tuju hari ini. Tempat itu sudah dekat dengan jarakku saat ini. Tapi, semua itu percuma. Aku tak bisa keluar dari mobil ini karena jarak antara kendara satu dengan lainnya sangat berdekatan. Hingga hampir menggores bagian pintu mobil yang aku tumpangi ini. Sehingga aku tidak bisa lari dari mobil ini.
BRAK!
"Liat-liat TOLOL!" ucap pemuda, yang mengemudi mobil ini. Aku terkejut. Pengendara yang menabrak mobil ini tak ada kata maaf untuk dilontarkan. Pemuda yang mengemudi mobil ini hanya bisa menghela napas karena nasihat dari wanita empat puluh tahun itu, "Sudah, Bang. Biarin aja," ujarnya.
Aku punya banyak pertanyaan untuk area kemacetan ini. Apa yang dilakukan pengendara paling depan sampai menimbulkan kemacetan parah seperti ini? Aku selalu bertanya-tanya akan hal yang mengganggu setiap pengendara dan penumpang jalan ini.
"Tai! ternyata ada orang penting padahal enggak penting mau lewat," umpat pengemudi mobil ini. Wanita yang berada di sebelahnya kembali mengusap-usap lengan pemuda itu untuk menenangkannya agar lebih bersabar, "Sudah, Bang. Sabar aja. Mungkin memang ada kegiatan penting," ujar wanita itu.
Bunyi klakson dari para pengendara diredamkan dengan suara sirine polisi yang berada di depan dan sirine ambulans yang berada di belakang. Dua hal penting akan lewat. Tetapi, seharusnya yang menjadi prioritas harus diutamakan. Ambulans itu tidak bisa bergerak karena padatnya kendaraan yang tidak bisa bergerak dari kemacetan ini. "Tolong beri jalan! Tolong beri jalan!" ucap pengemudi ambulans.
Semua ingin bergerak tetapi sirine polisi yang ternyata ulah dari kemacetan itu yang diutamakan. Sontak membuat beberapa orang kesal akan hal ini. Tiba-tiba banyak orang yang keluar dan turun dari kendaraan mereka. Mengatur lalu lintas untuk memberi jalan ambulans itu.
"Woy! Punya adab enggak sih? Kasi ambulans lewat dulu. Prioritas ini. URUSANNYA NYAWA ORANG!" ucap salah satu orang, yang menggunakan pengeras suara entah dari mana asal pengeras suara itu. Membuat banyak orang menjadi bersimpati untuk ikut serta dalam mengatur lalu lintas yang padat ini. Polisi menyuruh semua untuk tetap di posisi. Para pengendara yang sudah menjadi penguasa jalan itu tetap mengatur lalu lintas untuk memberi jalan ambulans itu tanpa mendengarkan arahan apapun dari polisi.
"Yang enggak punya hati, mending ditabrak aja!"
"Yang tau tata krama harusnya tau kalau ambulans itu prioritas!"
"Minggir sana, woi!"
Banyak ucapan yang dilontarkan oleh pengendara untuk pengendara yang tak mau bersimpati. Membuat semua orang semakin geram dan keadaan terasa menjadi tidak kondusif karena banyak perdebatan emosional di kemacetan ini.
"Abang mau turun aja, Bun. Ini orang-orang bikin bahaya dan bikin enggak kondusif. Harus diperbaiki ini," ujar pemuda itu.
"Enggak boleh, Bang! Itu bahaya. Abang di sini aja," larangan sang ibu tak didengar oleh pemuda itu. Pemuda itu memaksakan diri untuk turun. Sebelum turun pemuda itu menyuruhku untuk menggantikan posisinya, "Kalau Abang enggak balik ke sini, kamu lanjut nyetir, ya. Kamu pindah ke depan aja. Ini macetnya udah enggak ngotak dan bisa bikin orang meninggal kalau enggak kuat. Ada air minum di bagasi dan ambil sekarang. Nanti abang telepon atau nanti abang pulang naik taksi. Udah, intinya baik-baik kalian," ucap Kakakku. Pergi meninggalkanku dan bunda setelah Ia mencium tangan bunda juga keningku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love's Mirage in Verona
General FictionPerasaan yang tampak menjanjikan itu ternyata sulit dijangkau atau bahkan tidak nyata. Rasanya seperti ilusi yang terlihat di kejauhan. Mengejar perasaan yang seolah-olah ada, tetapi sebenarnya penuh tantangan dan kebingungan. Semua itu seperti fata...