🗝️ PROLOG

113 9 5
                                    

Langit tengah menangis, jalananpun tampak lenggang di tengah gelapnya malam kali ini. Trotoar yang basah terpijak kaki kecil tanpa alas di atasnya.

Sera Gempita, remaja 17 tahun itu tertatih tanpa arah. Dress putih kuyup yang dia kenakan kini penuh noda tanah. Tas besar di tangan tak luput menjadi tampungan air dari atas. Sera tak peduli penampilan urakannya. Yang jelas malam ini dia harus segera menemukan penginapan murah untuk tempat beristirahat.

Hanya bermodalkan uang dua ratus ribu di dalam dompetnya membuat Sera berpikir ulang untuk mengisi perutnya yang sedang kosong.

"Maafin aku ya. Kamu malah memilih aku menjadi ibu kamu," lirihnya sembari mengelus perutnya yang membuncit.

Menjadi ibu di waktu yang tidak tepat dan malam ini di usir oleh suaminya sendiri. Ucapan talak yang terlontar di mulut Zain begitu menusuk hatinya.

Beberapa kali Sera mengusap kasar wajahnya yang basah. Mencoba menguatkan diri bahwa semuanya akan baik-baik saja. Sera percaya Tuhan pasti akan membantunya.

Bukankah justru bagus dia bisa terlepas dari jeratan Zain yang kejam itu? Sera harus bisa.

Hujan sudah tidak selebat tadi. Namun rintik gerimis masih menyentuh bumi. Sera ingat di arah depan ada penginapan murah. Mungkin malam ini dia akan tidur di sana dulu. Kalau saja Abah dan Uma masih ada, ingin sekali Sera pulang ke kampung dan menangis di pangkuan mereka. Sayangnya, Abah dan Uma sudah berpulang. Tidak da siapapun lagi di kampung sana. Pun tidak ada satupun harga yang tertinggal.

Sera sudah tidak memilikinya siapapun dalam hidupnya, kecuali anak yang ada di dalam kandungnya. Sekarang harus kepada siapa Sera bergantung selain kepada dirinya sendiri?

"Jangan banyak bacot anjing, bacok aja kepalanya!"

Seruan kasar membuat Sera sadar dari lamunannya. Pemandangan mengerikan di depan sana membuat Sera terkejut.

Sumpah demi apapun, terjebak di antara tauran anak nakal bukanlah keinginan Sera. Tapi kali ini nasib sialnya belum berhenti.

Sera ingin berlari menjauhi mereka. Salah satu tanganya yang terbebas memeluk perut untuk melindungi bayinya. Sera tidak fokus, teriakan serta suara barang-barang bergesekan, suara deru motor, pukulan, makian dan bogeman membuat Sera panik.

Wanita bergaun putih itu tersandung batu kerikil dan berakhir luruh di atas trotoar yang dingin. Kaki Sera terkilir, ngilu sekaligus nyeri membuat Sera kesusahan untuk membangunkan diri.  Wanita itu hanya bisa menunduk memeluk perutnya yang dilindungi oleh tas. Merapalkan berulang kali agar kakinya kembali kuat dan bisa membawanya untuk bangun.

"Anjing!"

"Genk Lo yang anjing!"

"Gak usah banyak bacot Lo. Dari tadi bacot Mulu!"

Sera menutup rapat telinganya. Tidak tahan dengan sumpah serapah, teriakan dan suara pukulan. Sera sudah muak!

Hampir setiap hari Zain menamparnya, memukulinya dan bahkan menggigitnya kasar. Sera sudah sangat muak.

"Arggghhh." Sera berteriak keras begitu bahunya direngkuh dan ditarik paksa.

"Diam, dan ikut gue kalau Lo masih mau hidup!"

Suara berat itu menerobos masuk ke telinga Sera saat wanita itu mencoba menutupinya. Tidak ada pilihan lain. Kini tubuh Sera tertarik untuk mengikuti langkah lebar laki-laki yang manarik tangannya.

Dengan mengabaikan kaki yang terkilir, rupanya Sera lebih takut mati di jalan ini.


🗝️🗝️🗝️

Widih, cerita baru nih...

Gimana prolognya?

Menurut kalian cerita ini bakal seru apa enggak?

Komen yaaa

Buat yang nungguin Berlian Titipan, tenang aja masih bakal up mingguan kok tapi kalau gak sabar nunggu boleh lah mampir ke Karyakarsa aku @RosianaSalma07

The Dragons: DUNIA RAGALA Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang