BAB 5

10 6 0
                                    

"Aku bisa sampai disini karena Bunda."

Laki-laki dengan name tag Ergino Aldrin sedang melihat dirinya di cermin. Aldrin sedang mempersiapkan dirinya untuk berangkat ke Bandar Udara Internasional Incheon.

Mobilnya sudah siap. Sebelum ia menyalakan mesinnya, ia berpikir sejenak.

"Apa yang dikatakan pria gila itu benar?" tanyanya kepada diri sendiri.

Aldrin tidak percaya dengan apa yang dikatakan Robert kemarin.

Tanpa perlu berpikir lebih lama, ia segera menyetir mobilnya. Berpikir positif bahwa sang ibu masih hidup dan masih menunggunya di rumah.

***

Bandar Udara Internasional Incheon, Korea Selatan.

Aldrin berjalan untuk menuju ruangan khusus pilot. Melihat wajah-wajah orang yang ada di bandara ini. Dia trust issue akan bertemu ayahnya lagi.

Aldrin sampai di pesawat lebih dulu, Raina Prianka Nathania─selaku pramugari manis yang sering membantu Aldrin disetiap perjalanan. Ia selalu bersama Aldrin.

"Pagi, Pak," sapanya pagi ini.

Wanita cantik yang menggunakan pakaian pramugari itu menyambut kedatangan Aldrin.

Aldrin membalas sapaan Raina dengan menundukkan kepala sambil berjalan. Padahal, biasanya tidak begitu.

"Pak Aldrin sudah siap kah, Pak?" tanya Raina.

Langkah Aldrin terhenti, "Sudah kok, Mba Raina." setelah itu ia lanjut berjalan.

Raina sudah bekerja bersama Aldrin lumayan lama, dan ini kali pertama Aldrin bersikap dingin kepadanya.

"Ya sudah, mau sarapan dulu atau tidak, Pak?" tanyanya lagi.

Aldrin menggelengkan kepala lalu menutup pintu ruang pilot di pesawat,

"Apa dia lagi banyak pikiran, ya?"

***
Bandar Udara Internasional Soekarno-Hatta, Indonesia

Setelah kurang lebih 7 jam 16 menit berada di atas udara. Pesawat Aldrin akhirnya landing.

Bunyi telepon dari handphone Aldrin berdering.

"Nathan."

Ucap Aldrin yang sudah membaca siapa orang yang menelponnya. Lalu ia mengusap tombol angkat dan meletakkan telepon genggamnya diantara bahu dan telinga. Karena ia sambil berjalan dan membawa barang.

"Halo, Than. Kenapa?"

"Halo, Al. Sibuk ga?" tanya Nathan ditelpon.

"Kebetulan gua baru landing di Jakarta. Ada apa?" jawab Aldrin.

"Bisa kita ketemu sebentar?" tanya Nathan lagi.

Aldrin berhenti sejenak, "Dalam rangka apa?"

"Ada sesuatu yang perlu gua kasih tau ke lo." jawab Nathan.

"Sorry, Than. Niatnya hari ini gua mau langsung ketemu Bunda. Udah kangen banget soalnya." ujar Aldrin sambil tertawa kecil.

"Gua tutup telponnya ya, Than."

Aldrin memang dikenal dingin oleh teman-teman semasa kuliah dan kerjanya. Hanya Raina yang bisa mencairkan pintu kulkas Aldrin dan membuatnya tertawa terbahak-bahak jika sedang bersamanya.

Diperjalanan menuju rumah, mobil Aldrin dicegat oleh para perampok. Memang, Aldrin masih tinggal di rumah lamanya saat masih ada Robert. Rumahnya memang lumayan jauh dan memasuki kawasan yang cukup sepi.

"Turun lo!" teriak dari salah satu perampok.

Aldrin tidak mengenal rasa takut. Walau dulu Aldrin sangat manja dan sangat takut, sekarang ia berhasil mengubah sifat buruknya itu.

Aldrin membuka pintu mobil, menggulung jaketnya dan bersiap untuk melawan jika ada serangan.

Dan benar saja, perkelahian hebat terjadi di jalan sepi itu. Tidak ada warga pemukiman yang lewat. Tidak ada orang berjualan yang lewat juga. Sungguh, hanya mereka berlima di atas jembatan layang.

Aldrin kewalahan melawan 4 perampok. Bagaimana bisa, dia sendirian dan sedang lelah bertemu empat orang. Tentu saja dia kalah.

Saat Aldrin tergeletak di aspal, para perampok itu terlihat takut dan lari secepat kilat. Sedangkan Aldrin menahan rasa sakit di aspal sendirian.

"Nak, kamu gapapa?" tanya seorang wanita cantik sembari membantu Aldrin bangun.

Saat Aldrin menengok ke sampingnya, ia tak menyangka Anggi yang menyelamatinya.

"Bunda!" teriak terkejut Aldrin. Betapa senangnya anak itu ketika melihat ibunya masih sehat dan berdiri tegak dihadapannya.

Anggi mencium kening Aldrin, "Bunda kangen sama Aldrin..."

Sesuatu lewat sekejap dipikiran Aldrin saat Anggi mencium keningnya. Betul-betul misteri yang belum dipecahkan sejak 10 tahun lalu. Itu berlaku ketika Anggi mencium keningnya.

Tetapi Aldrin tidak ambil pusing. Ia berdiri dibantu oleh Anggi dan masuk ke mobil. Sementara, Anggi yang menyetir mobilnya.

[Aldrin Series] MOTHERTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang