Maaf ya kalo agak berantakan
Levi melangkah keluar dari gedung akademi, langit sore Yogyakarta memancarkan warna orange yang kontras. Dia mengenakan seragamnya yang rapi, namun sedikit longgar di bagian lengan dan menenteny g tasnya yang bertuliskan "air force academy". Ia langsung berjalan menuju stasiun kereta yang tak jauh dari situ. Sesampainya di stasiun, Levi memesan tiket dan naik kereta yang yang baru saja tiba di stasiun.
Levi turun di stasiun dekat kampus UGM. Tidak jauh dari sana, Aralie menunggu dengan senyum manis yang selalu mampu membuat jantung Levi berdebar. Aralie mengenakan gaun malam yang anggun, menyanjung kecantikan yang dimilikinya dan membuat Levi merasa sedikit kikuk dengan penampilannya yang sederhana.
"Levi! Kamu sudah datang!" Aralie melambaikan tangannya, dan Levi seolah terpesona. Gadis itu memiliki aura yang tak bisa diabaikan, tiap gerakan dan tatapannya memancarkan pesona.
Levi melepas atasan pakaian dinasnya dan menyisakan kaos berwarna putih di badannya. Aralie memberikan cardigan yang tadi sengaja ia bawakan untuk Levi. Ia tau kalau Levi pasti akan keluar asrama dengan menggunakan pakaian dinas harian.
"Maaf, harus patuh sama aturan. Beberapa kadet belum kembali, aku harus menunggu," jawab Levi dengan senyum lemah, mencoba menutupi rasa gugupnya.
***
Malam itu mereka memutuskan untuk menjelajahi kawasan Malioboro. Bata-bata kuno dan lampu-lampu yang berkelap-kelip melengkapi suasana malam. Sambil berjalan, mereka saling bercerita tentang kehidupan sehari-hari mereka di akademi dan kampus.
"Dari semua tempat di Yogyakarta, ini favoritku," Aralie berkomentar saat mereka berhenti di angkringan untuk menikmati nasi kucing dan teh jahe hangat.
"Kenapa?" Levi bertanya, meski dia sudah tahu jawabannya.
"Karena ini tempat yang selalu ramai. Aku suka kalau ada banyak orang, rasanya hidup!" jawab Aralie ceria, lalu mengedarkan pandangannya ke arah orang-orang yang berlalu-lalang.
Dari tempat duduk mereka, Levi mengamati Aralie, merasakan perasaan campur aduk di dalam hatinya. Dia sudah tahu bahwa Aralie mungkin lebih menyukai laki-laki. Namun, dalam kebersamaan mereka, Levi selalu berharap agar perasaannya diterima, bahkan jika itu hanya dalam bentuk persahabatan.
Setelah selesai makan, mereka berjalan menyusuri trotoar, mengobrol santai dengan tawa yang sesekali meledak. Aralie bercerita tentang teman-temannya di UGM yang selalu berusaha mencarikan dia pacar, sementara Levi hanya bisa meringis, berusaha menyembunyikan rasa cemburunya.
"Kalau kamu ada di kampus aku, aku yakin mereka akan jatuh cinta sama kamu," Aralie tertawa, menepuk bahu Levi dengan lembut.
"Ya, kalau mereka suka cewek tomboy," Levi membalas dengan sedikit gurauan, tetapi hatinya bergetar mendengar kata 'jatuh cinta'.
***
Malam semakin larut, dan Aralie mengajak Levi ke rooftop sebuah kafe populer di Yogyakarta. Dari atas sana, kota ini terlihat semakin indah dengan lampu-lampu berkelap-kelip, menciptakan suasana magis yang menenangkan jiwa.
"Suka suasana ini?" tanya Aralie sambil memandang ke arah cakrawala.
"Sangat," jawab Levi tulus. "Tapi, aku lebih suka saat kita berdua seperti ini."
Aralie berbalik menatap Levi. Ada keraguan sejenak di matanya, sebelum dia tersenyum. "Kita memang selalu seru jika bersama. Terima kasih sudah mau menemani aku setiap bulan. Kita hanya bisa bertemu sebulan sekali."
Saat menghabiskan waktu di rooftop kafe, Levi merasa hatinya bergetar lagi. Dalam kerinduan yang membara, dia beranikan diri untuk mengungkapkan perasaannya.