﹒⪩⪨﹒ CHAPTER : 07

162 19 0
                                        

𓆝 𓆟 𓆞  𓆝   𓆟
"A Morning of New Beginnings"

Matahari mulai muncul di balik gedung-gedung tinggi, menyinari Jakarta dengan cahaya hangat. Suara riuh lalu lintas menggema di jalanan, sementara burung-burung berkicau ceria, menandakan awal hari yang baru.

Di sekitar rumah Maudy, suasana mulai hidup. Beberapa tetangga sudah terlihat beraktivitas, ada yang menyiram tanaman dan ada pula yang berjalan sambil mengajak anjing peliharaan mereka.

Cahaya lembut pagi menerangi halaman rumah, menciptakan suasana hangat dan penuh harapan. Dalam rumah, Maudy sudah bersiap-siap, merasakan kegembiraan yang meluap saat memikirkan hari pertamanya di sekolah sebagai Bima's girlfriend.

Maudy berdiri di depan cermin, memperhatikan penampilannya dengan penuh semangat. Dia merapikan rambutnya yang panjang, menata gelombang lembutnya agar terlihat sempurna. Poni tipisnya jatuh anggun di dahi, memberi kesan manis yang pas. Setiap kali dia melirik jam dinding, detak jantungnya semakin cepat, campuran antara kegembiraan dan sedikit kegugupan.

Maudy turun perlahan dari tangga, langkahnya ringan penuh semangat. Begitu sampai di dapur, ia melihat kedua orangtuanya sudah duduk di meja makan. Mahendra dan Erina tampak menikmati sarapan bersama, aroma kopi dan roti panggang memenuhi ruangan, menciptakan suasana hangat di pagi itu.

"Hari ini enggak usah antar Ody ke sekolah, Pa," Maudy mengumumkan dengan nada ceria, mencoba terdengar santai. "Ada yang mau jemput."

Erina, yang mendengar pernyataannya, langsung melirik Maudy dengan tatapan penuh selidik. "Keliatannya udah punya pacar nih, Pa," ujarnya sambil tersenyum lebar, sinar matanya penuh rasa ingin tahu.

Maudy hanya bisa cengengesan, tidak berani menjawab. "Betul kata Mama?" tanya Mahendra dengan nada menggoda, menatap putrinya yang tampak sedikit panik.

Akhirnya, Maudy mengangguk pelan. "Iya, tapi Papa jangan marah ya. Ody now has a boyfriend, but I promise Ody tetap rajin belajar kok." Suaranya sedikit bergetar, berusaha meyakinkan orangtuanya.

Sambil menyeruput kopi, Mahendra menggelengkan kepala. "Siapa juga yang mau marah, Dy. Papa malah senang kalau kamu sekarang punya pacar." Maudy mengerutkan dahinya, terkejut dengan respons ayahnya yang bertolak belakang dengan apa yang ia bayangkan.

"Soalnya Papa enggak perlu lagi buat antar jemput kamu sekolah," tambahnya sambil tertawa. Wajah Maudy yang awalnya tegang kini beralih menjadi malu. "Ih, Papa," protesnya.

Erina, yang menyimak pembicaraan itu dengan senyum, tidak bisa menahan tawa. Ia kemudian mengambil tas bekal yang sudah disiapkan. "Kalo gitu ini Mama bawain porsi lebih, buat kamu sama pacar baru kamu itu."

"Besok-besok suruh main ke sini, biar Mama masakin, ya," Erina melanjutkan, membuat Maudy hanya bisa mengangguk "Hmm... Iya, Mama." Saat itu, notifikasi dari Bima muncul di ponselnya, memberi tahu bahwa dia sudah ada di depan rumah.

"Kalo gitu, Pa, Ma, Ody pamit ya!" Maudy melambaikan tangan sebelum akhirnya bergegas keluar, meninggalkan rumah dengan senyuman lebar di wajahnya.

Setelah berpamitan kepada orangtuanya, Maudy melangkah keluar rumah dengan semangat yang membara. Udara pagi terasa segar, dan sinar matahari cerah menyinari halaman, menambah keceriaan harinya.

Maudy melangkah keluar dari rumahnya sambil membawa tas bekal, langkahnya ringan karena suasana hati yang cerah pagi itu. Udara segar menyapa kulitnya, dan sinar matahari pagi yang hangat membuat rambut panjangnya yang terurai terlihat semakin berkilau. Dari kejauhan, dia sudah melihat Bima yang menunggunya di depan, duduk di atas motornya sambil tersenyum lebar.

L.O.V.E ( WOLFIEBEAR )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang