﹒⪩⪨﹒ CHAPTER : 09

38 5 0
                                    

𓆝   𓆟   𓆞  𓆝   𓆟

Ketika bel pulang sekolah berbunyi, suasana mendadak berubah riuh. Suara denting bel yang keras mengiringi langkah kaki para siswa yang bergegas meninggalkan kelas. Lorong-lorong sekolah dipenuhi oleh murid-murid yang saling bersahutan, bercanda, dan bersiap untuk pulang. Beberapa terlihat terburu-buru, sementara yang lain tampak santai sambil berbincang dengan teman-temannya.

Di lapangan sekolah, ada kerumunan siswa yang sedang menunggu jemputan, duduk di bangku-bangku panjang sambil memeriksa ponsel mereka. Suara deru motor dan mobil mulai terdengar dari arah gerbang, membuat suasana semakin hidup. Beberapa siswa memilih untuk nongkrong di kantin terlebih dahulu, mengobrol sambil menikmati sisa waktu sebelum benar-benar pulang.

Langit yang mulai memerah menandakan sore yang menjelang, menambah kesan tenang di balik keramaian siswa-siswi yang memenuhi halaman sekolah. Angin sore berhembus lembut, menerbangkan daun-daun kering yang jatuh dari pepohonan besar di sekitar lapangan. Sementara itu, para guru tampak keluar dari ruang guru, menyaksikan siswa-siswinya yang perlahan-lahan meninggalkan sekolah dengan wajah lelah namun puas setelah seharian belajar.

Di parkiran, deretan motor dan sepeda mulai menyala satu per satu, bersiap membawa pemiliknya pulang. Suara tawa, percakapan, dan salam-salam perpisahan terdengar di mana-mana. Para siswa saling melambai, berpamitan untuk bertemu lagi keesokan harinya.

Maudy tetap memandang Bima dengan tatapan penuh waspada, jelas ia belum sepenuhnya tenang. Tangannya yang tadi terlipat di depan dada perlahan ia turunkan, tapi matanya masih menuntut jawaban lebih dari sekadar janji yang belum pasti.

"Sayang, aku serius. Aku enggak bakal minum. Sumpah." Bima mendekatkan diri sedikit, suaranya rendah namun tegas. "Ada Dito juga di sana. You know him, kan? Dia nggak bakal ninggalin aku sendirian. Kami cuma ngumpul, nothing more."

Maudy menghela napas lagi, kali ini lebih panjang. "Tapi tempat kayak gitu, you know, it's just... I don't like it. Kamu pernah janji kan, enggak bakal datang ke tempat-tempat yang begitu?" Nadanya jelas menunjukkan kekhawatiran, bukan sekadar ketidaksukaan. Ia tak suka Bima berada di lingkungan yang ia anggap bisa membawa masalah.

Bima yang sudah tahu kelemahan Maudy dalam hal ini, langsung mendekat dan menangkup kedua tangan Maudy dengan erat. "Aku ngerti, dan aku tahu kamu khawatir. Tapi I swear, aku enggak akan terpengaruh. Aku ke sana cuma karena diajak, bukan buat mabuk atau apa pun. Ditambah, ada Dito. You know him better, kan? Dia selalu jaga aku kalau udah gini."

Maudy menatap Bima sejenak, alisnya masih sedikit berkerut. "Tapi aku enggak mau kamu cuma janji-janji terus nanti malah tetap ikut-ikutan."

Bima tersenyum kecil, menarik Maudy sedikit lebih dekat sehingga jarak mereka nyaris tak tersisa. "Aku nggak bakal ngelakuin itu. Aku janji sama kamu. Enggak akan nyentuh alkohol sama sekali. Kamu percaya sama aku, kan?"

Sebelum Maudy bisa menjawab, Bima menambahkan, "I love you, sayang. Aku nggak mau bikin kamu kecewa. Tenang aja, aku enggak bakal ikutan yang aneh-aneh. Cuma nongkrong doang, terus balik. Promise."

Maudy mendesah pelan, masih merasakan campuran kekhawatiran dan kelegaan. "Huft... okey, aku izinin. Tapi inget, jangan ikut-ikutan minum apalagi sambil mabuk-mabukan. You know how dangerous it can be."

Bima mengangguk cepat, wajahnya berseri-seri mendengar kata 'izinin' dari Maudy. "I will, I promise. Aku janji, pokoknya. Cuma mau ngumpul dan chill bareng temen-temen. Nggak lebih dari itu. And I'll make sure to text you if anything happens."

Maudy memandangi Bima dengan tatapan penuh perhatian. "Kalau ada apa-apa, langsung kabarin aku, ya? Jangan sampai kamu ngerasa terpaksa ikut-ikutan. I don't want you to be in a situation that makes you uncomfortable."

L.O.V.E ( WOLFIEBEAR )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang