﹒⪩⪨﹒ CHAPTER : 08

153 16 0
                                    

𓆝 𓆟 𓆞  𓆝   𓆟

Rumah Bima berdiri dengan kokoh di ujung jalan, dikelilingi oleh pepohonan hijau yang rindang. Suasana sore itu tenang, hanya ada suara burung berkicau dari kejauhan. Matahari yang mulai tenggelam memancarkan cahaya hangat, menyelimuti halaman rumah Bima dengan nuansa keemasan.

Maudy berdiri di samping Bima, baru saja turun dari motor. Dia menatap rumah itu dengan perasaan campur aduk. Tiba-tiba, perutnya terasa seperti diikat simpul, dan jantungnya berdegup lebih cepat dari biasanya. Satu hal yang terus terlintas di kepalanya: pertemuan dengan orang tua Bima.

Bima, yang bisa merasakan kegugupan Maudy, meraih tangan gadis itu. Sentuhan lembut jari-jarinya yang hangat langsung membuat Maudy menoleh. Tatapan mereka bertemu, dan Bima menatapnya dengan senyuman yang menenangkan.

"Everything's gonna be fine, sayang. Jangan khawatir," ucap Bima pelan, lalu mengangguk meyakinkan. "Nggak perlu nervous, mereka pasti suka sama kamu."

Maudy tersenyum kecil, meski rasa gugupnya belum sepenuhnya hilang. Dia menarik napas dalam-dalam, mengembuskan perlahan. "I hope so," gumamnya, suaranya hampir tak terdengar.

Setelah mengumpulkan keberanian, Maudy mengangguk pelan dan mengikuti langkah Bima yang mulai berjalan menuju pintu depan. Suara langkah kaki mereka di jalan setapak yang terbuat dari batu terasa berirama, seolah mengikuti detak jantung Maudy yang berdegup kencang.

Bima mengetuk pelan pintu rumahnya sebelum membukanya. Suara pintu yang terbuka menyambut keheningan di dalam rumah, dan mereka melangkah masuk, dengan tangan Bima yang masih menggenggam erat tangan Maudy. Maudy menelan ludah, sedikit gugup, tapi merasa hangat oleh genggaman Bima yang menenangkannya.

Begitu mereka masuk, langkah mereka terhenti di ruang tamu. Di sana, Namira—atau biasa dipanggil Bunda—sedang berdiri sambil menenteng tas elegan di tangannya, berpakaian rapi, siap untuk pergi. Ketika matanya tertuju pada mereka, terutama pada Maudy, ekspresinya berubah, tersenyum lebar penuh kehangatan.

"Aduh ya ampun," suara Namira terdengar ceria, berjalan mendekat. "Ada calon anak gadis Bunda."

Dengan penuh hormat, Maudy mencium punggung tangan Namira, sambil tersenyum ramah meski hatinya masih berdebar kencang. Namira memegang kedua lengan Maudy, menatapnya seakan-akan mengagumi setiap detilnya.

"Kamu cantik, cantik sekali... sayang, Bunda serius deh," kata Namira, matanya berbinar sambil sesekali melirik Bima. "Kali ini Bunda setuju banget sama pilihan dia yang sekarang di banding yang dulu."

Maudy tersenyum malu, tatapannya jatuh ke lantai sebentar. Bima di sampingnya tersenyum bangga, menatap Maudy seolah-olah merasa beruntung bisa mengenalkan gadis ini pada sang Ibundanya.

Namira terus memandangi Maudy, lalu berkata sambil tersenyum lembut, "Kamu tahu nggak, sayang? Kamu yang satu ini, beda. Begitu pertama kali Bunda lihat kamu, Bunda langsung jatuh cinta. Aura kamu tuh bikin hati Bunda adem."

Maudy sedikit terkejut, tapi ia tak bisa menahan senyum yang semakin lebar di wajahnya. "Makasih, Tante," jawabnya pelan, suaranya penuh kehangatan.

Namira menatap Maudy dengan senyuman hangat. "Jangan panggil 'Tante' dong, panggil aja Bunda, ya? Biar kesannya lebih dekat," katanya sambil tertawa lembut.

Maudy sedikit terkejut lalu ia mengangguk pelan, "O-oh iya, Bunda," balas Maudy dengan tersenyum.

Bima melihat sekeliling ruang tamu dengan rasa ingin tahunya, lalu bertanya, "Bun, Ayah dimana? Katanya hari ini libur kerja?"

Namira mengalihkan perhatiannya dari Maudy dan menjawab, "Ayah tadi ada meeting mendadak di kantornya dari tadi pagi, Bim. Mungkin dia bakal lembur sedikit." Suara lembutnya mencerminkan kebiasaan mereka yang terbiasa berbagi informasi, bahkan saat tidak ada di rumah.

L.O.V.E ( WOLFIEBEAR )Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang