8; ramen

508 57 3
                                    

Happy reading!

Taeyong berpamitan pulang tak berselang lama setelah mengobrol dengan Jaemin.

Jaemin melambaikan tangan saat mobil yang ditumpangi ibu mertuanya melaju menjauh hingga hilang dari pandangan.

“Apa saja yang Eomma tanyakan tadi?”

Jaemin sedikit terlonjak saat suara berat Jeno tiba-tiba mengalun. Astaga bagaimana dia bisa lupa bahwa dominan itu sedang berdiri di sebelahnya. Jaemin berbalik untuk masuk ke rumah. “Hanya bertanya tentang identitasku.”

Jeno mengekori Jaemin seraya memasukkan tangannya ke saku celana.

“Kupikir Eomma akan bertanya panjang lebar padaku,” ucap Jaemin lagi.

Jeno mengangkat sebelah alisnya, seolah tidak percaya dengan jawaban barusan. Namun, pria itu langsung teringat sesuatu dan mengangguk paham.

Jaemin berdecak pelan saat perkataannya tidak direspons sedikitpun oleh Jeno. Lelaki manis itu merasa agak tersinggung sekaligus kesal. Ia lantas mempercepat langkahnya menuju dapur karena rasa lapar menderanya secara tiba-tiba.

“Nyonya ingin makan sesuatu?” tanya salah satu pelayan ketika melihat Jaemin memasuki area ruang makan.

Jaemin mengangguk. “Aku ingin ramen instan.”

Pelayan itu mengangguk. “Akan saya buatk ....”

“Tidak.” Jeno tiba-tiba sudah berdiri di sebelah Jaemin yang duduk di salah satu kursi makan. Jeno menatap si pelayan dengan sorot datar. “Pergilah!”

Pelayan itu mengangguk dan berlalu pergi dengan langkah cepat.

Jaemin yang belum menyadari sesuatu lantas berdesis kemudian bangkit.

“Kau mau ke mana?”

“Membuat ramen tentu saja,” sahut Jaemin sedikit ketus. “Maaf karena menyuruh para pelayan tanpa seizinmu.” Jaemin berniat ke dapur sebelum pergerakannya terhenti akibat tangannya dicengkeram seseorang.

Tentu saja pelakunya adalah Jeno.

“Apa kau lupa dengan kondisimu sekarang?!” tanya Jeno dengan nada tak ramah seraya menatap Jaemin nyalang.

Jaemin berusaha menarik tangannya. “Lepaskan tanganku, Jeno!” Jaemin balik menyentak, tidak menggubris Jeno yang hampir diliputi amarah.

“Kau lupa dengan kondisimu?!” Jeno kembali bertanya.

Jaemin yang kepalang emosi lantas menarik tangannya sekuat tenaga saat Jeno sedikit lengah. “KONDISI APA?!” bentaknya saat tangannya terasa kebas akibat cengkeraman suaminya.

Jeno mengepalkan kedua tangannya. Terlihat jelas jika dominan itu mati-matian menahan keinginannya untuk melayangkan bogeman ke wajah Jaemin. Jeno sangat membenci orang yang berani bicara dengan nada tinggi padanya, terkecuali ibunya.

Jaemin yang tersadar lantas terdiam. Lelaki itu mundur selangkah saat menyadari perubahan ekspresi sang suami.

“Kau membawa anakku dalam perutmu. Jadi, aku memiliki hak untuk mengatur makanan yang boleh atau tidak boleh kau makan dan aku tidak mengizinkanmu memakan ramen instan. Kau mengerti?” Jeno menekan nada bicaranya.

Jaemin menunduk. Matanya tiba-tiba berkaca-kaca. Bukan, dia bukan ingin menangis karena ucapan atau sikap Jeno. Dia ingin menangis akibat keinginannya makan ramen tidak bisa terealisasikan.

Jeno sebenarnya menangkap perubahan itu, namun ia memilih acuh tak acuh. Jeno melihat jam tangannya sebelum berlalu pergi, meninggalkan Jaemin seorang diri.

✺✳ ┅ ⑅ ┅ ✳✺

Jaemin merapikan selimut yang melingkupi tubuh Yejun. Dia baru saja menceritakan dongeng sebelum tidur atas permintaan putranya. Setelah memastikan Yejun tertidur pulas barulah Jaemin bangkit dengan gerakan sepelan mungkin.

Sebenarnya, ia ingin tidur bersama Yejun malam ini namun keinginannya terpaksa tidak bisa terealisasikan; seperti keinginannya makan ramen. Jaemin takut Yejun tidak akan terbiasa tidur sendiri nantinya.

Jaemin menutup pintu kamar dengan hati-hati. Ia berdiam diri cukup lama di depan kamar Yejun. Sungguh, Jaemin sangat-sangat malas bertatap muka dengan Jeno. Ditambah keinginan makan ramen masih menghantuinya sampai detik ini. Jaemin bisa menebak malam ini ia tidak akan bisa tidur nyenyak.

Terlalu fokus melamun membuat Jaemin tidak sadar akan kedatangan seseorang. Saat seseorang itu berdeham barulah lamunannya langsung buyar.

“Pergilah ke meja makan!” titah Jeno yang terang saja membuat dahi Jaemin mengernyit bingung.

“Aku sudah makan,” sahut Jaemin tanpa pikir panjang.

Jeno mati-matian menahan keinginan untuk menyedot ubun-ubun Jaemin. “Kau masih ingin makan ramen?”

Mendengar nama makanan itu, telinga Jaemin langsung terangkat. Jaemin mengangguk tanpa pikir panjang.

“Aku membawakanmu ramen dari salah satu restoran. Makanlah sebelum dingin!” Setelah mengatakan itu, Jeno berlalu pergi menuju kamar, menyisakan Jaemin yang mematung tak percaya.

Jaemin tiba-tiba terkikik seperti kuda dan lelaki itu berbalik menuju meja makan dengan langkah riang. “Abaikan ucapan Mama tadi, ternyata Appa-mu sangat baik, Aegi.” Jaemin membatin seraya mengusap perutnya.

Di meja makan, Jaemin langsung menyantap ramen pemberian Jeno dengan lahap. Lelaki itu tidak repot-repot untuk menjaga image. Persetan! Urusan perut jauh lebih penting.

“Sudah cukup jangan habiskan kuahnya atau perutmu akan sakit.” Jeno yang baru muncul tidak bisa menahan decakan ketika melihat Jaemin yang begitu rakus, seperti makhluk yang tidak pernah makan enak.

Jaemin menoleh seraya menjulurkan lidah; menyapu permukaan bibirnya yang terkena sisa-sisa kuah ramen. “Tidak baik menyisakan makanan, Jeno.”

Dahi Jeno berkerut dalam. Tumben sekali Jaemin berpikir seperti itu. Biasanya Jaemin adalah juara utama dalam hal menghambur-hamburkan makanan. Lelaki itu sangat suka meminta ini itu ke koki rumah dan setelah dibuatkan, ia hanya melirik sekilas; tidak menyentuhnya sedikitpun dengan alasan sudah tidak mood lagi.

Sluurp!

Jeno kehilangan kata-kata saat melihat Jaemin menyeruput kuah ramen dengan begitu ganas. Sebegitu laparnya kah istrinya itu?

“Ahh~ ramen ini enak sekali. Kau harus sering-sering membelikannya untukku, Jeno,” ucap Jaemin tanpa rasa malu seraya menaruh mangkuk yang sudah kosong ke meja.

Sebelah alis Jeno terangkat. “Aku membeli ramen karena anakku menginginkannya. Jika kau ingin makan karena keinginanmu maka beli-lah sendiri. Jangan merepotkanku.”

Mendengar itu, senyuman Jaemin perlahan surut. Ia berdecih pelan seraya mengusap perutnya lagi. “Mama tarik ucapan tadi, appa-mu ternyata sangat menyebalkan, Aegi.”

Jangan salahkan Jaemin jika bayinya saat sudah lahir nanti akan memasang tampang tidak ramah setiap kali beradu pandang dengan Jeno.

✺ to be continued ✺

Orang korea tau kembung ga ya?


Villain to HeroTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang