"Hati-hati, Kak. Jangan ngebut, ya."Raina tersenyum manis seraya mengangkat jempolnya, "Siap Ibu!"
"Kalau mau pulang, kabarin Rai, ya. Nanti Rai jemput."
Salma menggeleng, "Enggak usah. Nanti Ibu sama adek, naik angkutan aja. Kasian kalau harus bolak-balik."
Raisa mengangguk mengerti. Ia menciumi tangan sang Ibu, tidak lupa mencium kening adiknya dengan penuh kasih sayang.
"Jangan lupa untuk selalu bersyukur ya, Kak. Do'a terbaik Ibu selalu buat Kakak."
Pesan sang Ibu yang tak pernah bosan ia dengar. Kata-kata yang selalu membuat hatinya terharu. Raisa melambaikan tangannya, tersenyum menatap sang Ibu dan adiknya yang mulai memasuki koridor sekolah baru Raisa.
Raisa menyalakan mesin motornya, pergi menuju tempat kerjanya dengan senyuman manis di bibirnya.
Berharap, hari-hari berikutnya ia bisa terus lewati dengan senyuman, dan selalu membuat sang Ibu dan adiknya bahagia.***
Kak gimana kabarnya? Sebelum pulang, mampir ke rumah Ayah dulu, ya. Ayah baru pulang dari Surabaya.
Raina menghela nafas setelah membaca isi pesan yang masuk. Pesan dari sang Ayah. Jadi ini, alasan sang Ayah tidak ada kabar selama dua Minggu terakhir. Ternyata pergi ke Surabaya.
Raina memasukkan kembali ponselnya ke dalam tasnya. Memakai helmnya dan mulai menyalakan mesin motornya. Ini sudah waktunya jam pulang kerja.
Hanya dengan waktu tiga puluh menit, Raina sudah sampai di depan rumah sang Ayah. Ia disambut hangat oleh Ayahnya juga istri barunya.
"Ayah pergi enggak ada kabarin Rai?" tanya Raina langsung. Mereka duduk berdampingan di sofa.
"Maaf ya, sayang. Kerjaan kantor memang suka mendadak." Rakha, sang Ayah memeluk Raina dari samping.
Raina hanya menghela nafas panjang. Ia membalas pelukan sang Ayah. Tidak bisa dipungkiri, ia memang begitu merindukan sang Ayah. Penceraian Ayah dan Ibunya memang secara baik-baik. Namun entah kenapa, rasanya ia masih belum bisa menerima semuanya.
"Adek sehat?" tanya sang Ayah.
"Alhamdulillah. Tadi pagi ada pendaftaran ulang, Alhamdulillah semuanya lancar."
"Alhamdulillah kalau gitu."
"Ini ada oleh-oleh dari Ayah sama Bunda. Ada buat adek juga. Ada namanya di situ," jelas sang Ayah seraya menunjuk beberapa paper bag di atas meja.
Raina hanya mengangguk tersenyum seraya melirik beberapa paper bag di atas meja. Tidak lupa ia mengucapkan terimakasih untuk Ayah Bundanya.
"Bulan ini Ayah belum transfer ya. Nanti sore Ayah transfer buat kakak sama adek."
***
Raina melentangkan kedua tangannya di kursi. Ia baru saja membantu sang Ibu menyiapkan beberapa dagangan untuk di jual besok. Diliriknya Raisa, gadis kecil itu masih sibuk dengan hadiah pemberian sang Ayah. Raisa memang selalu antusias jika mendapatkan sesuatu dari sang Ayah.
"Bu, maaf ya besok Rai enggak bisa berangkat bareng sama adek. Rai besok jam 5 pagi harus udah di Caffe. Ada yang booking buat ulang tahun perusahaan. Jadi harus persiapan gitu." Raina memeluk sang Ibu ketika beliau duduk di sampingnya. Sedih rasanya ia tidak bisa antar adiknya, padahal besok adalah hari pertama adiknya masuk sekolah.
"Enggak apa-apa, kak. Fokus aja ke Caffe. Pasti besok sibuk banget, ya. Do'ain Ibu biar sehat terus. Kakak sama adek juga sehat semuanya."
"Bismillah ya tahun depan kakak masuk kuliah. Sayang soalnya kalau enggak dilanjutin."
"Iya Ibu, do'ain ya semoga Allah mudahkan semuanya."
Raina dan Salma terkejut ketika melihat Raisa yang tiba-tiba berada di tengah-tengah pelukan mereka.
"Pelukan kok enggak ajak adek," ucapnya dengan wajah cemberut namun terlihat lucu.
Raina dan Salma terkekeh, "Iya ini peluk adek juga, kok."
Raina rasanya bahagia sekali memiliki Ibu yang hebat juga adik kecil yang cantik nan pintar. Raina selalu berdoa, agar mereka bertiga selalu bersama, selalu bahagia bersama.
Salah satu impian Ibunya memang beliau ingin sekali dirinya bisa melanjutkan pendidikannya. Itu artinya Raina harus lebih giat lagi, harus lebih semangat lagi agar bisa mewujudkan impian sang Ibu juga impian dirinya satu persatu.
"Raina sayang Ibu sama adek."
***
Terimakasih untuk yang sudah mampir.. Semoga syukaa🫶🏻