005 - Dignity

292 61 44
                                    

BLOODLINE

005 — Dignity,




















.

.

.


















Nirnyata; khalayan; bualan semata.

Nama tokoh juga muse yang dipakai tak serta merta memiliki hubungan selaras dengan bagaimana kehidupan nyata, ini adalah fiksi.





















.

.

.




















Sebelum memulai dan segalanya, mari tinggalkan jejak serta tanggapan untuk membuat apresiasi.

Anyway. Happy reading, sayangie!









































Bloodline,

005 — Dignity.


SADAR kalau diperhatikan oleh seseorang saat tengah mengobrol dengan salah satu kawannya, Marcus menoleh.

Ia bisa mendapati sosok Gelael muda tengah menatapnya.

Tapi ia tak bisa memastikan.

Sebab tatapan yang terlempar dari Axel itu tak bisa dijelaskan olehnya, seakan bisa beribu atau bahkan puluhan pemikiran yang bisa si Gelael lakukan kepadanya dan hal tersebut membuat dirinya menjadi agak tak nyaman.

Kenapa dirinya ditatap? Kenapa cuma dirinya seorang?

Apa yang tengah dipikirkan oleh Gelael muda aka Axel saat menatapnya dengan tatapan yang bisa begitu intens, seperti sekarang ini?

Karna sesuatu hal, kah?

Namun seingatnya dan beberapa waktu lalu.

Ia tak pernah bersinggungan dengan Axel atau temannya si Gelael yang kelihatan jelas kalau mereka tak mungkin mendekatinya itu.

Paling, mungkin..

Dirinya mengenal salah satu dari mereka karna memiliki satu ekskul yang sama.

Tapi.. masa iya?

Ia tak pernah melakukan apapun, tuh?

“Em,” Marcus berdehem pelan dengan wajah heran yang masih kelihatan jelas bagi siapapun yang menatapnya, “Kalian tau Axel?”

Pertanyaan itu membuat keenam kawannya tertawa pelan seakan mengejek atau mungkin agak menghinanya dengan jelas, lagian, siapa yang tak tahu menahu soal Axella?

Gelael tunggal yang nantinya akan menguasai, atau bahkan sudah menguasai berbagai macam bisnis.

Dan.

Itu makin memperparah rasa segan mereka untuk mendekati atau sekedar menyapanya, meski ya, masih ingin mencoba.

“Yang bener aja?”

Salah satu kawannya masih tertawa tapi tetap menjawab, “Masa lo gatau siapa beliau?”

Mereka menghormati Axel karna kekuasaannya.

Dan, tak ada satupun yang berani menyinggung sosok pewaris tahta tanpa singgahsana itu; sebab paling disegani oleh semuanya.

Mau guru, mau staf sekolah biasa, mau murid sekalipun.

BLOODLINETempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang