chapter 8

0 0 0
                                    

Chapter 8: "Indonesian Burger Experiment"

Keesokan paginya, Tom tetap pada idenya yang konyol: membuat “burger Indonesia” dengan nasi sebagai pengganti roti. Semua anggota band dan Meilae berkumpul di dapur, penuh antusiasme untuk melihat bagaimana eksperimen masak kali ini akan berlangsung.

Meilae sudah menyiapkan beberapa bahan: nasi, daging ayam cincang, sayuran, dan beberapa bumbu yang bisa ia temukan di dapur. Dia tampak berpikir keras, berusaha menggabungkan semuanya agar tetap terasa seperti burger, meskipun bahan-bahannya sangat berbeda dari burger biasa.

Tom, seperti biasa, terlihat paling bersemangat. “Oke, jadi idenya adalah kita buat nasi jadi patty bulat, lalu kita tambahkan daging ayam di tengah, dan tutup lagi dengan nasi. Ini pasti keren!”

Bill menatap Tom dengan ragu. “Tapi, bagaimana caranya kita menjaga nasi itu tetap utuh seperti roti?”

Meilae tertawa. “Tom, kalau kamu mau buat nasi jadi burger, kamu harus pakai nasi yang lengket, biar bisa dipadatkan. Tapi aku rasa, ini akan lebih mirip onigiri daripada burger.”

Georg, yang tampak tertarik dengan konsep itu, mengambil satu mangkuk nasi dan mulai mencoba memadatkannya dengan tangannya. Tapi begitu ia meletakkan daging ayam di tengah dan menutupnya dengan nasi lagi, semuanya langsung hancur. “Ugh, ini susah banget!” katanya sambil tertawa.

Meilae mencoba menahan tawa. “Kamu harus tekan lebih kuat, Georg. Nasinya harus padat, tapi jangan sampai terlalu keras juga.”

Gustav mencoba membantu dengan menekan nasi dengan piring, berharap itu bisa membentuk patty yang sempurna. Namun, saat ia mengangkat piringnya, patty nasi itu tetap hancur berantakan. Semua tertawa keras, dan Tom, yang melihat itu, hanya menggeleng.

“Ah, mungkin kita butuh lem beras atau sesuatu?” katanya, mencoba membuat semua orang tertawa.

Bill mengangguk setuju. “Kalau nggak berhasil juga, kita bisa bikin ‘sup nasi burger’.”

Melihat kekacauan itu, Meilae akhirnya memutuskan untuk mengambil alih. “Oke, semuanya, biar aku coba. Kalian bantu aku potong-potong sayuran dan siapkan daging ayam, ya?”

Meilae lalu mencuci tangannya dan mulai mengambil nasi dalam jumlah kecil, menekannya perlahan hingga menjadi padat. Dia membentuknya dengan hati-hati, menambahkan daging ayam cincang yang sudah dimasak di tengahnya, dan menutupnya lagi dengan nasi. Dengan telaten, ia membuat beberapa “burger” kecil dan menata mereka di atas wajan.

Saat burger nasi itu mulai dipanaskan, aroma harum mulai memenuhi ruangan. Tom tampak kagum. “Wow, kamu benar-benar bisa bikin ini jadi kenyataan, Meilae!”

Meilae tersenyum. “Ya, ini lebih mirip onigiri daripada burger, tapi setidaknya berhasil.”

Setelah beberapa menit, burger nasi ala Meilae siap disajikan. Dia menambahkan sayuran segar dan sedikit saus di atasnya, mencoba meniru tampilan burger yang sesungguhnya. Semua anggota band tampak penasaran, dan mereka segera duduk di meja makan dengan antusias.

“Oke, sekarang kita coba!” seru Meilae sambil memberikan masing-masing satu “burger nasi.”

Gustav adalah yang pertama mencicipi. Ia menggigit pelan dan mengunyah dengan hati-hati. Ekspresinya langsung berubah ceria. “Ini enak! Serius, rasanya benar-benar unik.”

Georg juga mengangguk sambil menggigit. “Aku nggak pernah coba yang seperti ini. Ini kayak kombinasi nasi dan burger, tapi lebih lembut.”

Bill dan Tom saling berpandangan sebelum akhirnya ikut mencoba. Bill tertawa sambil mengangkat jempolnya. “Aku suka! Ini nggak seperti burger biasa, tapi tetap enak!”

Tom, di sisi lain, menatap patty nasinya dengan ekspresi serius. “Hmm… aku tetap merasa kalau ada bratwurst di dalamnya, ini akan lebih sempurna.”

Semua orang langsung tertawa mendengar komentar Tom. Meilae menggeleng sambil tertawa. “Tom, kamu benar-benar nggak bisa lepas dari bratwurst, ya?”

“Hey, bratwurst adalah hidupku,” jawab Tom sambil mengangkat bahunya dengan gaya dramatis.

Sesi makan pagi itu berubah menjadi pesta tawa. Mereka saling bercanda dan melempar lelucon tentang makanan yang mereka buat. Gustav bahkan mencoba menambahkan keju mozzarella di atas nasi burgernya, menciptakan versi “nasi burger keju leleh” yang membuat semua orang tertawa karena bentuknya yang aneh.

Setelah beberapa saat, mereka semua sudah kenyang, dan meja penuh dengan piring kosong. Bill menatap Meilae dengan senyum lebar. “Aku suka ide kamu, Meilae. Kamu berhasil bikin sesuatu yang baru buat kita.”

Meilae merasa bahagia. “Terima kasih. Aku senang kalian suka. Lain kali, aku bisa masak yang lain lagi. Mungkin rendang atau sate?”

Georg mengangkat tangan dengan semangat. “Aku mau rendang! Aku pernah dengar itu masakan daging yang lezat!”

Tom, seperti biasa, punya pendapat berbeda. “Oke, tapi kalau kita bikin sate, bisa nggak dagingnya diganti dengan bratwurst?”

Meilae dan yang lainnya tertawa keras. “Tom, kamu ini benar-benar obsesif dengan bratwurst!” kata Meilae sambil menggelengkan kepala.

Semua tertawa, dan Tom hanya tersenyum bangga. “Well, kalian tahu, bratwurst itu adalah seni.”

Setelah makan, mereka semua duduk santai di ruang tamu, masih tertawa-tawa sambil membahas eksperimen masak mereka. Meilae merasa sangat bahagia. Meski ia masih harus merahasiakan asal-usulnya dan bagaimana ia bisa ada di tahun 2006, ia merasa nyaman bersama mereka.

Bill, yang duduk di sebelah Meilae, menatapnya dan berkata, “Kamu membawa suasana yang menyenangkan di sini, Meilae. Terima kasih sudah masak buat kami.”

Meilae tersenyum lebar, merasa diterima sebagai bagian dari keluarga kecil ini. “Aku yang harus berterima kasih. Aku nggak pernah merasa seberuntung ini bisa bertemu kalian semua.”

Saat suasana mulai tenang, Tom kembali memecahkan tawa dengan komentarnya. “Oke, tapi serius. Lain kali, kita harus masak sesuatu dengan bratwurst lagi. Aku janji itu akan jadi hidangan terbaik!”

Gustav menepuk punggung Tom sambil tertawa. “Tom, aku rasa kita butuh intervensi untuk kecanduan bratwurstmu.”

Bill dan Georg mengangguk setuju, dan Meilae tertawa keras. “Mungkin kita perlu masak sesuatu tanpa sosis sama sekali, biar Tom belajar makan makanan lain.”

“Never!” jawab Tom dengan nada dramatis, membuat semua orang tertawa sampai perut mereka sakit.

Hari itu, Meilae merasa sangat bahagia. Meski ia tahu ia berada di waktu dan tempat yang berbeda, keberadaan teman-teman barunya membuat semuanya terasa seperti rumah. Ia berjanji pada dirinya sendiri untuk terus menikmati setiap momen, meski ia belum tahu kapan atau bagaimana ia akan kembali ke masa depan. Yang terpenting, ia tahu bahwa ia tidak sendiri, dan setiap hari bersama Tokio Hotel selalu penuh dengan tawa dan kebahagiaan.

_______________________________________________
TBC
------

Jangan lupa kasih kritik dan sarannya yah!

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: 5 days ago ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Because YouTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang