04

66 13 4
                                    

6 Agustus 1945

Suara dengkuran terdengar jelas memenuhi satu ruangan kamarnya. Namun tak ada yang risau sepertinya dengan dengkuran dari tentara Jepang tersebut.

Tiba tiba suara jam weker yang tepat berada dinakas disampingnya, berbunyi kencang dengan suara yang bising. Berusaha menandingi suara dengkuran dari Yoshi.

Yoshi dengan cepat menekan nekan jam weker tersebut asal, yang membuat jam weker tersebut semakin terdorong di tepi nakas, tak lama kemudian jatuh tak terbentuk.

Yoshi duduk dengan bersandar pada sandaran ranjang, dengan matanya yang masih menutup. Rasanya ia lelah sekali, kepalanya sedikit pening.

Cukup lama, ia masih memejamkan mata berusaha menetralkan rasa pusingnya. Sembari memijit pelan kepalanya yang terus berdenyut.

Yoshi bangkit dan melihat ke arah sekitar ruangan kamarnya, ruangannya sedikit berantakan. Namun tetap ia abaikan, dengan terus melangkah ke arah keluar kamar.

Cklek!

Tak juga pintu Yoshi, pintu kamar disebelahnya yang ditempati Karin juga terbuka. Wajah Karin dengan wajah khas bangun tidur, sedikit menyembul diantar dekat pintu.

Mata Karin bermain hingga menemukan wajah Yoshi yang menatapnya juga. Sedikit salah tingkah, Karin kembali masuk dan menutup pintunya kembali dengan keras.

Mendapat respon bingung dari wajah Yoshi, namun tak ingin berpikir panjang, Yoshi kembali melangkah ke ruang tamu ingin bersantai sejenak untuk menghilangkan denyutan kepalanya yang tak kunjung hilang.

Namun belum sempat ia memejamkan matanya, pintu rumahnya digedor dengan kencang. Membuatnya berdecak sebal.

Yoshi mencoba mengabaikan, mungkin itu orang lain yang tidak ada kerjaan dihari se siang ini mengetik pintunya dengan kasar. Namun, siapa sangka ketukan itu semakin keras, hingga Karin yang juga mendengar ketukan itu keluar.

Karin melihat Yoshi yang masih tertidur sadar, dengan menghea nafas panjang.

"Siapa?"  Karin membuka pintu.

Tampak disana, Haruto. Pria berjalan tampan celingak celinguk mencari keberadaan seseorang, yang kita semua tahu itu Yoshi.

"Dimana tuanmu?" tanyanya dengan tergesa gesa.

"I-itu.." Karin bertingkah aneh hari ini.

Dengan jalan yang sedikit lunglai, Yoshi bergerak menuju pintu utama, "Aku disini, ada apa?"

"Ikut aku, kita harus ke markas."

Yoshi mengernyit bingung, "Sebab?"

Haruto melirik Karin yang mengamati mereka berdua. Yang sepertinya enggan menjawab pertanyaan Yoshi sekarang.

Sadar akan tatapan tersebut, Karin memilih pergi menuju dapur yang berada di sudut ruangan tersebut.

"Di jalan, aku akan memberi tahumu,"

Tring.. Tring...

Suara telepon rumah mengalihkan perhatian keduanya, semula lengan Yoshi yang digenggam kuat oleh Haruto, perlahan mengendur.

"Tunggu,"

Yoshi berlari kecil, menuju ruang tengah yang terdapat sumber suara disana. Ia melihat Karin dengan telepon rumah digenggamannya menatapnya serius.

Karin menyerahkan telepon tersebut, yang diterima dengan baik oleh Yoshi. Karin tak pergi, ia tetap berdiri di samping Yoshi, sedikit penasaran apa yang membuat rekan Yoshi, yakni Haruto tampak was was.

Cukup lama ia menunggu, rasanya sia sia. Karin juga tak mengerti dalam bahasa apa mereka berkomunikasi. Mungkin juga bahasa Jepang, entahlah.

Setelah telepon ditutup, Yoshi sempati bergumam sendiri, lalu tatapan matanya beralih pada Karin. Yang kebetulan menatapnya juga.

"Haruto,"

Haruto bergeming, "Ya?"

"Tunggu aku sebentar, aku akan bersiap siap."

"Jangan memakan waktu lama." Sahut Haruto dari ruang tamu, dengan tatapan mata Yoshi enggan lepas dari Karin.

"Jaga dirimu." Wajah Karin terangkat sempurna membalas tatapan Yoshi.

"Aku tidak tahu..."

"Aku akan kembali atau tidak, so.. jaga dirimu baik baik." Yoshi tersenyum.

"Walaupun kau membenciku, tapi tolong sertakan aku dalam doamu setiap beribadah."

"Doakan aku agar bisa kembali kesini dengan raga dan jiwa yang sama seperti ini."

"Anda bisa berdoa sendiri." Karin bersuara.

Yoshi terkekeh, "Aku tidak tahu, harus berdoa dengan cara kepercayaan apa."

"Jadi, tolong doakan aku ya?" Wajah Yoshi sedikit mendekat. Mendapati wajah lawan bicaranya sedikit mendekat, dengan cepat Karin menganggukan kepalanya.

"Aku akan mengirim surat, jika aku sempat menulisnya."

"Anda bahkan tak tahu apa yang anda lakukan semalam?" Mata Karin mulai berair, membuat Yoshi sedikit terhenyak.

"Aku mabuk,"

"Aku membencimu!" Karin berteriak, dengan tangan kecilnya memukul dada bidang Yoshi.

"Maaf."

"Jika kau mati, siapa ayahnya? Hah!"

"Jika kau mati, aku akan membunuhnya juga."

Tangis Karin semakin menjadi. Tak tinggal diam, Yoshi membawa Karin yang tersedu sedu dalam pelukannya, berusaha menenangkannya dengan puluhan ucapan kata 'maaf' tak terhenti.

Cukup lama, mereka berpelukan sebelum Yoshi melepaskan pelukan erat diantara mereka, dengan kedua matanya yang bersimba air mata.

"Aku berjanji, aku akan kembali dan menikahimu sebagaimana mestinya." ucap Yoshi dengan raut wajah penuh penekanan.

"Tunggu aku ya?" Karin menatap wajah Yoshi lamat lamat dengan mata yang berair, sebelum kemudian mengangguk mantap.

Yoshi bernafas lega, ia mencium tulus dahi Karin yang tertutup poni tipisnya kemudian tersenyum.

Yoshi berjalan mundur, dengan genggamannya pada tangan Karin yang perlahan semakin tak terjangkau. Membuat jaraknya juga semakin jauh.

Sebelum menghampiri Naruto, Yoshi berhenti sejenak mendekati radio yang berada di ujung ruang tamu. Ia menyalakannya hingga terdengar suara seseorang berbicara.

Yoshi melihat ke belakang ke arah Karin, Karin yang masih menatapnya dengan berlinang air mata. Yoshi tersenyum tipis dan melambaikan tangannya sebelum pintu rumah tertutup rapat.

"Kembali lagi bersama kami, di stasiun radio Bataviase Radio Vereniging, dengan saya Mashi sebagai pembawa acara radio untuk kalian semua.."

Karin berjalan mendekati radio yang berada disana, duduk di tepi sofa dengan sedikit bersandar berusaha menyelesaikan tangisnya.

"Hari ini pada 6 Agustus 1945, di negara  Jepang telah terjadi kehancuran, berupa telah jatuhnya bom pertama dipusat Jepang, Hiroshima."

"Telah banyak korban yang sudah mulai dievakuasi, dan sebagian besar pasukan kita dari Hindia Belanda sudah dikerahkan untuk ikut membantu dan menjaga sekitar Hiroshima, mari kita doakan agar semua korban dan pasukan kita tetap aman dan niat tulusnya untuk negeri dilindungi oleh Tuhan."

"Amiin.."


















END















huhhh.. (Deep breath)
Makasi byk yg udh ngikutin smpai akhir cerpen singkat ini dri chap 1-4
Soo, klo kalian sabar dn aku niat aku akan buat (+)  bonus chapter ttg mereka
Anyway, jgn lupa buat untk kasih apresiasi sedikit apapun untk penulis ya karena penulis mikir use brain bukan pakai dengkul hehe🧍‍♀️🙏

Encounter [Yoshi x Karina]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang