9 Januari 1966
Suatu malam di daerah itu tampak sunyi, karena sudah menunjukkan waktu hampir tengah malam. Biasanya, masih ada ronda malam yang bergiliran di waktu tertentu.
Namun, kali ini tidak. Seorang gadis dengan poni yang menutupi dahinya itu tampak gelisah, seperti sedang menunggu kabar seseorang.
Ia melirik telepon rumahnya beberapa kali, sebelum dering bunyi telepon tersebut menggema cukup kuat di tengah sepinya malam.
Akibat dering tadi, pintu salah satu kamar terbuka tiba tiba menampakkan pria yang mulai berumur menatapnya bingung.
"Siapa yang menelpon malam malam begini nak?"
"Ah.. Ayah.. dari teman perempuanku, ia menanyakan waktu kuliah besok." Ia tersenyum kotak.
"Ditengah malam seperti ini?"
Baru saja ia hendak menjawab, suara lain hadir dari posisi kamar.
"Temanmu tidak tahu waktu ya, sudah cepat angkat lalu segera tidur. Ini sudah larut." suara lembut mengalun begitu saja di telinga gadis belia dengan nama, Kanemoto Rei.
"Ibu.. iya akanku angkat. Kalian bisa tidur." Rei menatap kedua orang tuanya segera bergantian.
"Ayah akan menunggumu disini, cepat bicara." Interupsinya tiba tiba.
"T-tapi, ini hanya urusan kuliah. Ayah tidak perlu khawatir." Rei bicara dengan sedikit panik, membuat ayahnya semakin curiga.
"Kau tidak berbohong kan Rei?" pertanyaan ibu membuatnya terdiam, tetap berusaha ia hilangkan rasa gugupnya.
"Ayolah ibu..." Rei sedikit memanyunkan bibir merahnya.
Wanita itu sedikit terkekeh melihat reaksi dari anak semata wayangnya, berbeda dengan ayahnya yang masih menatapnya dengan wajah penuh selidik.
"Kami percaya padamu, jangan bicara terlalu lama ya." Rei sedikit bernafas lega. Ia mengangkat telepon rumah tersebut dengan hati hati, namun arah matanya masih menatap pada kedua orang tuanya.
"Mas, ingin tetap disini?"
"Karin.." Pria itu tampak menatap Rei was was.
"Rei anak yang baik, kenapa tiba tiba begini sih?" Karin menatap suaminya heran.
"Entahlah, kau tidak lupa dengan agenda besok kan?"
Karin menutup pintu kamarnya pelan, menyisakan mereka berdua dikamar. Dengan tatapan yang saling tak terlepas satu sama lain.
Karin mengangkat jemarinya, hingga tampak cincin perak dengan ukiran huruf abjad kecil dengan inisial "Y".
Pria dengan nama Yoshi itu tersenyum manis, sangat manis melihat kembali cincin yang tersemat di jemari Karin.
Sementara itu, Rei dengan telepon rumahnya masih berkutat dengan topik yang sama.
"Aku akan menunggumu di sana nanti, dengan jam yang sama dengan kuliahmu dimulai."
"Apa hanya kita saja?"
"Kampus di daerah ini banyak, Rei. Tak perlu khawatir pasti juga ada banyak teman sejurusan kita yang ikut serta."
"Ayolah, kenapa dirimu berbeda dengan Rei kemarin?" tanya pria itu tak yakin.
Rei menggigit bibirnya, ada perasaan ragu di dalam hatinya.
"Aku rasa ini buruk. Sepertinya aku tak ikut."
Pria di seberang tampak tergelak, "Public speakingmu penting untuk ini Rei. Kita bisa menyuarakan apa yang kita inginkan, kau lihat semenjak bedebah itu turun tangan kan?"
KAMU SEDANG MEMBACA
Encounter [Yoshi x Karina]
Romansa[END] Di latar penjajahan Jepang pada 1942-1945, ada kisah dimana mereka bertemu dengan niat yang berbeda diwaktu yang sangat singkat, ya Jenderal Kanemoto Yoshinori dan wanita pribumi, Sri Karin Ningsih.